“Triratna Amreta Bhuwana” Patung Karya Seniman Pecatu Nyoman Sungada Jadi Ikon Pantai Jerman

MANGUPURA – baliprawara.com

Tiga patung Ikonik yang berdiri megah di kawasan pantai Jerman, Kuta, tepatnya di depan Pura Cedok Waru, kini telah rampung dikerjakan. Patung yang diberi nama “Triratna Amreta Bhuwana ini, ternyata merupakan karya dari kolaborasi dua seniman patung asal Pecatu, Badung, I Nyoman Sungada, bersama rekannya seniman Asal Sidemen Karangasem, Wayan Hendra. 

Menariknya, patung berukuran besar ini, ternyata menjadi proyek patung beton pertama bagi sang seniman. Pasalnya, sang seniman I Nyoman Sungada yang selama ini merupakan pematung es, telah berkali-kali menjadi juara dalam sejumlah kompetisi patung es di beberapa Negara. Tentu ini menjadi kebanggaan tersendiri baginya, karena bisa menyelesaikan patung beton terbesar pertama baginya. 

Menurut Nyoman Sungada, patung ini memiliki ukuran secara keseluruhan jika diukur dari atas pasir, memiliki tinggi 23 meter. Bila diukur dari atas pondasi, patung ini memiliki tinggi 18 meter. Jika dirinci, untuk patung Baruna saja, memiliki tinggi 9 meter dari atas ombak-ombakan. Sedangkan patung Dewi Kwan Im, memiliki tinggi 7 meter, dan untuk patung Kanjeng Ratu Pantai Selatan, memiliki tinggi 5 meter. “Untuk ukuran ketinggian dan posisi patung kata Sungada, semuanya memiliki ketentuan dan posisi yang telah ditentukan dan tidak boleh sama,” ucapnya, Rabu 28 Desember 2022.

Seniman patung asal Pecatu, Badung, I Nyoman Sungada (kanan), bersama rekannya seniman Asal Sidemen Karangasem, Wayan Hendra.

Lebih lanjut ia menjelaskan, terkait proses pengerjaan, dari awal mulai pembuatan rangka hingga finishing, menghabiskan waktu selama 3 bulan 20 hari. Proses pengerjaan patung ini kata dia, sesuai rencana awal, seharusnya menghabiskan waktu selama 6 bulan. Namun dirinya bersyukur, patung ini bisa selesai lebih cepat dari target awal.

Dalam proses pengerjaan, sebanyak 75 orang turut terlibat pada proyek ini. Dari jumlah itu, untuk seniman pematung yang dilibatkan ada sebanyak 20 orang. Sedangkan, untuk pengerjaan bagian ombak-ombakan, juga melibatkan pekerja sebanyak 20 orang untuk menyelesaikan bagian pada dua sisi. “Keseluruhan pekerja yang dilibatkan hingga pengayah, ada sebanyak 75 orang,” terangnya.

See also  BWS Gandeng Konsultan Jepang Amati Keretakan Tebing Pura Batu Bolong

Untuk bahan yang digunakan dalam pembuatan patung ini, dijelaskan Sungada, untuk rangka, menggunakan besi ukuran 18 yang paling besar sampai besi berukuran paling kecil yakni 4 mm. Dalam pengerjaan juga menggunakan mil dan semen. Teknik pengerjaan awal, setelah pengerjaan  rangka rampung, baru dilakukan pengecoran tulang dan bodi. Setelah pengecoran selesai, bagian luar di poles untuk mendapat kontur dan bentuk anatomi yang pas. Setelah semua rampung dipoles dan bentuknya sudah terlihat, baru dilakukan pengecatan. 

Untuk kesulitan dalam pengerjaan, sudah tentu kata dia karena ketinggian. Karena tidak semua pekerja, berani dengan ketinggian. Oleh karena itu, sebelum pengerjaan, para pekerja ini dilatih terlebih dahulu beberapa kali untuk membiasakan, hingga mereka terbiasa. Selain karena faktor ketinggian, kesulitan kedua yakni terkait cuaca. “Selain angin kencang, bulan Desember yang memasuki musim hujan tentu juga menjadi kendala. Karena, ketika hujan turun, pekerjaan harus dihentikan sementara. Apalagi saat memasuki tahap pemolesan bagian luar, tentu sangat rawan terlepas,” bebernya.

Namun, meski ada sejumah kesulitan dalam pengerjaan, pihaknya berhasil menyelesaikan dalam waktu yang lebih singkat dari target awal. “Karena pengerjaan di pinggir laut, kondisi angin kencang dan hujan, sejumlah pekerja sempat mengalami flu karena beradaptasi dengan cuaca. Namun semua lancar-lancar saja. Secara fisik memang ada kendala akibat cuaca, begitu juga secara niskala, astungkara tidak terjadi kendala,” kenangnya.

Sungada mengatakan, karya patung beton ini, merupakan karya beton terbesar pertama baginya. Ini juga merupakan pekerjaannya yang fenental baginya. Tentu dirinya berharap dengan karya ini, seniman patung asal  Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung ini, akan lebih dikenal lagi dibandingkan pematung dari daerah lain yang sudah lebih dulu terkenal. 

See also  Lokakarya CPL Program Studi dan Matriks Bobot antara CPL dan Mata Kuliah

“Ini karya saya yang pertama dan terbesar, karena sebelumnya latar belakang saya sebagai pematung es yang sering mengikuti lomba di sekolah negara. Dari itu belajar mematung dengan beton yang yang dalam prosesnya lebih banyak diajarkan oleh Pematung asal Sidemen, Wayan Hendra. Saya berharap, ke depan bisa diberikan kesempatan untuk mengerjakan lagi patung-patung serupa, Saya ingin ke depan berkarya terus,” harapnya. (MBP1)

redaksi

Related post