Pembebasan Tanah Hak Milik Perorangan Tanpa Ganti Rugi, Bolehkah?

 Pembebasan Tanah Hak Milik Perorangan Tanpa Ganti Rugi, Bolehkah?

Ni Wayan Ella Apryani, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana (Foto: Dok. Ni Wayan Ella Apryani, S.H., M.H.)

Penulis: Ni Wayan Ella Apryani, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

DENPASAR – Baliprawara.com

Gencarnya pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Presiden Joko Widodo membuat kita tidak asing dengan istilah “pembebasan lahan” atau “pembebasan tanah”, istilah ini bahkan sudah sering di dengar dari era pembangunan di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, jalan raya, jembatan, dan fasilitas fisik lainnya untuk menunjang kepentingan umum/publik dan pemerintah tidak pernah terlepas dari kebutuhan lahan baik berupa tanah maupun persawahan yang tidak jarang pula lahan yang dibutuhkan tersebut merupakan lahan dengan status Hak Milik perorangan.

Dengan kondisi tersebut pemerintah perlu melaksanakan pengadaan tanah dengan cara pembebasan lahan/tanah yang tentunya memerlukan anggaran yang nominalnya tidak sedikit. Dalam hal terbatasnya anggaran bagi pembangunan untuk kepentingan umum sehingga tidak memungkinkan pemerintah melakukan pengadaan tanah/pembebasan tanah, bolehkah pemerintah membebaskan Hak Milik perorangan tanpa ganti rugi demi kepentingan umum? Lalu sebagai pemegang Hak Milik perorangan, bolehkan menolak untuk melepaskan hak atas tanahnya karena tidak mendapat ganti rugi meskipun demi kepentingan umum?. Jawaban atas pertanyaan tersebut penting sebagai bahan informasi kepada masyarakat untuk menghindari munculnya permasalahan yang sering terjadi akibat dari kegiatan pembebasan tanah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur bahwa “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang” (Pasal 18).

Dalam penjelasannya Pasal 18 ini memungkinkan untuk dilakukan pencabutan hak demi kepentingan umum, namun juga menjamin pemegang hak bahwa pencabutan hak-hak atas tanahnya diikat oleh syarat-syarat salah satunya adalah disertai dengan pemberian ganti rugi yang layak.

See also  Bupati Giri Prasta Ajak Masyarakat Bersatu Membuatkan Jembatan Emas untuk Generasi Kedepan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 2 mengatur bahwa “Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil”. Dalam PP 19/2021 diatur secara rinci mengenai tata cara pemberian ganti kerugian bagi pihak yang berhak atau pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dibebaskan untuk pembangunan kepentingan umum.

 

Tidak terdapat ketentuan bahwa pengadaan tanah dilakukan tanpa memberikan ganti kerugian kepada pemegang hak atas tanah selain terhadap Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/badan usaha milik negara badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa tidak diberikan Ganti Kerugian, namun tetap dengan pengecualian (artinya tetap diberikan ganti kerugian) yaitu a. Objek Pengadaan Tanah yang dipergunakan sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintahan; b. Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh badan usaha milik Negara badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa; c. Objek Pengadaan Tanah kas desa; dan/atau d. Objek Pengadaan Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dilaksanakan oleh Badan Usaha (Pasal 84).

Terkait jaminan hukum hak atas tanah, pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 28H ayat (4) mengatur bahwa “setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun”, pasal ini memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak termasuk hak milik tanah perorangan bahwa tidak ada pihak yang dapat mengambil haknya secara sewenang-wenang meskipun pemerintah atau negara terlebih dengan cara yang bertentangan dengan peraturan yang telah ada.

See also  Sekda Adi Arnawa Hadiri HUT Baladika Bali ke-19

Dengan demikian maka terjawab sudah pertanyaan di awal, bahwa pemerintah dalam melakukan pembebasan tanah/pengadaan tanah Hak Milik perorangan bagi pembangunan untuk kepentingan umum disertai dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil kepada yang berhak atau pemegang hak milik.

Dengan dalih kepentingan umum bukan berarti secara serta merta pemerintah atau negara dapat melakukan pembebasan tanah tanpa disertai dengan ganti kerugian karena sudah diatur secara jelas mengenai hal tersebut dalam peraturan perundang-undangan.

Lalu bagi pemegang Hak Milik atas tanah tentu dapat mempertahankan haknya apabila ada pihak yang ingin mengambil secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku meskipun pihak tersebut adalah pemerintah atau negara dengan dalih kepentingan umum karena konstitusi telah memberikan perlindungan hukum bagi hak milik pribadi tiap orang.

Namun, apabila pengadaan/pembebasan tanah dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan peraturan perundang-undangan, sebagai warga negara yang patuh maka pemegang Hak Milik perorangan seyogyanya dapat melepaskan haknya demi pembangunan untuk kepentingan umum dengan menerima ganti kerugian yang layak dan adil. (MBP)

 

tim redaksi

Related post