‘’Bo Be’’ Persembahan Sanggar Teater Agustus, Muliakan Laut, Harmoni Alam akan Nyata

 ‘’Bo Be’’ Persembahan Sanggar Teater Agustus, Muliakan Laut, Harmoni Alam akan Nyata

Pementasan berjudul ‘’Bo Be’’, persembahan Sanggar Teater Agustus di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Rabu 26 Juli 2023.

DENPASAR – baliprawara.com

Pecinta seni  Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V 2023, seakan diajak berkelana selama dua jam dalam alur cerita drama modern berjudul ‘’Bo Be’’ atau dalam bahasa indonesia diartikan bau ikan, persembahan Sanggar Teater Agustus di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Art Center Denpasar, Rabu 26 Juli 2023.  Pementasan drama modern Bau Ikan,   disutradarai Ida Bagus Anom Kartika dan Penulis Naskah IB Martinaya sungguh menarik, dengan iringan lagu dan musik dalam setiap adegan. 

Berdurasi sekitar 120 menit, karya ini sarat pesan, bahwa pantai dan laut jangan dirusak. Terlebih mengeksploitasinya untuk pembangunan yang tak ramah lingkungan, dengan dalih kesejahteraan rakyat.  Laut harus dimuliakan, agar harmoni kehidupan dengan alam semakin nyata.   

Drama “Bo Be” tersebut mengambil setting kisah di Desa Pesisir Palung Penyu yang masyarakat atau penduduknya sebagian besar masih berprofesi sebagai nelayan pencari ikan dan hasil laut lainnya. Mereka masih menggantungkan kehidupannya dari laut. Di antara penduduk pribumi Palung Penyu, di situ ada komunitas para perempuan pedagang ikan pindang bernama Persatuan Perempuan Pedagang Pindang Pantai Palung Penyu (P-7).

Suatu ketika, ada investor besar dari Negeri Seribu Satu Malam datang dengan membawa anggaran 5 triliun rupiah untuk rencana membangun megaproyek sepanjang 3 kilometer di rentang pantai dan pesisir Pantai Palung Penyu. Rencana pembangunan megaproyek ini tentu saja menjadi polemik di kalangan penduduk Palung Penyu. Ada yang pro, ada yang kontra. Yang pro mengatakan bahwa megaproyek itu kelak akan mengubah kehidupan warga Palung Penyu menjadi lebih baik dan sejahtera. Yang kontra menyebut megaproyek itu akan merusak kelestarian laut baik secara sekala maupun niskala.

Pihak terdepan yang paling menentang rencana pembangunan megaproyek itu adalah Komunitas P-7. Mereka dengan konsisten terus berdemo, termasuk melawan kekuasaan mereka yang pro rencana pembangunan megaproyek tersebut. Atas ulah masif dan kukuhnya, para anggota P-7 pun ditangkap oleh orang-orang tertentu dan dijebloskan ke kerangkeng. Termasuk di situ ikut ditahan Kepala Desa yang semula pro megaproyek lalu akhirnya kontra berkat pengaruh istrinya yang tak lain merupakan Ketua Komunitas P-7.

See also  Fakultas Pertanian Universitas Udayana gelar Djapa Winaya Cup

Kepastian akan segera terbangunnya megaproyek bernilai triliunan tersebut ditandai dengan kedatangan pihak investor utama Pangeran Bim Bin Salabim dan ayahnya Raja Salmon Bin Salaman dari Negeri Seribu Satu Malam.

Pementasan diawali dengan lagu dan musik ‘’Bo Be’’ yang dibawakan tiga penyanyi dan sejumlah pemusik. Dalam adegan ini digambarkan perdebatan Kepala Desa Palung Penyu (Pan Karang) dengan istrinya (Men Karang). Men Karang minta cerai dengan Pan Karang, karena berbeda prinsip atas wacana megaproyek yang akan mencaplok pantai tersebut. Men Karang dan kawan-kawan menentang proyek tersebut, karena akan merusak lingkungan dan mengganggu aktivitas para nelayan. Sementara suaminya menerima proyek tersebut dengan alasan kesejahteraan. Debat pun makin memanas. 

Men Karang bertekad bulat cerai, karena suaminya menerima proyek itu. Mendengar keputusan cerai, Pan Karang terkena serangan jantung, kemudian tak sadarkan diri. Melihat suaminya tergeletak di lantai, Men Karang panik dan ikut pingsan. Beberapa menit kemudian, Pan Karang siuman. Mendapatkan istrinya pingsan, Pan Karang menangis dan memeluknya. Siuman, kata-kata cerai kembali keluar dari mulut Men Karang. Dari situ Pan Karang akhirnya mendukung perjuangan Men Karang menolak kehadiran megaproyek tersebut.

Berikutnya, diceritakan seorang pemangku di Desa Palung Besi memberi wejangan kepada sejumlah masyarakat yang pro megaproyek tersebut. Berdasarkan pawisik yang dia terima, bahwa pantai dan laut tidak boleh dirusak. Petaka akan datang jika laut yang indah itu tidak dimuliakan. Kehadiran megaproyek itu akan justru merusak pantai. Lagi pula penduduk sekitar hanya akan menjadi penonton di negerinya sendiri. 

See also  Bali Harus Manfaatkan Potensi Lokal, Dorong Kebangkitan Ekonomi

Namun, pawisik yang diterima pemangku itu hanya dianggap alusinasi oleh Gopeng dan Wage, dua orang penduduk yang getol memperjuangkan megaproyek itu. Mereka  merayu tokoh masyarakat dan pemangku tersebut agar megaproyek itu disetujui dan dimuluskan. Tetapi pemangku itu tetap menolak dengan alasan sekala dan niskala. Kalau pantai diblok untuk pembangunan proyek, alam akan rusak, nelayan kesulitan mencari ikan, pedagang pindang pun akan terhenti aktivitasnya.

Kemudian dalam adegan selanjutnya, Men Karang dan kawan-kawan melakukan demo ke kantor walikota, ingin menyampaikan aspirasinya menolak proyek yang dijanjikan investor. Namun, rencana demo ternyata diketahui oleh pihak yang pro, dengan mengirim sejumlah ibu-ibu dari kota, sebagai penyusup. Dengan alasan ikut mendukung perjuangan Men Karang, ibu-ibu berpakain glamour itu diterima ikut demo. Tiba di kantor walikota, para pendemo diterima ajudan walikota, namun mereka disuruh memperlihatkan izin demo. Tentu saja para pendemo tidak membawa izin tersebut. Aksi dan tuntutan para pendemo kemudian direkam sang ajudan untuk diteruskan ke walikota. 

Penyusup yang bergabung demo itu ternyata mata-mata Gopeng dan Wage. Dua orang yang getol memuluskan megaproyek itu mengerahkan orang-orang untuk menangkap para pendemo, kemudian memasukkan ke dalam kerangkeng besi, termasuk Pan Karang. Sedangkan Men Karang diikat di sebuah pohon. 

Diceritakan kemudian, Pangeran Bim Bin Salabim dari Negeri Seribu Satu Malam didatangkan oleh Gopeng dan Wage untuk mengecek lokasi megaproyek. Namun, mendapatkan para pendemo sedang dikerangkeng. Pangeran prihatin melihat perempuan diperlakukan demikian. Namun Wage dan Gopeng mengatakan bahwa mereka dikerangkeng karena maling. Kemudian pangeran balik ke negerinya dan berjanji datang lagi bersama sang raja. Apa yang disampaikan Wage dan Gopeng, hanya rekayasa untuk memuluskan rencana pembangunan megaproyek.

See also  Jukung Dihantam Ombak, Seorang Pemancing Hilang

Namun kebenaran, terbukti benar. Salah satu penyusup dalam demo Men Karang, berbalik pikiran. Ia kemudian melepaskan tali pengikat Men Karang dan membuka krangkeng. Para pendemo pun bisa keluar dan menyuarakan kembali aspirasinya. Pan Karang, tak tinggal diam. Ia melaporkan kasus ini ke pihak berwajib.

Beberapa bulan kemudian, Raja Salmon datang ke Desa Pesisir Palung Penyu bersama rombongan. Di lokasi, Raja Salmon mendapatkan fakta berbeda dengan apa yang diwacanakan Gopeng dan Wage. Ternyata ada sekelompok orang yang ingin mendapat keuntungan di balik rencana proyek tersebut. Di situ Raja Salmon menegaskan pembatalan proyek tersebut. Pihaknya tidak ingin pembangunan investasinya mencaplok pantai. Pihaknya sungguh menyesal dan minta maaf kepada semua pihak, utamanya para warga yang menolak pembangunan itu. Ia salut dan memberikan penghargaan setinggi tingginya kepada pejuang penjaga lingkungan. Kemudian Raja Salmon pamit meninggalkan Desa Palung Penyu. Mendengar keputusan Raja Salmon, Wage dan Gopeng membisu. Terlebih setelah ditanyakan lagi oleh pemangku soal kelanjutan proyek itu, keduanya menghilang.

Demikianlah akhir cerita drama modern ‘’Bo Be’’ yang sarat pesan. Ada otokritik mendalam yang penting dimaknai, utamanya dalam memperlakukan dan memuliakan alam. Alam rusak, kehidupan pun akan terkena dampak.     (MBP)

 

redaksi

Related post