Pemasalahan Dunia Pendidikan Ditengah Pandemi Covid-19

 Pemasalahan Dunia Pendidikan Ditengah Pandemi Covid-19

Oleh : Angelica Wulansari Mahasiswi dari Universitas LSPR Bali

Tahun 2021, kita dimulai dengan kabar baik sejauh ini, seperti dengan adanya vaksin, kehidupan virtual tampaknya berhasil bagi sebagian dari kita dan beberapa orang bahkan optimis bahwa kita dapat menemukan obat tahun ini. Satu berita yang kami para siswa nantikan adalah kelas offline. Mengacu pada pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada tahun 2020, kami seharusnya mengadakan kelas offline kembali tahun ini. Tapi apakah sebenarnya kelas offline itu akan aman di tengah mutasi baru Covid 19 itu sendiri?

Kembali pada tahun 2020 sebelum lockdown, saya bertemu dengan beberapa rekan saya dari universitas lain, dan di tengah percakapan, kami berbicara tentang sistem pendidikan saat ini yang kami hadapi sekarang. Salah satu murid yang saya ajak bicara adalah Arya Gangga. Mahasiswa aktif Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar yang juga aktif di organisasi PD KMHDI Bali dan juga PC KMHDI Denpasar. Dia mengatakan bahwa sistem pendidikan kita sekarang, di bawah pandemi covid membutuhkan solusi yang lebih baik daripada kelas virtual.

Saya bisa mengerti mengapa dia mengatakan itu karena kelas virtual tidak semudah itu. Sinyal tersebut menimbulkan banyak gangguan dan menghambat untuk berkomunikasi dengan dosen. Satu hal yang membuat dia kesal adalah bagaimana beberapa dosen tidak bisa menghidupkan kelas, alih-alih meminta mereka mengajari kita seperti yang biasa mereka lakukan di kelas offline. Kelas online ini membuat para siswa harus belajar sendiri karena kebanyakan dari pengajar hanya memberikan tugas saja tanpa adanya penjelasan yang cukup mendetail.

Dalam beberapa perspektif, pemberian tugas mendorong siswa untuk belajar sendiri dan mendalami materi sendiri sehingga mereka dapat belajar secara mandiri dan metode ini telah diterapkan di berbagai negara yang sudah memiliki kelas online bahkan sebelum pandemi. Tapi dari sudut pandang beberapa siswa, pemberian tugas kuliah tidak mengajarkan mahasiswa untuk mandiri karena dosen hanya membaca apa yang ada di presentasi tidak seperti yang terjadi di kelas offline dimana dosen bisa memberi kita materi tambahan yang lebih banyak dan bermanfaat.

Beberapa mahasiswa lain yang saya temui juga berpendapat bahwa Indonesia belum siap dengan situasi kelas online, karena tidak semua dosen memahami bagaimana cara menggunakan aplikasi yang dibutuhkan untuk kelas agar tetap berjalan. Hal ini pun menimbulkan gangguan-gangguan yang lain dan tidak setiap mahasiswa memiliki akses ke internet atau bahkan teknologi. Di beberapa daerah pedesaan Indonesia, beberapa guru masih harus mengadakan kelas offline karena belum memiliki alat yang dibutuhkan untuk mengadakan kelas online. 

Cukup dari sudut pandang mahasiswa, saya juga membicarakan masalah kelas online ini dengan salah satu kolega saya yang merupakan dosen di universitas yang berbasis di Amerika Serikat. Dia mengatakan kepada saya bahwa kelas online menyebabkan banyak kesulitan baginya. Menurutnya, sinyal adalah salah satu hal yang membangun ‘tembok’ antara dia dan murid-muridnya dan sulit untuk memastikan bahwa murid benar-benar memperhatikan kelasnya.

Menurut kolega saya, para pengajar sendiri sedang berusaha untuk menghidupkan kelas tetapi dengan adanya gangguan teknis, mencoba menunjukkan kepada mahasiswanya video untuk belajar itu saja cukup sulit. Yang berakhir dengan para pengajar harus lebih ekstra dalam memberikan materi kepada para mahasiswa agar dapat diterima dengan baik meskipun terhalang oleh gangguan teknis yang mungkin terjadi.

Dari kedua belah pihak yang saya temui berpikir, keduanya berpikir kita harus kembali ke kelas offline secepat mungkin dengan benar-benar menerapkan protokol kesehatan yang ketat karena pendidikan itu penting untuk masa depan suatu bangsa itu sendiri.

Tapi apakah kita siap untuk itu? Beberapa sekolah di AS telah melakukan kelas offline namun dengan minimn ya kesadaran masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan yanf ada mereka masih menyebabkan wabah Covid-19 besar-besaran di beberapa negara bagian. Sehingga, jika negara besar seperti AS gagal menerapkan protokol yang ketat, dapatkah kami melakukannya? Menrut saya sendiri, dengan bantuan vaksin dan pemahaman yang baik untuk mengikuti protokol kesehatankita bisa menghadirkan kembali kelas offline untuk akhirnya membuat dosen dan mahasiswa kembali bekerja seperti semestinya. Di mana dosen tidak akan merasa seperti mengajar kelas yang mati dan siswa tidak akan merasa seperti mereka tidak belajar apa-apa dan hanya menghabiskan hari mereka dengan menunda-nunda.Dan kita tidak akan mengorbankan masa depan pendidikan negara ini. 

See also  Pendeta Henry Parera Sebut Natal Lebih Bermakna di Tengah Pandemi

prawarautama

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *