Dorong Kolaborasi Tata Kelola Sampah Kemasan, KLHK Apresiasi Kemitraan IPRO

 Dorong Kolaborasi Tata Kelola Sampah Kemasan, KLHK Apresiasi Kemitraan IPRO

DENPASAR – baliprawara.com

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2020 tingkat daur ulang plastik di Indonesia masih sangat rendah yakni sebesar 10%. Rendahnya tingkat daur ulang tersebut terjadi karena tingkat collection rate plastik juga rendah. 

Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), pada 2020 tingkat collection rate plastik hanya 36,4 %. Jumlah ini jauh dibandingkan capaian negara-negara Asia Tenggara lain, yang rata-rata di atas 70%.

Kondisi itu terjadi karena mayoritas pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan menggunakan pola linear yakni, kumpul-angkut- buang di TPA. Padahal, jika kita berkomitmen untuk Indonesia bebas sampah pada 2025, maka pola linear harus ditinggalkan dan diganti dengan pola circular. Yakni, pilah, kumpulkan, ciptakan sumber daya, masukan ke rantai daur ulang, dan “sulap” bahan baku itu menjadi produk baru, dan hanya residu yang dibuang ke TPA.

 

Rendahnya tingkat collection rate ini, berbanding lurus dengan rendahnya tingkat recycle plastik. Padahal, industri daur ulang di Indonesia tumbuh. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, saat ini populasi industri daur ulang plastik di Indonesia berjumlah sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil. Nilai investasinya mencapai Rp7,15 triliun dan kemampuan produksi sebesar 2,3 juta ton per tahun, dengan nilai tambah mencapai lebih dari Rp10 triliun per tahun.

Menurut Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK, Dr. Novrizal Tahar, ke depan, pola pengelolaan sampah harus berubah tidak lagi menggunakan pola linear tapi menjadi circular. Tujuannya untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Saat ini Indonesia tengah menuju circular economy dalam pengelolaan sampah. “Circular economy bisa diwujudkan jika semua pihak berkolaborasi mengelola sampah untuk menjaga bumi tetap lestari,” kata Novrizal saat berkunjung ke mitra kerja Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) di Bali.

See also  Pemkab Badung Siap jadi Fasilitator dan Mediator Nelayan Terkait Penangkapan dan Pembudidayaan  BBL

Dalam hal ini, Novrizal menyambut baik dan mengapresiasi keberadaan IPRO sebagai mitra penting para Produsen dalam penarikan dan pengumpulan kembali kemasan pasca konsumsi untuk didaur ulang. Ini menurutnya merupakan langkah nyata komitmen dan tanggung jawab Produsen dalam implementasi peta jalan pengurangan sampah oleh Produsen.

“IPRO dapat menjadi model pengembangan kemitraan kolektif dalam penarikan dan pengumpulan kemasan pasca konsumsi di Indonesia. Saya mendukung keberadaan IPRO karena dapat menjadi langkah awal membangun ekosistem circular economy dan tentunya berharap Produsen lain dapat bergabung ke dalam IPRO,” ucapnya.

 

Kunjungan Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, ke mitra kerja Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) di Bali ini, terkait pelaksanaan Peraturan Menteri (Permen) KLHK No. P75/2019. Dimana produsen wajib menarik kembali kemasan untuk didaur ulang atau diguna ulang. Permen tersebut mengatur, dalam pelaksanaannya, produsen dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam penyediaan fasilitas penampungan sampah kemasan.

Untuk diketahui, IPRO merupakan organisasi independen non profit, yang fokus pada peningkatan pengumpulan dan daur ulang sampah kemasan. IPRO beranggota 8 perusahaan yakni, Coca Cola Indonesia, Danone Indonesia, Indofood Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia dan Unilever, Sampoerna Indonesia dan SIG. Sejauh ini IPRO telah melaksanakan beberapa programnya dengan menggandeng sejumlah mitra kerja di Bali. 

Adapun mitra kerja IPRO yang dikunjungi KLHK antara lain Eco Bali, Bali PET, Mckinsey.org, dan Bali Waste Cycle. IPRO melihat, pentingnya kolaborasi semua pihak, terutama dalam mengumpulkan sampah kemasan, untuk dipasok ke industry daur ulang. 

See also  Target NZE 2060, KLHK Sosialisasikan Program FOLU Net Sink 2030 di Bali

General Manager IPRO Zul Martini Indrawati menyatakan, setiap pemangku kepentingan punya peran masing-masing. “Kami bekerja dengan secara kolaboratif dengan pendekatan Extended Stakeholder Responsibility (ESR) yakni mengajak para pemangku kepentingan, mulai dari swasta dan sektor formal maupun informal untuk mengelola kemasan pasca pakai menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri daur ulang,” kata Martini

 

Melalui konsep ESR, para pemangku kepentingan terlibat bersama mengelola sampah kemasan untuk mewujudkan circular economy. Circular economy merupakan sistem yang mempertahankan nilai material agar dapat digunakan berulang-ulang dan juga mengurangi sampah. Saat ini, Indonesia tengah menuju sistem circular economy dalam pengelolaan sampah.

Untuk mengimplementasikan circular economy, salah satu program IPRO adalah bagaimana meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di pusat-pusat pengumpulan seperti di TPS3R dan TPST. Oleh karena itu, pada 15 November lalu, IPRO melakukan penandatangan MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman dengan PT Reciki Solusi Indonesia dalam pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku yangberlangsung di Jimbaran, Bali. Tujuannya untuk mendukung target Pemerintah zero waste to landfill.

Reciki adalah perusahaan yang berpengalaman dalam mengelola TPST. Kerja sama itu dibutuhkan mengingat Indonesia masih dihadapkan oleh persoalan sampah yang tidak terkelola dan lebih banyak berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Melalui kolaborasi ini, IPRO dan mitra kerjasamanya berkontribusi dalam meningkatkan collecting rate dan daur ulang. (MBP)

 

redaksi

Related post