Populasi Kakatua Kecil Jambul Kuning di Nusa Penida Kian Langka, BKSDA Bali Siapkan Langkah Penyelamatan

 Populasi Kakatua Kecil Jambul Kuning di Nusa Penida Kian Langka, BKSDA Bali Siapkan Langkah Penyelamatan

Burung kakatua kecil jambul kuning. (ist)

DENPASAR – baliprawara.com
Keberadaan burung kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea) di Pulau Nusa Penida, Bali, menjadi perhatian serius bagi para pemerhati satwa dan pemerintah daerah. Burung yang dikenal karena bulu putih cerah dan jambul kuning mencolok ini, kini terancam punah di habitat alaminya.

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali pada tahun 2017 hingga 2019, hanya tersisa satu ekor individu yang terpantau hidup di alam liar di kawasan Nusa Penida. Data tersebut menjadi rujukan penting mengenai kondisi terkini satwa endemik Indonesia Timur itu, yang kini berstatus Critically Endangered atau kritis menurut daftar merah IUCN, serta termasuk dalam Appendix I CITES, yang berarti dilarang untuk diperdagangkan secara internasional.

Surat resmi dari Kepala Balai KSDA Bali Nomor S.812/BKSDA.BI-1/PTSL/12/2019 tertanggal 19 Desember 2019 mencatat bahwa penurunan jumlah populasi burung ini berlangsung secara signifikan sejak beberapa tahun terakhir. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa kakatua kecil jambul kuning akan benar-benar punah di alam liar Bali apabila tidak segera dilakukan langkah konservasi nyata.

Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko, penurunan jumlah populasi burung kakatua kecil jambul kuning bukan tanpa sebab. Berbagai faktor disebut turut memengaruhi kemampuan burung ini untuk bertahan hidup di habitat alaminya, terutama di Pulau Nusa Penida.

“Hasil survei yang dilakukan pada tahun 2014 mencatat hanya dua ekor burung yang berhasil ditemukan di wilayah tersebut. Menindaklanjuti temuan itu, pada tahun 2015 BKSDA Bali bersama organisasi Friends of Nature, People, and Forest (FNPF) melakukan pelepasliaran sepasang burung kakatua kecil jambul kuning hasil penangkaran dari PT Anak Burung Tropikana (ABT),” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis 23 Oktober 2025.

See also  Sosialisasikan Perjuangan Rakyat Bali, Monumen Perjuangan Rakyat Bali Gandeng Pramuka

Namun, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Minimnya pohon besar sebagai tempat bersarang, kehadiran predator alami seperti ular dan biawak, serta adanya kompetisi dari burung elang di wilayah tersebut membuat kedua individu kakatua itu kesulitan bertahan hidup. “Hingga tahun 2017 hingga 2019, hanya satu ekor burung yang masih terpantau, dan pada 2020, individu tersebut pun tidak lagi terlihat di alam,” ucapnya.

Meski tantangan besar dihadapi, BKSDA Bali tidak tinggal diam. Lembaga ini tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk memulihkan populasi kakatua kecil jambul kuning di Nusa Penida dan wilayah lainnya.

Langkah pertama adalah melakukan koordinasi dengan seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE). Tujuannya untuk mendata keberadaan burung ini di berbagai penangkaran di Indonesia. Setelah pendataan selesai, BKSDA Bali akan meminta unit terkait untuk melakukan translokasi individu-individu yang masih ada ke Bali guna dikembangbiakkan secara intensif.
Hasil dari proses pengembangbiakan ini nantinya akan dilepasliarkan kembali ke alam atau dikenal dengan istilah restocking. Tujuannya agar populasi kakatua kecil jambul kuning di habitat alaminya dapat meningkat dan kembali seimbang secara ekologi.

Menurut data terbaru yang dihimpun, saat ini terdapat 18 ekor kakatua kecil jambul kuning yang berada di salah satu penangkaran di Bali. Selain itu, satu individu lainnya tengah menjalani proses rehabilitasi di Yayasan Pecinta Alam dan Kemanusiaan.

BKSDA Bali merencanakan pelepasliaran empat ekor (dua pasang) kakatua kecil jambul kuning pada akhir November 2025. Proses tersebut akan diawali dengan tahap habituasi atau penyesuaian terlebih dahulu di Nusa Penida, agar burung-burung tersebut bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya sebelum benar-benar dilepas ke alam liar.

See also  Sudah Beroperasi Sejak November 2022, PLTS Hybrid Ini Konsisten Pasok Kelistrikan Nusa Penida

Sebelum pelepasliaran dilakukan, BKSDA Bali juga memastikan bahwa habitat di kawasan Nusa Penida telah siap dan layak untuk mendukung keberlangsungan hidup satwa langka ini. Kelayakan habitat menjadi salah satu faktor penting agar upaya restocking tidak kembali gagal seperti pelepasliaran sebelumnya.

Upaya konservasi kakatua kecil jambul kuning tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan masyarakat dan pihak swasta. Burung ini memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, terutama dalam penyebaran biji tanaman hutan tropis.
BKSDA Bali terus mengimbau masyarakat untuk tidak menangkap, memperjualbelikan, atau memelihara satwa liar yang dilindungi tanpa izin resmi. Kesadaran dan keterlibatan publik menjadi kunci utama dalam memastikan keberlangsungan hidup spesies ini di alam.

Dengan adanya langkah terencana dan koordinasi lintas lembaga, harapan untuk mengembalikan kakatua kecil jambul kuning ke habitat aslinya perlahan mulai terbuka kembali. Restocking yang dijadwalkan pada akhir 2025 diharapkan menjadi awal baru bagi upaya konservasi jangka panjang di Nusa Penida, serta menjadi contoh keberhasilan pelestarian satwa langka di Indonesia. (MBP)

 

redaksi

Related post