Desa Adat Seraya, Bangkitkan Tradisi Gebug Ende Melalui “Seraya Culture Fest 2022”

 Desa Adat Seraya, Bangkitkan Tradisi Gebug Ende Melalui “Seraya Culture Fest 2022”

Ketua Panitia Seraya Culture Fest 2022, I Nyoman Miasa (kiri) bersama Pihak Desa Adat, saat memberi keterangan pers.

AMLAPURA – baliprawara.com

Desa Adat Seraya, kabupaten Karangasem, akan menggelar tradisi Gebug Ende. Kegiatan untuk kali pertama ini, juga dirangkaikan dengan festival berbasis desa adat yakni “Seraya Culture Fest 2022”. Kegiatan ini, akan digelar selama tiga hari yakni dari tanggal 14-16 Oktober 2022. Kegiatan ini tentunya juga akan menjadi momentum untuk kebangkitan tradisi gebug ende.

Menurut Ketua Panitia kegiatan, I Nyoman Miasa, kegiatan ini digelar untuk membangkitkan kembali tradisi yang dimiliki Desa Seraya. Tentu kata dia, kegiatan ini juga untuk membangkitkan semangat generasi muda. Apalagi tradisi ini sangat disakralkan masyarakat Seraya. 

Menurutnya, tradisi Gebug Ende yang telah diwariskan secara turun-temurun ini, memiliki makna untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi agar diturunkan hujan untuk kesuburan. Karena, seperti diketahui, kawasan Desa Seraya yang berada di kawasan tandus, yang menang sulit air.  “Tradisi ini sangat disakralkan untuk memohon hujan, kesuburan lahan pertanian warga. Tradisi ini dilaksanakan setelah Usaba Kaja di Pura Puseh Desa Adat Seraya,” ucapnya, Selasa 11 Oktober 2022.

 

Dirinya menambahkan, tradisi Gebug Ende ini, juga akan disuguhkan dalam rangkaian festival yakni “Seraya Culture Fest 2022”. Kegiatan ini akan dipusatkan di Lapangan Ki Kopang Desa Seraya. Festival ini juga akan melibatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pedagang lokal. Yang mana, mereka akan meramaikan festival ini, dan akan mempromosikan produk mereka. 

See also  Segini, Anggaran Pemprov Bali Tangani Covid-19

Bendesa Adat Seraya, I Made Salin, mengatakan, Desa Seraya merupakan wilayah tandus. Yang mana ketika musim kemarau, warga setempat cukup kesulitan mendapat pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kebutuhan pertanian. Bahkan kondisi ini masih dirasakan hingga saat ini. Melalui tradisi Gebug Ende, pihaknya meyakini, sebagai permohonan untuk turunnya hujan.  “Warga kami percaya ketika melakukan tradisi gebug ende pada sasih purnama kapat hujan akan turun,” katanya menambahkan. (MBP6)

 

redaksi

Related post