Perupa GSRB “Interconnection” di The Kayon Jungle Resort
GIANYAR – baliprawara.com
Para perupa yang terhimpun dalam ‘’Gerakan Seni Rupa Bahagia (GSRB)’’ menggelar pameran bersama di the Kayon Jungle Resort, di Banjar Bresela, Payangan, Gianyar, 16 Maret – 16 Mei 2024. Sebanyak enam perupa tampil dalam pameran yang bertajuk ‘’interconnection’’. Mereka itu adalah I Wayan Sunadi ‘’Doel’’, I Made Somadita, I Made Subrata, Putu Eni Astiarini, Made Rudita ‘’Blit’’ dan Wayan Surana.
Pameran dibuka pecinta seni Anny Soerjanto pada Sabtu 16 Maret 2024 malam, dan dimeriahkan performing art berjudul Interconnection untuk merespons tema pameran. Pembukaan pameran tersebut juga diisi acara melukis bersama keenam pelukis GSRB.
Sesuai dengan tema yang diangkat yakni ‘’interconnection’’, karya masing-masing perupa memiliki keterhubungan atau benang merah yang sama, yakni betapa pentingnya menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan sang pencipta, hubungan harmonis dengan sesama, dan hubungan harmonis dengan alam. Karena itu isu-isu yang diangkat ke dalam karya mewartakan tentang keindahan alam, nilai budaya Bali, fenomena kekinian, dan bahkan kritik sosial yang ‘’core’’-nya adalah menumbuhkan kesadaran (awareness) untuk merawat spirit harmonisasi.
Artinya, ketika ingin hidup harmonis dengan alam, maka rawatlah alam beserta isinya. Sebab, jika alam raya (makrokosmos) rusak, maka akan berpengaruh buruk terhadap manusia itu sendiri (mikrokosmos).
Dalam konteks merawat harmoni, perupa Made Somadita, Made Subrata dan Putu Eni Astiarini mencoba menyadarkan publik bahwa keberadaan binatang, sangatlah penting untuk menjaga ekosistem alam. Maka, dalam karya-karya mereka, figur-figur binatang dan burung hantu dihadirkan demikian mempesona.
Demikian juga Made Sunadi ‘’Doel’’, lewat karya-karyanya yang mengangkat isu kekinian dan kritik sosial, sesungguhnya ia mencoba menumbuhkan kesadaran agar etika, norma dan kesepakatan nilai, tetap menjadi panglima untuk merawat harmonisasi dengan alam dan sesama.
Sementara itu, Rudita dengan karya-karya realisnya, ingin mengabarkan bahwa nilai-nilai dan spirit budaya Bali mesti dilestarikan di tengah gempuran budaya asing. Nilai-nilai budaya penting dimaknai, karena sarat edukasi atau ‘’sesuluh’’ hidup. Karena itu Rudita sengaja menyuguhkan figur penari atau gadis Bali, lengkap dengan aksesoris, sebagai ciri khas atau ikon budaya Bali.
Sedangkan Surana dengan karya-karya abstraknya, mencoba menyuguhkan keindahan alam, dengan harapan tetap dijaga. Menjaga keindahan dan kelestarian alam, tak hanya sekadar wacana, tetapi aksi nyata. Jika alam indah dan lestari, kehidupan manusia akan selalu ceria dan bahagia. (MBP)