Pengalihan Mata Pencarian Karyawan Perhotelan saat Dirumahkan di Masa Pandemi

 Pengalihan Mata Pencarian Karyawan Perhotelan saat Dirumahkan di Masa Pandemi

Penulis : Nesda Varicela, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Manajemen Undiksha

 

SINGARAJA – baliprawara.com

Sejak terdektesinya virus Covid-19 di Indonesia pada bulan maret 2020, menjadi awal dimulainya perubahan. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai provinsi paling terpapar virus corona di Indonesia. 

Sampai tanggal 19 Desember 2020, Indonesia telah melaporkan 657.948 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 19.659 kematian.

Banyak perubahan yang terjadi semenjak kemunculan pandemi tersebut, salah satunya adalah perekonomian negara yang saat ini terjadi defisit anggaran. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat sepanjang periode Januari-September 2020, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 mencapai Rp 687,5 triliun. Defisit ini setara dengan 4,16% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sudah bermunculan kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah upaya menanggulangi pandemi ini, salah satunya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM). 

Provinsi Bali, yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber ekonomi, saat ini sepi wisatawan. Setelah mengalami hampir satu tahun pandemi, sepinya Bali berdampak terhadap para pelaku usaha wisata termasuk perhotelan. Sektor perhotelan adalah salah satu sektor usaha yang terdampak cukup berat dengan adanya pandemi Covid-19. Sebab selama wabah virus corona, orang-orang dihimbau untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari bepergian atau keluar rumah untuk sesuatu yang tidak mendesak. 

Selain itu, adanya pembatasan perjalanan, persyaratan ketat untuk menggunakan transportasi umum, hingga terus meningkatnya kasus infeksi membuat banyak orang juga berpikir dua kali untuk bepergian jauh. Mau tidak mau, para pelaku usaha perhotelan harus memutar otak bagaimana caranya agar bisnisnya bisa terus bernapas di tengah pandemi.

Salah satu cara yang dilakukan pelaku usaha perhotelan adalah merumahkan karyawannya. Hotel-hotel di Bali sampai saat ini telah merumahkan lebih dari 90% karyawan mereka. Dampaknya sangat luar biasa, dimana operasional sudah berhenti hampir dari mulai tanggal 1 April 2020. Seperti kata Wakil Ketua Umum DPP IHGMA I Made Ramia yang dikutip dari Travel.detik.com, 2020.

Banyaknya karyawan yang dirumahkan membuat kehilangan penghasilan. Hal tersebut memaksa sebuah perubahan yang pahit untuk dapat diiklaskan. Perubahan yang pahit tidak menjadi halangan untuk berkreasi dan berinovasi. Hal tersebut memacu diri untuk berusaha mencari solusi agar tidak terpuruk di suatu masalah. 

Seperti pedagang di salah satu angkringan di Denpasar. Ternyata saat mengenal teman-teman disana, mereka merupakan para karyawan yang dirumahkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka yang sedang tidak memperoleh penghasilan, mulai memutar otaknya untuk membuka usaha demi keberlangsungan hidup. 

Salah satunya Angkringan Brandes di Jl. Dewi Sri, Denpasar, Bali. Terdapat 14 stand gerobak yang minimal satu gerobak terdiri dari 2 orang. Mereka sempat menceritakan perubahan yang mereka alami semenjak dirumahkan akibat dampak pandemi. 

Salah satunya adalah I Putu Ari, karyawan hotel yang dirumahkan semenjak bulan maret 2020. Putu Ari bekerja di bagian manajemen kitchen di perhotelan. Tidak hanya dia banyak karyawan yang dirumahkan oleh hotel tersebut, sempat terpuruk setelah 6 bulan tidak memiliki penghasilan. Perubahan tersebut memaksanya untuk berusaha dan memutar otak demi mendapatkan penghasilan. 

Ia mengajak temannya yaitu Putu Wardhiana yang merupakan karyawan hotel yang sedang dirumahkan untuk membuka stand di angkringan tersebut, ia memanfaatkan keahliannya yaitu memasak untuk membuka usaha mie brandes. 

Selain mereka berdua, ada juga stand Takoyaki dan Pizza mini yang merupakan karyawan villa resort yang juga sedang dirumahkan. Perubahan yang dialami oleh para karyawan hotel yang dirumahkan merupakan sebuah perubahan yang sulit. Namun sebuah kesulitan harus tetap dijalani demi menghadapi perubahan tersebut. Kerugian dan kesulitan yang terjadi menuntut para karyawan hotel yang dirumahkan untuk mencari solusi demi keberlangsungan hidup mereka hingga Bali kembali semula. 

Bali yang kini sepi sangat merindukan keramaian, kerinduan pada para tamu yang datang untuk singgah dan menikmati keindahan pulau dewata. Para pelaku usaha perhotelan yang banyak tutup operasional, juga kian merindukan para tamu. Entah sampai kapan pandemi ini berlangsung, namun setiap perubahan yang pahit pasti akan memunculkan perubahan yang manis pula. 

Kini para karyawan yang berbulan-bulan dirumahkan mulai mengiklaskan perubahan pahit tersebut. Tidak hanya menunggu hal yang belum pasti, namun berusaha untuk mencari solusi selagi menunggu perubahan yang manis datang setelah pandemi ini berakhir. 

Dari hal sekitar, penulis juga belajar bahwa banyak hal-hal yang tidak selamanya pasti. Akan ada hal yang tidak terduga menimpa kita. Akan ada pula perubahan-perubahan yang akan terus terjadi, setiap perubahan pasti memerlukan pengorbanan sebagai awal. Maka tak heran tidak setiap orang mampu menghadapi perubahan tersebut, namun kita harus siap untuk memaksa diri kita menghadapi sebuah perubahan. 

Kini dampak pandemi yang dialami seluruh dunia akan sebagai awal pelajaran untuk kita agar lebih siap menghadapi perubahan yang tidak pasti. Kita harus siap merubah diri kita atas hal-hal yang sulit, walau penuh pengorbanan namun itulah perubahan. Tidak ada perubahan yang instan, namun semua akan terbiasa apabila kita mulai dan membiasakannya.

See also  Aulia Annisa Jadi Pemenang Pertama Mahasiswa Berprestasi FKP Unud 2023

prawarautama

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *