Wujud Rasa Syukur dan Terimakasih, Ribuan Krama “Ketog Semprong” Hadiri Karya Agung di Pura Segara Ungasan

 Wujud Rasa Syukur dan Terimakasih, Ribuan Krama “Ketog Semprong” Hadiri Karya Agung di Pura Segara Ungasan

Rangkaian upacara Karya Tawur Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih Lan Mapadudusan Agung, di Pura Segara, Desa Adat Ungasan, Sabtu 19 Oktober 2024.

MANGUPURA – baliprawara.com

Karya Tawur Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih Lan Mapadudusan Agung, di Pura Segara, kawasan Pantai Melasti, dimaknai masyarakat Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Betara Betari Kahyangan Tiga dan Parahyangan Desa, atas anugerah selama ini. Hal itu pun terlihat dari antusias ribuan krama dari Desa Adat Ungasan yang “Ketog Semprong” hadir dalam setiap prosesi untuk turut berpartisipasi dengan penuh khidmat mengikuti prosesi upacara.

Karya ini menurut Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa, dilaksanakan untuk menghormati keberadaan pura yang telah menjadi pusat aktivitas spiritual, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat Ungasan. Baik itu parahyangan, palemahan dan pawongan. Untuk parahyangan dari sisi keagamaan, Pura Segara ini menjadi lokasi untuk pelaksanaan pemelastian krama dari Panti, Paibon, Merajan yang total ada sebanyak 38 termasuk Dang Kahyangan Batu Pageh.

Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa.

Sementara untuk pawongan atau hubungan manusia, semua aktivitas masyarakat ada di pantai melasti. Ketiga dari sisi Palemahan, hubungan antara manusia dengan lingkungan, secara ekonomi, masyarakat ungasan sudah mendapat manfaat ekonomi dari keberadaan pantai Melasti.

“Untuk itulah, pantas sebagai warga Desa Adat, apa yang telah diterima, baik secara keselamatan, baik secara kasukertan, pihaknya sebagai Bendesa Adat wajib menghaturkan upacara seperti ini, sebagai rasa ucapan terimakasih kepada beliau yang telah memberikan kebahagiaan, ketenangan, kesejahteraan kepada masyarakat,” kata Disel, yang juga wakil Ketua DPRD Bali, saat ditemui di Pura Segara, Sabtu 19 Oktober 2024.

Pada upacara penyineban Senin 21 Oktober 2024, sebagai rasa bakti dan terimakasih atas apa yang telah diterima masyarakat Desa Adat Ungasan, para Sekehe Kecak dari 15 banjar yang tota berjumlah 375 penari, akan mementaskan tari kecak di depan Pura Segara. Persembahan tari Kecak ini akan digelar pada pukul 20.00 Wita.

See also  Kelompok Nelayan Segara Kertih Kedonganan, Turut Menjadi Tonggak Bangkitnya Ekonomi Kerakyatan
Ketua Panitia Karya yang juga Sekaligus Pangliman Desa Adat Ungasan, I Made Suada (tengah).

Sementara itu, Ketua Panitia Karya yang juga Sekaligus Pangliman Desa Adat Ungasan, I Made Suada, menyampaikan rasa bangga karena telah melaksanakan prosesi pelaksanaan upacara dan upakara, Karya Tawur Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih Lan Mapadudusan Agung, di Pura Segara, kawasan Pantai Melasti sekaligus juga Ida Batara Taman Sari Sudia Dalem Palaka. Apa yang telah dilaksanakan ini kata dia merupakan langkah untuk menciptakan keharmonisan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada masyakat dan kepada lingkungan dan alam semesta, yang sudah memberikan berkah kepada masyarakat Ungasan.

Dijelaskan Suada bahwa rangkaian Karya ini sudah dimulai sejak 2 Oktober 2024, yang diawali dengan matur piuning, dilanjutkan dengan ngingsah pada 5 Oktober 2024, hingga mulang pekelem yang dilaksanakan di puncak Gunung Agung, Ulun Danu Batur, dan Segara Melasti pada 7 Oktober. Seluruh proses ini dilakukan berdasarkan konsep tattwa, susila, dan upacara sebuah landasan filosofis yang mengatur pelaksanaan upacara adat Hindu Bali.

Pada puncak karya tanggal 10 Oktober 2024, telah dilaksanakan prosesi Tawur Labuh Gentuh yang dipuput oleh tiga sulinggih dari Siwa, Budha, dan Ida Resi Griya Pundukdawa sebagai Yajamana karya. Pada upacara ini ribuan masyarakat Desa Adat Ungasan, “Ketog Semprong” menghadiri seluruh rangkaian prosesi Karya.
“Karya ini merupakan salah satu yang terbesar dan paling penting yang pernah kita laksanakan. Kita telah beberapa kali mengadakan prosesi serupa di pura-pura utama seperti Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Segara,” ujar Made Suada.

Upacara ini, lanjut Made Suada juga menjadi momentum penting dalam perjalanan pengembangan Desa Adat Ungasan, terutama dalam kaitannya dengan pertumbuhan sektor pariwisata. Made Suada menambahkan bahwa sejak pelaksanaan karya di Pura Puseh pada 2012, semangat swadaya masyarakat semakin terbentuk. Tidak ada iuran yang dibebankan kepada masyarakat, melainkan seluruh pembiayaan berasal dari pengelolaan Pantai Melasti. Pantai Melasti sendiri telah menjadi destinasi wisata yang berkembang pesat, dan hasil pengelolaannya digunakan untuk kepentingan bersama masyarakat adat. “Ini semua murni untuk kesejahteraan masyarakat adat, bukan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.

See also  Sebagai DTW Kelas Premium, Pantai Melasti akan Dilengkapi GeNose untuk Screening Pengunjung

Sistem pengelolaan keuangan dari pantai Melasti ini dikatakan, dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan berbagai pihak berwenang agar dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Dia menilai, prosesi ini bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga simbol dari langkah-langkah nyata Desa Adat Ungasan dalam memanfaatkan sumber daya alam demi kemakmuran masyarakat. Made Suada berharap bahwa upacara serupa dapat dilaksanakan kembali dalam 25 tahun mendatang, sebagai keberlanjutan tradisi dan keharmonisan antara manusia dan alam. “Semoga kita semua diberikan umur panjang dan kesempatan untuk terus melestarikan adat dan budaya ini,” harapnya. (MBP)

 

redaksi

Related post