Transformasi Tradisi dari Penggunaan Semat ke Staples dalam Majejaitan

 Transformasi Tradisi dari Penggunaan Semat ke Staples dalam Majejaitan

Oleh : Ni Komang Ayu Gek Mahadewi, Mahasiswa Pascasarjana S2 Ilmu Manajemen, Undiksha

SINGARAJA – baliprawara.com

Ketika melewati ruas jalan di mengwi, Badung, sering kita jumpai ada banyak pedagang yang menjual sarana upacara. Jika dicermati, sebagian besar sarana upacara ini, menggunakan staples daripada semat dalam jejaitan (bahan sarana upakara). Sarana banten (Upacara) merupakan bagian dari kearifan lokal tradisi di Bali. Sarana banten biasanya menggunakan bahan alami dari alam seperti janur, buah-buahan dan lainnya.

Kegiatan membuat banten salah satunya disebut kegiatan mejejaitan. Mejejaitan adalah kegiatan pembuatan sarana persembahyangan yang bahan dasarnya memanfaatkan daun atau janur. Dahulu, dilingkungan masyarakat bali sering dijumpai proses pembuatan banten dengan mejejaitan, kini hanya beberapa dearah yang masih eksis melakukan kegiatan ini bersama-sama di desa.

 

Kegiatan majejaiatan dilakukan melalui pengarah atau mendatangkan krama (masyarakat sekitar). Umumnya tujuan krama hadir untuk membantu mejejaitan banten untuk kegiatan tertentu. 

Agama hindu di Bali mengenal banyak jenis upacara yadnya (ritual) seperti pernikahan, ngaben (upacara kematian), upacara kelahiran bayi, dan lainnya. Dominan masyarakat hindu Bali akan membuat persiapan sarana upacara. Hal ini karena kehidupan masyarakat hindu di Bali tidak terlepas dari adanya kegiatan upacara agama (Yadnya). 

Yang mana, sering dijumpai, masyarakat melakukan persembahyangan dengan menghaturkan persembahan yang disebut banten. Sesembahan ini merupakan bentuk hubungan manusia dengan tuhan atau pencipta.

Sarana banten yang sering kita jumpai saat ini dimasyarakat banyak mengalami perubahan di era tahun 2000 an. Proses pembuatan banten yang melalui mejejaitan yang ada saat ini, jarang menggunakan semat (bambu untuk mengaitkan janur). Namun kini, masyarakat lebih memilih menggunakan staples untuk efisiensi waktu, kemudahan, simple dan menghindari luka pada tangan saat mejejaitan banten tersebut.

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan merupakan salah satu faktor dominan penyebab cepatnya perubahan-perubahan sosial (social changes). Seiring dengan berkembangnya jaman, adanya perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan tersebut, membuat pergeseran prilaku di masyarakat. Masyarakat mulai berpikir praktis, efektif,efisien, cepat dan tidak merepotkan. Kehadiran Teknologi dan perubahan industrialisasi sangat berkembang pesat di beberapa sektor. Membuat kegiatan mejejaitan mulai mengalami perubahan dimana masyarakat kini mulai memanfaatkan alat berupa staples dibandingkan menggunakan semat. 

Staples merupakan alat pengencang dua arah yang terbuat dari metal, alat ini biasanya dipasangkan dengan stapler untuk menyatukan beberapa bagian. Beberapa masayarakat lebih menggunakan straples karena pertimbanagn lebih simple dan cepat dalam menyelesaikan kegiatan mejejaitan. 

Tentu saja, simplisitas penggunaan alat dalam kegiatan mejejahitan banyak mengalami pro dan kontra di kalangan pembuat banten maupun masyarakat. Dominan pertimbangan eknomis dalam proses acara dibandingkan pertimbanagn maknawi. Penggunaan staples sebagai pengganti semat pada jejaitan banten upakara. Adanya konsepsi mental umat hindu yang dijelaskan bahwa sarana upacara lebih dimaknai sebagai alat dari pada religiusnya. 

Penggunaan semat yang beralih dengan penggunaan staples dalam kegiatan mejejaitan, untuk tujuan pembuatan banten upakara hindu di Bali, kian mengalami perubahan. Perubahan seperti ini sering disebut dengan perubahan transformasi tradisi. Transformasi tersebut, memaksa penyesuaian nilai dan norma dalam masyarakat. 

Beberapa kalangan brahmana (geria) berpendapat, penggunaan staples tidak sesuai etika hubungan manusia dengan lingkungan dalam pembuatan upakara. Alasannya karena bahan staples dalam majejaitan terbuat dari bahan metal, yang tentu akan sangat susah terurai sehingga dipandang dapat merusak lingkungan. Disisi lain, masyarakat biasa kini lebih sering menggunakan staples dibandingkan semat. Kelemahan penggunaan staples juga dapat mengganggu pakem pembuatan banten.

Akan tetapi, kehadiran staples dalam kegiatan majejaitan di lingkungan serati (pembuat banten), juga memang cukup membantu mempersingkat waktu pembuatan banten. Banten yang dibuat sesuai target akan lebih cepat selesai. Penggunaan staples dalam majejaitan juga menjadi lebih simple karena tidak banyak membuang tenaga dan tidak terlalu melukai tangan. Namun sisi lain sisi buruknya adalah beberapa serati harus membiasakan diri beralih dari penggunaan semat ke staples. Perubahan penggunaan alat staples pada serati yang usianya lebih tua akan mengalami penolakan karena keahlian penggunaan semat saat majejaitan akan memerlukan waktu untuk membiasakannya.

 

Lebih lanjut. Penggunaan staples pada sarana upacara juga ditemukan pada pedagang sarana upakara di daerah mengwi badung. Seperti sarana penjor, bahkan banyak diantara mereka sudah dominan memilih menggunakan staples. Faktor ekonomi dan efisiensi waktu produksi menjadi beberapa pedagang sarana upakara memilih menggunakan staples ketimbang semat. Disisi lain, beberapa masyarakat juga menganggap bahwa bahan semat sifatnya mudah rapuh, jadi penggunaan staples dalam jejaitan banten menjadi lebih kokoh dan tahan lama.

 

Dunia usaha sarana upakara ( banten ) pada saat ini mengalami banyak inovasi dan kesadaran modern. Penggunaan staples pada proses mejejaitan dalam pembuatan banten menjadi kian eksis karena kemudahan yang ditawarkan. Jika dilihat dari perspektif etika bisnis, penggunaan staples dalam jejaitan banten untuk upakara yadnya di Bali, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Taitu, pertama adanya tanggung jawab hubungan dengan tuhan. Bahan banten yang akan dipersembahkan kepada tuhan, harus menyesuaikan dengan syarat dan kaidah. Penggunaan staples dalam mejejaitan masih kadang terjadi perdebatan dalam masyarakat. 

 

Aspek kedua, tanggung jawab antara manusia. Pelayanan pembuatan banten yang dilakukan melalui proses mejejaitan biasanya memerlukan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Sehingga untuk efisiensi waktu dan tenaga penggunaan staples kadang akan membantu menyelesaikan banten tepat waktu. Aspek ketiga yaitu tanggung jawab lingkungan, etika penggunaan semat ke staples masih menjadi pro dan kontra. Mengingat semat sendiri didapat dari alam dan staples terbuat dari bahan metal yang sulit terurai. Hal ini memerlukan solusi yang tepat agar teknologi dan tradisi bisa berjalan beriringan.

Sehingga, penggunaan staples menjadi peluang bagi beberapa masyarakat. Alternative pembuatan banten melalui proses mejejaitan dari menggunakan semat menjadi beralih menggunakan staples merupakan suatu pilihan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mempermudah waktu mereka dalam mengerjakan proses mejejaitan dan aman dari luka. Perubahan ini juga menjadi tren di masyarakat kini, bahwa kegiatan dinamis sosial yang terus berubah berdasarkan pemanfaatan teknologi terbaru dan yang lebih praktis. Penggunaan staples dalam majejahitan sarana upakara adalah hal yang dapat disimpulkan sebagai bentuk peningkatan hasil produksi. Masyarakat harus memperhatikan unsur-unsur berpikir cepat, memanfaatkan teknologi dalam kegiatan tradisi adat. 

See also  Unud Gelar Seminar Strategi dan Peluang Pendanaan Kerjasama Riset Internasional

prawarautama

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *