Bali Studio UWA Australia Kolaborasi Seni pada Festival Nungkalik

 Bali Studio UWA Australia Kolaborasi Seni pada Festival Nungkalik

Penampilan pada Festival Nungkalik yang diprakarsai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISI Denpasar.

DENPASAR – baliprawara.com

FESTIVAL Nungkalik yang diprakarsai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISI Denpasar, memiliki warna tersendiri.  Betapa tidak, ] bertaraf internasional ini mempertemukan seniman lintas negara, kemudian menghasilkan karya kolaboratif inspiratif.  Dalam acara bertajuk “Nungkalik International Festival” pada tanggal 6-9 Juli 2023 ini, sejumlah seniman berbaur melakukan ritual seni bersama, saling respons, unjuk keterampilan, dan berinteraksi. Mereka mempergelarkan seni rupa, seni pertunjukan, dan seni musik. Pada tanggal 6 Juli diawali oleh peserta dari Bali Studio,  yakni mahasiswa program studi yang berfokus pada seni dan budaya Bali di UWA, Perth, Western Australia. Program studi ini lahir atas inisiatif  Prof. Paul Trinidad dari UWA.  Bali Studio mulai bekerjasama dengan ISI Denpasar pada tahun 2007. Bali Studio didukung oleh Pemerintah Australia dan Konjen RI di Perth. 

Pada rangkaian Nungkalik International Festival, Co-Curator bersama kedua PIC Nungkalik mengajak mahasiswa UWA untuk “Mengenal Rupa dan Gerak Bali”– Memahami pengetahuan tentang kesenian yang berkembang di Bali. Kemudian dilanjutkan dengan rangkaian workshop  automatic body painting “Manusia

Peserta Festival Nungkalik, berfoto bersama.

Berekspresi pada Tubuhnya.” Tubuh, sesuatu yang masih kosong, kemudian diberikan  ekspresi. Manusia adalah makhluk simbolik, memunculkan basic primal manusia untuk mengekspresikan sesuatu kepada masyarakat sosial lainnya. Acara berlanjut pada workshop Automatic Painting on Canvas dengan tema “Kita Bertumbuh pada Ibu Pertiwi”.  Kanvas diibaratkan sebagai tanah atau bumi pertiwi.  Manusia hidup di atas bumi pertiwi,  menopang diri,  hidup terus bertumbuh di atas bumi. 

 

Mahasiswa UWA kemudian terlibat dalam workshop menari dengan kain perca, “Mengikuti Irama Semesta.” Kain perca merupakan limbah kain yang memiliki ekspresi simbol-simbol manusia.  Kita memahami ekspresi yang diciptakan oleh pembuat kain, juga merupakan simbol manusia. Jadi energi dari manusia-manusia inilah yang digerakkan. Kain digerakkan, secara otomatis menggerakkan energi manusia untuk mengolah, memproses dan menjadikan satu mantra positif yang mengikuti irama semesta. Kemudian diakhiri dengan sharing diskusi yang dihadiri kedua kurator Nungkalik, Wakil Rektor 3 ISI Denpasar, Konjen RI di Perth, Ketua Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama ISI Denpasar, Ketua Biro Administrasi Umum dan Keuangan ISI Denpasar yang memberikan ruang untuk membahas kesepakatan temuan dan refleksi.

See also  Belasan Jurnalis Jajal Skutik Piaggio dan Vespa, Saat Pembukaan Dealer Motoplex Udayana

Besoknya tanggal 7 Juli 2023 dilanjutkan dengan elaborasi Seniman lainnya yakni: Galung Wiratmaja, Dewi Dian, I Ketut Sumerjana, dan I Wayan sujana Suklu. Diawali dengan diskusi dengan seniman Wayan Sujana Suklu, Dian Dewi dan Ketut Sumerjana, yang dibackup penuh para mahasiswa. Diskusi itu membahas tentang tema yang mau diangkat, teknis penggarapan, termasuk koreografi untuk performing di ujung acara,’’ ujar Galung. 

Seniman Made Kaek, yang mendapat kesempatan tanggal 8 Juli 2023, salah satu peserta Nungkalik International Festival mengatakan, interaksi antar seniman berbagai negara itu memberikan pengalaman menarik untuk saling mengenal kekaryaan satu dengan yang lain, termasuk bagaimana merayakan responsibilitas seni masing-masing. 

“Festival ini mengajak seniman mengasah intuisi, imajinasi, dan interaksi secara spontan dan alami,” kata Made Kaek yang juga pengelola Rumah Paros Sukawati itu.

Hal senada disampaikan perupa Made Galung Wiratmaja.  Dalam Nungkalik Festival ini para seniman berkolaborasi, menciptkan karya dengan berbagai medium. ‘’Ketika saya dilibatkan dalam Nungkalik Festival,  bahan yang dieksplor adalah kain perca  dalam jumlah yang cukup banyak. 

Karya kolaboratif  itu bertajuk ‘’Living Water’’. Narasinya:  Air hulu, awal kehidupan yang menjalar simbol kain warna-warna, menyusup dalam sifat-sifat manusia beragam di dunia. Setiap warna memiliki potensi masing-masing. Menjalin warna sama dengan menjalin  karakter itu yang sesungguhnya bisa saling mengisi untuk mengalir bersama. Kebersamaan adalah hidup itu sendiri, seperti air yang selalu mengalir.

Menggambarkan air sebagai sumber kehidupan, kata Galung, aneka warna kain perca dikait-kaitkan dan dikreasikan sedemikian rupa, sehingga secara visual seperti pusaran air, cipratan dan sebagainya. Garapan performing art itu melibatkan juga beberapa mahasiswa menggunakan kostum yang digarap bersama dengan memanfaatkan juga kain perca. 

See also  HUT ke-77 RI, Bupati Giri Prasta Pimpin Gerakan Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih

‘’Pesan yang ingin disampaikan dalam karya kolaboratif itu adalah bagaimana kita memaknai dan memuliakan air sebagai sumber kehidupan,  menyoal tentang keberadaannya, kondisinya, kontribusinya terhadap peradaban, serta bagaimana keberadaan air pada masa yang akan datang, jika kita tidak rawat saat ini ,’’ katanya. 

Kurator Nungkalik Festival yang dosen ISI Denpasar, Dr. I  Wayan Sujana Suklu mengatakan, seniman setiap hari bergerak menjalankan aktivitas kreatif seperti bermusik, visual, maupun verbal dan terkadang  melakukan eksperimen-formating-presenting dalam perjalanan hidupnya.  Dalam festival ini para seniman dipertemukan.  ‘’Tubuh dan ingatan seniman mengandung pengalaman yang terus menumpuk dari hari ke hari, mengasah kepekaan diri atas fenomena di luar diri, yang kemudian terlatih menjadi kepekaan substantif. Dalam ajang Nungkalik, para seniman yang terlibat berinteraksi dengan luar dirinya, baik dengan sesama seniman, maupun alam sekitar yang menjadikan ruang eksperimental konseptual untuk berproses dengan penghayatan ekstraordinari dari sebelum-sebelumnya,’’ ujar Suklu.

Ko-kurator Nungkalik Festival yang Presiden BEM ISI Denpasar, Putu Durga Laksmi Devi, S.Fil. mengatakan acara yang bertema A Journey Through the Medium ” ini diikuti seniman dan pengamat seni dari Australia, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan Indonesia.  Acara ini menghadirkan esensi tontonan untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan kolaborasi lintas disiplin yang dibahas oleh para pengamat agar mematangkan pesan yang ingin disampaikan oleh masing-masing seniman.

Rangkain festival telah diawali dengan workshop 6 Juli lalu  dan puncaknya akan digelar pameran pada 21 Juli 2023 bertajuk: Exploring Archetypes: A Journey through the Medium Exhibition. Pameran ini akan menyajikan seluruh artefak workshop dan hasil eksplorasi selama festival serta menampilkan pertunjukan seni Remember Our Archetypes yang diakhiri dengan peluncuran E-Book yang merangkum semua perjalanan Nungkalik International Festival. (MBP/L)

See also  Kersos Keswan XXXVII FKH Unud di Klungkung

redaksi

Related post