Ardha Candra Kembali Disesaki Penonton, Gong Kebyar Wanita Badung dan Gianyar Tampil Mengesankan

 Ardha Candra Kembali Disesaki Penonton, Gong Kebyar Wanita Badung dan Gianyar Tampil Mengesankan

DENPASAR – baliprawa.com

Panggung Ardha Candra Taman Budaya Bali kembali dipadati penonton, Senin 7 Juli 2025 malam dalam gelaran utsawa (parade) gong kebyar wanita.
Ajang seni unjuk kepiawaian megambel, menari dan sadyagita itu digelar serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47. Dua peserta tampil dalam parade tersebut yakni
Sekaa Gong Karang Asti Komala, Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, duta Kabupaten Badung dan
Sanggar Sanjiwani, Arena Sukawati
Satu, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, duta Kabupaten Gianyar.
Duta Kabupaten Badung mempersembahkan Tabuh Telu Kreasi “Yogiswara”, Tari “Tedung Jagat” dan Sandyagita “Jagaditha”.
Sedangkan duta Kabupaten Gianyar mempersembahkan
Tabuh Telu Lelambatan “Kebyar Jingga”, Tari Kreasi “Manyelonte” dan Sandyagita “Telung Dasa Telu”.
Kedua peserta tampil maksimal dan mengesankan. Penonton berkali-kali memberikan aplus atas kepiawaian penabuh wanita tersebut memainkan gamelan.
Tampak hadir menyaksikan pagelaran, Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Wayan Adi Arnawa didampingi pejabat lainnya.
Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala, Desa Adat Ungasan, menampilkan Tabuh Telu berjudul “Yogi Suara” yang terinspiriasi dari kondisi Bali saat ini, yang mengalami paradoks-paradoks ekstrem dan menggerogoti tata pesona nyaman Bali. Kondisi ini menyebabkan kekacauan, kegaduhan, kerisauan, dan keresahan. “Pada Tabuh kreasi Yogi Suara, penggarap terinspirasi dari perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi di Bali saat ini. Melalui karya Yogi Suara ini, kita diajak meyasa kerthi (berupaya) mempertahankan kelangsungan hidup ini, agar Bali bisa ajeg dari hal-hal negatif,” ungkap Koordinator Gong Kebyar Wanita Badung sekaligus Prajuru Desa Adat Ungasan, I Made Suada S.Ag M.Si.
Sedangkan garapan kedua menampilkan tari kreasi berjudul “Tedung Jagat” yang merupkan kiasan kata untuk seorang pemimpin yang memiliki kebijaksanaan dan kewajiban memberikan kenyaman kepada rakyatnya. Sebagai informasi, tari kreasi ini diciptakan pada ajang PKB ke-40 tahun 2018. “Tedung Jagat ini bagaimana pemimpin bisa mengayomi seluruh masyarakat yang tercermin dalam konsep Asta Brata,” terang Suada.

See also  Sanggar Tari Wredhi Kumara Jaya, Wakili Badung pada Parade Gong Kebyar Wanita PKB ke-46

Sebagai pamungkas, Sekaa Gong Kebyar Wanita Karang Asti Komala menyajikan Sandyagita dengan judul “Jagat Hita yang menyiratkan kesadaran dalam pencapaian Moksartam Jagadhita, konsepsi holistik dunia sekala niskala. Dengan konsep garap paduan suara Bali mengedepankan harmoni dan accord dengan ornamentasi tembang Bali, mengajak kita menjaga keharmonisan di antara sesama sebagai wujud saling hormat-menghormati dalam interaksi kemasyarakatan mengedepankan toleransi.

Suada melanjutkan, untuk tampil di PKB ke-47, Sekaa Gong Kebyar Wanita Karang Asti Komala mendapat kepercayaan dari Pemkab Badung dan disambut dengan dukungan penuh dari Desa Adat Ungasan. Kali ini, melibatkan puluhan seniman yang berasal dari 15 banjar se-Desa Adat Ungasan. “Kelian banjar adat kami sebagai ujung tombak sudah menggerakkan anak-anak muda dari 15 banjar yang ada di Desa Ungasan. Tentunya masing-masing banjar sudah ada perwakilan, kita gabungkan menjadi satu sekaa gong kebyar,” jelasnya.

Sementara itu Tabuh Telu Lelambatan “Kebyar Jingga” yang ditampilkan duta Gianyar ditata dalam pola tabuh telu lelambatan yang inspiratif, diolah melodi manjadikan ritme yang bergairah, namun tetap dalam bingkai struktur tabuh telu lelambatan.

Tari Kreasi “Manyelonte”

Sementara itu duta Gianyar menyuguhkan Tari Kreasi Manyelonte. Tabuh ini menggambarkan gaya hidup remaja putri zaman sekarang yang sangat beragam dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti aktif di media sosial, peduli kesehatan dan kecantikan, mencintai fashion dan gaya hidup, membangun jaringan dan komunitas untuk pengembangan bakat dan minat.
Namun, gaya hidup remaja putri ini juga dipengaruhi oleh tekanan sosial, ekspektasi, dan standar kecantikan yang tidak realistis. Oleh karena itu, penting bagi remaja putri untuk memiliki kesadaran diri, percaya diri, dan memahami nilai-nilai yang positif sesuai ajaran budaya tradisi.
Karya tari ini adalah hasil rekontruksi tari kreasi “Satya Dwaya” yang diciptakan oleh Ibu Cokorda Istri Putra Padmini dan I Wayan Darya serangkaian Festival Gong Kebyar di tahun 1997.

See also  Wabup Suiasa Pimpin Rapat Koordinasi Program Perekonomian, UMKM dan Ekonomi Kreatif

Kemudian menampilkan Sandya Githa “Telung Dasa Telu” yang menggambarkan simbol kasadaran kosmik, yang menjaga harmonisasi alam, menciptakan tarian kosmik yang menghanyutkan kesadaran jiwa, serta alunan musik kosmik Nada Brahman yang menselaraskan gelombang pikiran manusia menuju sebuah kemurnian yang sejati.
Melalui garapan sandyagitha ini duta Gianyar menyajikan renungan suci dalam karya olah musikal sandya githa, dengan teatrikal gerak tari untuk mempertegas makna. (MBP2)

Redaksi

Related post