Berada di Lokasi Rawan Tsunami, Tanjung Benoa Butuh Shelter Kebencanaan
MANGUPURA – baliprawara.com
Pesisir kawasan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Bali, sangat memerlukan kelengkapan sarana dan prasarana terkait kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Meski saat ini Tanjung Benoa, menjadi kelurahan pertama di Indonesia yang dinobatkan sebagai tsunami ready community recognition Unesco, IOC dan BMKG.
Kawasan pesisir yang berada di ujung pulau Bali ini, diapit oleh pantai dan berada di kawasan cekungan. Tentu hal itu sangat rawan terhadap potensi Tsunami. Oleh sebab itu, Tanjung Benoa juga membutuhkan sejumlah sarana prasarana seperti adanya tsunami shelter, command center, serta sarana prasarana rambu evakuasi, maupun pelatihan SDM.
Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Kelurahan Tanjung Benoa, Dr. I Wayan Deddy Sumantra S.Sn., M.Si., menerangkan, wilayah Tanjung Benoa memang memerlukan bangunan tsunami shelter, atau shelter kebencanaan seperti di kawasan Seminyak, Legian, dan Kuta (Samigita) saat ini. Bahkan kata dia, hal itu sudah diusulkan oleh Lurah Tanjung Benoa ke dalam Nusrenbang Kecamatan tahun 2024, dan itu diharapkan dapat terealisasi.
Keberadaan tsunami shelter lanjut Deddy, nantinya diharapkan dapat dirancang multifungsi, baik sebagai tempat evakuasi, command center (pusat pengendali), bahkan dikembangkan ke konsep wisata mitigasi kesiapsiagaan. Sebab selama ini, cukup banyak kunjungan pemerintahan yang datang ke Tanjung Benoa, baik dari nasional maupun internasional.
“Lokasi sudah disediakan, yaitu di pasar desa. Lokasinya cukup strategis dekat dengan kawasan padat permukiman, akses keluar masuk dengan 4 pintu. Jadi bangunan pasar saat ini direkonstruksi ulang dan ditata lagi,” katanya belum lama ini.
Keberadaan shelter yang dimaksud, diharapkan akan sangat membantu mengcover kebutuhan akan tempat mitigasi tsunami. Sebab masyarakat Tanjung Benoa jumlahnya diatas 5.800an orang. Belum lagi terhitung wisatawan dan penduduk non permanen. Shelter yang diusulkan itu, berkapasitas 2 ribuan orang dengan total usulan pembangunan senilai Rp15 miliar. “Dengan adanya hal itu, maka kawasan Tanjung Benoa tengah dan barat laut akan ada shelter,” ucapnya.
Sambil menunggu pengadaan shelter, pihaknya juga telah mengajukan proposal untuk pengadaan command center FPRB. Dimana, tempat itu sementara dialokasikan di Kantor Lurah Tanjung Benoa, namun masih perlu perlengkapannya. Jika shelter itu sudah ada, maka command center akan ditempatkan di shelter. Sehingga hal itu bisa menjadi pusat komando, sehingga mudah memantau, menjaga keamanan dan kebersihan, serta merancang program aktivitas disana.
“Kami juga membutuhkan sarana rambu evakuasi dan peta evakuasi, sebab di beberapa titik sentral belum ada. Peningkatan SDM juga sangat dibutuhkan, khususnya untuk tenaga pemandu pariwisata yang berkaitan langsung dengan wisatawan. Sebab belum semua tersentuh pelatihan dan pembinaan,” bebernya.
Hal senada juga diungkapkan Lurah Tanjung Benoa, Wayan Sudiana. Ia menilai tsunami shelter sangat diperlukan sekali untuk menjadi tempat mitigasi risiko kebencanaan. Sebab Tanjung Benoa merupakan wilayah cekungan yang zona merah dalam kegempaan dan tsunami. Pengadaan shelter itu sudah diusulkan dalam Musrenbang RKPD 2024 di Kecamatan Kuta Selatan. Hal itu juga telah didiskusikan dengan BPBD Badung. “Lokasi shelter sudah kita usulkan di pasar desa adat,” katanya. (MBP)