AMSI Gelar Diskusi “Pemilu Era Digital Tantangan Hoaks dan Digital Security”

 AMSI Gelar Diskusi “Pemilu Era Digital Tantangan Hoaks dan Digital Security”

DENPASAR – baliprawara.com

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar acara ‘Pemilu Era Digital Tantangan Hoaks dan Digital Security’, Sabtu 19 November 2022 di Kubu Kopi Denpasar. Diskusi ini, digelar untuk membahas lebih lanjut dua isu yakni Hoaks dan Digital Security, bagaimana seseorang bisa menjadi hacker untuk menembus data pribadi dan bisa diperjual belikan untuk hal-hal yang tidak baik.

Dalam diskusi tersebut, mengundang 3 narasumber yaitu Ketua Bidang Cek Fakta AMSI Bali, I Ketut Adi Sutrisna, Akademisi UNUD, Dr. Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos, M.Si. dan Komisioner KPU Bali, I Wayan John Darmawan.

Ketua AMSI, Dr. Nengah Muliarta dalam sambutannya mengatakan, diskusi ini digelar untuk antisipasi kita bersama, karena kita sudah tahu sendiri ketika pemilu selalu menjadi ajang penyebaran hoaks.

“Kami sebagai AMSI, berkeinginan untuk mengingatkan kita yang memiliki kebijakan, orang yang terlibat langsung pengelola media untuk sama-sama menyadarkan bahwa ada bahaya, ancaman yang harus kita antisipasi di Pemilu ini,” kata Nengah Muliarta.

Lebih lanjut Nengah Muliarta menambahkan, walaupun pemilu dilaksanakan di tahun 2024, tetapi antisipasi harus dari sekarang. Dan ini juga bentuk kontribusi kami sebagai media kepada KPU.

“Selain untuk antisipasi hoaks kami disini juga membantu untuk mensosialisasikan, kami dari media sebenarnya ada 4 fungsi yaitu hiburan, pendidikan, informasi dan kontrol sosial,” ujarnya. 

AMSI tidak ingin label bad news is good news itu berlanjut. AMSI ingin kontrol sosial yang diberikan bersifat membangun sehingga berkontribusi dan bermanfaat bagi penyelenggara pemilu. “Mudah-mudahan diskusi ini memberikan tambahan wawasan kita bersama bahwa pemilu bukan hanya keributan tetapi kita bisa mengantisipasi hoaks yang menimbulkan konflik sosial yang lebih meluas,” harapnya.

See also  Menyulap Wajah Kota Larantuka Jadi Icon Flores Timur

Komisioner KPU Bali, I Gede John Darmawan menjelaskan, KPU adalah salah satu lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk menguasai data pribadi. “Yang paling rentan dalam memegang data pribadi seseorang adalah KPU, jadi KPU di era digital ini sudah menggunakan aplikasi,” kata John Darmawan.

John Darmawan menambahkan, Tingkat kerentanan serangan hacker kepada KPU itu sangat tinggi. Dalam press conference KPU RI, menyebutkan ada sekitar 860 hacker membobol aplikasi Sipol KPU. KPU dalam hal bekerja membuka aplikasi Sipol itu harus dilakukan di kantor KPU, tidak boleh ditempat lain ataupun menggunakan WIFI lain. “KPU akan memperkuat sistem di media sosial, seperti twitter, instagram dan tiktok,” katanya.

Dr. Ni Made Ras Amanda selaku Akademisi Unud, kalau kita bicara tentang pemilu kita tidak bisa melihat hoaks itu hanya sebagai informasi. “Di Indonesia isu yang menjadi Top 3 yang sering dibahas itu Politik, Agama dan Kesehatan. dan sejak mendeklarasian capres ini trend politik identitas naik lagi,” jelas Ras Amanda.

Ras Amanda menambahkan, ini hal yang dikhawatirkan di Indonesia bagaimana isu-isu politik identitas atau apapun itu sangat berpengaruh terhadap pilihan para pemilih. “Menurut saya gerakan-gerakan sipil belum cukup untuk memberikan ketanggunan terhadap masyarakat tentang ancaman ini, saya tidak ingin kejadian-kejadian buruk saat pemilu terjadi di Indonesia, dan untuk itu media sangat berperan dalam melawan hoaks,” ujarnya.

Mengenai Digital Security, ada 4 pilar yaitu Cakap Digital, Etika Digital, Budaya Digital dan Keamanan Digital. “Pandangan saya masyarakat saat ini sudah paham sistem program contohnya dalam hal bersosial media,” ucap I Ketut Adi Sutrisna selaku Ketua Bidang Cek Fakta AMSI Bali.

See also  Dominasi Astra Honda di ARRC Sepang

Untuk keamanan digital apapun yang sudah kita lakukan di Internet data yang tersimpan bisa saja digunakan untuk hal-hal yang tidak baik seperti pinjol. “Dari pihak internal KPU perlu melakukan pengamanan data agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Selanjutnya mengenai Hoaks, menurut UNESCO pada tahun 2018 kita familiar dengan kata fake news. ” Kembali lagi ke diri kita sendiri, kadang kita tidak paham dan tidak tahu kebenarannya tapi kita sebar,” katanya.

Lebih lanjut Adi Sutrisna Menambahkan, Jika kita mendapat sebuah informasi kita harus cek data dan faktanya sebelum menyebarkannya kepada orang lain. (MBP)

redaksi

Related post