Perjuangan Mencerdaskan Generasi Bangsa, 15 Tahun Mengajar di Pelosok Sebagai Guru Honorer

 Perjuangan Mencerdaskan Generasi Bangsa, 15 Tahun Mengajar di Pelosok Sebagai Guru Honorer

 I Nyoman Suweca, salah seorang guru honorer asal Banjar Dinas Kelod, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.

AMLAPURA – baliprawara.com

Perjuangan menjadi guru honorer di salah satu sekolah pelosok di Kabupaten Karangasem, tak hanya membutuhkan pengorbanan tenaga, namun juga harus kuat secara mental. Pasalnya saat awal menjadi guru honorer, untuk menuju lokasi sekolah, selain akses jalan yang masih jauh dari kata bagus, lokasi juga sangat jauh.

Seperti yang dialami I Nyoman Suweca, salah seorang guru honorer asal Banjar Dinas Kelod, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Pria berusia 40 tahun ini, sudah menjadi guru honorer selama 15 tahun. Dengan penuh tanggung jawab untuk ikut mencerdaskan generasi bangsa, ia mengabdikan diri mengajar di salah satu sekolah pelosok, yakni di SMPN Satu Atap (Satap) Gegelang di Bukit Abah, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis.

Menurut penuturan Suweca, menjadi guru honorer telah digelutinya sejak tahun 2007, sejak ia baru lulus Diploma 3. Sambil melanjutkan pendidikan S1, ia mengabdi di SMPN Satap Gegelang, yang saat itu masih menjadi satu atap dengan SDN 7 Gegelang dengan satu kepala sekolah. Setelah SMPN Satap Gegelang berdiri sendiri, dan mendapat kepala sekolah baru, ia menjadi guru honorer Agama Hindu hingga saat ini.

Diceritakannya, perjuangan awal mula menjadi guru honorer tidaklah mudah. Pasalnya, untuk menuju lokasi sekolah, dirinya harus menempuh jarak sekitar 6 kilometer agar bisa sampai di sekolah. Bahkan, perjuangan untuk bisa mengajar, belum berakhir sampai disana, karena medan yang harus dilalui sangat ekstrim. Selain jalan yang dilalui sangat terjal, akses jalan rusak pada saat itu. 

See also  Alat Peringatan Dini Longsor di Bangli, BNPB Temukan Beberapa Peralatan Tak Berfungsi 

Dengan akses jalan yang masih belum bagus, bahkan dirinya beberapa kali sempat terjatuh, meski tak sampai mengalami luka parah. Dirinya merasa bersyukur, saat ini jalan yang dilewati sudah bagus.

Pengalaman yang kurang mengenakkan juga pernah dialaminya. Yang mana, saat awal mulai mengajar sebagai guru honorer, iya bahkan sempat tak mendapat gaji selama lima tahun. “Awal-awal mengajar sebagai guru honorer saya sempat tidak dapat gaji selama kurang lebih lima tahun. Setelah itu, saya mulai mendapat gaji tapi tidak menentu, kadang Rp 200 ribu, kadang Rp 100 ribu per bulan. Sedangkan sekarang sudah lebih baik walaupun masih jauh dari harapan, yaitu Rp 500 ribu per bulan,” katanya menuturkan.

Dengan lika-liku pengalaman yang telah dilalui sebagai guru honorer hingga saat ini, pada peringatan hari Guru Nasional, Jumat 25 November 2022 ini, pihaknya beserta rekan-rekannya sesama guru honorer, berharap dukungan pemerintah. Pihaknya berharap, agar ada kesempatan bagi mereka untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (MBP6)

 

redaksi

Related post