Angin Kencang Kategori Ekstrim, Akibatkan Kerusakan di Sejumlah Tempat di Bali

 Angin Kencang Kategori Ekstrim, Akibatkan Kerusakan di Sejumlah Tempat di Bali

MANGUPURA – baliprawara.com

Cuaca ekstrim, Rabu (3/2) malam melanda wilayah Bali dengan durasi relatif singkat. Selain hujan deras, kecepatan angin di wilayah Bali juga mengalami peningkatan signifikan. Dari data yang tercatat stasiun Meteorologi Ngurah Rai BBMKG Wilayah III Denpasar, kecepatan angin mencapai 31 knot atau 57,412 km/jam. Kondisi itu termasuk angin kencang dengan kategori ekstrim karena sudah melebihi 25 knot atau 45 km per jam. Sedangkan kecepatan normal rata-rata mencapai 10 knot atau 18,52 km per jam sampai 15 knot atau 27,78 km per jam.

Menurut Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Iman Fatchurochman, Kamis (4/2), angin kategori ekstrim tersebut berlangsung kurang lebih selama 1 jam, yaitu mulai dari 21.00 Wita-22.00 Wita. Setelah itu kondisi angin kemudian berangsur menurun, namun masih berkisar 20 knot atau 37,04 km per jam. Kondisi itu dipengaruhi oleh   adanya pusat tekanan rendah sekitar 900 an bar yang terjadi di lapisan atmosfer di sebelah selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Hal itu ditambah dengan adanya pusat tekanan rendah lain yang berada di sebelah selatan Papua dan di sebelah utara Australia yang memiliki posisi sejajar. “Tekanan rendah itu menarik angin dari arah utara, sehingga menyebabkan adanya pertemuan angin di wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Pertemuan angin ini membawa uap air dari awan konvektif dan pada malam harinya awan konvektif itu berubah menjadi awan Cumulonimbus (CB) yang cukup luas. Hal itulah yang menyebabkan angin kencang sebagian besar wilayah Bali, Jawa dan Nusra,” bebernya.

Dipaparkannya, kondisi angin kencang itu tergantung dari proses pembentukan awan CB. Sedangkan pembentukan awan CB cukup tinggi terjadi karena faktor konvergensi (pertemuan) angin yang ditunjang oleh adanya pusat tekanan rendah. Karena itu pihaknya berharap titik tekanan rendah itu bisa cepat punah, sehingga mengurangi pembentukan awan CB. Jika ada awan CB yang terbentuk, pihaknya berharap hal itu bisa segera berpindah karena tiupan angin atau berubah menjadi hujan. Namun karena Bali saat ini masuk ke dalam puncak musim penghujan, maka hujan akan bisa terjadi walaupun tidak dipengaruhi awan CB. “Jika tekanan rendah itu hilang, maka potensi awan CB itu tidak akan terbentuk seekstrim tadi malam, tapi hujan akan merata,” ujarnya.

Dari pantauan pihaknya di BMKG, tekanan rendah itu muncul dari seminggu yang lalu, bersamaan dengan beberapa titik tekanan rendah lain dan ada yang sudah berubah menjadi siklon tropis Lukas. Untuk siklon tropis Lukas itu kondisinya terus bergerak ke arah timur, sedangkan tekanan rendah yang berdampak kepada wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saat ini masih ada dan akan berkurang pengaruhnya sekitar 3-5 harian kedepan. Pihaknya saat ini mengaku masih memonitor perkembangan tekanan rendah itu, diharapkan tekanan rendah itu tidak sampai membentuk tropical siklon tropis. Sebab biasanya perkembangan tekanan rendah itu cenderung berubah menjadi siklon tropis atau punah ketika mengarah ke daratan. “Jadi pusat tekanan rendah itu berada di iklim sub tropis, bukan di Indonesia yang memiliki iklim tropis. Namun karena sifat tekanan rendah ini luas, walaupun Indonesia jaraknya agak jauh, tapi berdampak kepada angin dan membawa awan konvektif,” tambahnya.

See also  Tingkatkan Stakeholder Awareness dan Engagement di Kalangan Akademisi, BPKP dan Unud gelar Kuliah Umum

Disisi lain, cuaca ekstrim yang terjadi Rabu malam juga membuat hampir seluruh Bali tertutup awan CB. Sebagian besar kondisi itu terjadi di laut selatan. Kondisi itu tentu berpengaruh kepada proses take off landing pesawat di bandara Ngurah Rai, sehingga ada 2 pesawat diketahuinya sempat memutar di langit Bali karena belum bisa mendarat karena faktor cuaca ekstrim. Dimana Gubernur Bali, Wayan Koster dikabarkan menjadi salah satu penumpang di pesawat tersebut. “Setelah angin kencang itu reda baru pesawat itu bisa landing. Jadi angin dan hujan memang berpengaruh terhadap visibility penerbangan,” tutupnya. (MBP)

prawarautama

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *