Bangkitnya Persatuan Nusantara Melalui Temu Budaya

 Bangkitnya Persatuan Nusantara Melalui Temu Budaya

Prosesi penyatuan tirta, pada kegiatan temu budaya di Pura Dalem Solo.

MANGUPURA – baliprawara.com

Sejumlah komunitas lintas budaya berasal dari Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatra, hadir dalam Temu Budaya Nusantara, yang digelar di Pura Kahyangan Jagat Dalem Solo, Desa Sedang, Abiansemal, Sabtu 26 Maret 2022. Temu budaya yang digelar bertepatan dengan Hari Raya Saraswati ini, diisi dengan pentas yang memadukan budaya nusantara dengan menampilkan tarian dari beberapa daerah. Acara yang baru pertama kali digelar ini, diharapkan menjadi tonggak bangkitnya budaya nusantara, serta untuk mengingatkan bahwa sejatinya leluhur bangsa Indonesia adalah satu, tanpa membedakan suku, ras, agama, dan budaya, 

Ditemui di sela kegiatan, Jero Mangku Pura Dalem Solo, I Gusti Agung Ngurah Arta Wijaya, mengatakan, temu budaya ini merupakan suatu acara yang ditujukan untuk menyatukan seluruh budaya, baik dari Jawa, Bali, maupun Nusantara. Acara ini, juga menginformasikan kepada generasi penerus bahwa dulunya kearifan budaya sangat bersatu.  “Kami disini ingin menunjukkan kepada anak cucu kita, bahwa perjalanan bagaimana para leluhur yang dulu mempersatukan, sehingga kami seperti napak tilas perjalanan sejarah para leluhur. Jadi kami ingin mempersatukan semua yang ada baik di Jawa, Bali, Sunda Besar, Sunda Kecil, dan Nusantara,” ujarnya

Menurut Jero Mangku yang akrab disapa Gung Gus, pertemuan lintas budaya ini digelar berdasarkan panggilan hati. Pasalnya dalam pertemuan ini tidak lagi membawa nama agama. Bahkan ia menyebutkan, komunitas yang tergabung dalam pentas lintas budaya berasal dari Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatra yang tentunya memiliki agama yang berbeda-beda. 

Sementara, menurut Dewan Penasehat Pura Dalem Solo Christovel Benedictus atau sering disapa Romo Beny, acara temu budaya ini adalah menceritakan tentang latar belakang antara Sunda Besar dan Sunda Kecil. Dalam acara ini juga ada pertemuan dari lima agama, yang akan menandai bangkitnya budaya nusantara. Ia mengungkapkan, dalam acara tersebut ada beberapa tarian yang akan ditampilkan dari tiga kebudayaan. Pertama ada tarian dari budaya Sunda yang menceritakan tentang bagaimana Sunda Besar itu terbentuk. 

See also  Pelabuhan Sampalan, Diharapkan Dapat Melayani Kebutuhan Masyarakat Secara Ekonomi dan Spiritual

Selanjutnya ada Tari Serimpi Panembahan Jagat yang cukup sakral, kemudian ada penampilan seni lukis yang menceritakan Jawa Dwipa, terakhir ditutup dengan tarian Kecak. Selain itu ada prosesi penyatuan tirta dari lima mata air suci. “Ini adalah langkah awal bagaimana kita bersama-sama dan berkolaborasi untuk mengingat leluhur kita di nusantara yang begitu luar biasa. Kami mengingatkan kembali apa itu Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu, baju boleh berbeda tapi leluhur tetap sama,” kata Romo Beny.

Acara yang pertama kali digelar ini, menurut Budayawan NU Bali Haryo Bagus Sujatmiko, bertujuan untuk menyatukan vibrasi dan rasa, di Pura Dalem Solo, yang merupakan salah satu cagar budaya. Pasalnya sesuhunan yang melinggih di Pura Dalem Solo ini, diyakininya sejak dahulu telah menyatukan dari berbagai macam etnis dan agama. Pihaknya pun berharap, acara ini dapat digelar kembali, tentunya dengan skala yang lebih besar.

“Kami meyakini sesuhunan di Pura Dalem Solo memiliki spirit yang dapat mempersatukan, sehingga harapan kami kiranya dapat menjadi event tahunan, dengan semakin banyak kerabat nusantara yang bisa hadir,” terang pria yang akrab disapa Koko.

Sedangkan terkait penyatuan tirta yang dilakukan, Koko menjelaskan, dalam keyakinannya penyatuan tersebut merupakan sebuah tradisi nusantara yang sudah dilaksanakan sejak zaman kerajaan. Makna dari penyatuan tirta dari sejumlah penjuru mata air tersebut adalah penyatuan nusantara. 

“Kalau dilihat tadi ada penyatuan air yang dilambangkan dengan berbagai warna, sama seperti kita saat ini dengan berbeda atribut, dapat dipersatukan sebagai bangsa Indonesia. Sama seperti arti dari Tat Twam Asi yaitu aku adalah kamu, kamu adalah aku. Jadi tidak ada yang berbeda karena kita berasal dari leluhur yang sama,” bebernya. (MBP)

See also  Membangun 1000 Candi di Pulau Jawa, Upaya Pelestarian Warisan Budaya dan Keagamaan Hindu

[quads id=1]

 

redaksi

Related post