Berawal Dari Belajar Sendiri, Manik Suling Mulai “Tularkan” Bakatnya ke Generasi Muda Demi Menjaga Warisan Budaya

I Nyoman Purwayasa menyelesaikan pembuatan suling di rumahnya di Banjar Semana, Mambal, Badung.
MANGUPURA – baliprawara.com
Berawal dari kecintaan pada seni budaya Bali, I Nyoman Purwayasa yang biasa dipanggil Manik Suling, seorang perajin suling asal Banjar Semana, Mambal, Badung, Bali, menaruh harapan besar kepada generasi muda. Purwayasa berharap, generasi muda Bali, dapat bersama-sama menjaga warisan budaya yang saat ini mulai ditinggalkan seiring kemajuan teknologi.
Kecintaannya pada suling, berawal di tahun 2015. Yang mana saat itu dirinya berkeinginan supaya bisa mahir bermain suling, namun sulingnya merupakan buatan sendiri. Akhirnya saat itu ia mulai mencoba belajar otodidak membuat suling menggunakan bambu yang berada di belakang rumahnya.
Setelah menghasilkan suling buatan sendiri, dirinya kemudian langsung belajar memainkannya. Meski tidak memiliki guru, ia tetap ulet belajar dari bertanya kepada teman hingga browsing di media sosial. Akhirnya setelah belajar setiap hari, Purwayasa pun mampu membawakan beberapa lagu menggunakan suling.
“Saya tertarik sekali untuk bisa menciptakan alat untuk diri sendiri belajar. Akhirnya karena berlatih setiap hari, sampai saya bawa tidur, dan waktu santai saya mainkan. Sampai akhirnya bisa bermain suling dari buatan sendiri,” kata Purwayasa saat ditemui di kediamannya, Rabu 7 Mei 2025..
Seiring berjalannya waktu, setelah bisa membuat dan bermain suling, Purwayasa akhirnya memiliki keinginan untuk menghasilkan lebih banyak suling. Hal ini awalnya dilakukan bukan untuk mencari penghasilan, namun agar lebih banyak generasi muda dan temannya mampu mewariskan budaya lokal. “Lama kelamaan ada keinginan untuk memperbanyak,” tuturnya.
Saat ini, suling-suling buatannya tersebut tak hanya diminati oleh warga lokal. Tapi juga banyak dicari oleh wisatawan asal Eropa, mengingat lokasi tempat tinggalnya itu lebih dekat dengan kawasan wisata Ubud, Gianyar. Menurutnya, banyak wisatawan yang datang, tidak hanya ingin membeli suling, namun juga banyak yang ingin belajar langsung cara memainkannya.
Melihat banyaknya minat wisatawan untuk belajar membuat dan bermain suling, dirinya juga berkeinginan untuk mengajarkan bermain suling kepada generasi muda Bali. Dengan semangat berbagi ilmu yang dia miliki, untuk generasi muda yang ingin belajar, ia tidak memungut biaya sepeserpun alias gratis.
Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga warisan budaya atau alat musik tradisional. “Ini sebuah kekayaan yang luar biasa yang dimiliki di Bali. Ayo kita jaga bersama warisan budaya atau alat musik tradisional. Kalau ada yang berminat belajar bermain suling dan rindik, silahkan datang mari kita belajar bersama,” ajaknya.
Dengan kemampuan membuat suling yang terus diasah, saat itu dirinya juga mulai memikirkan bagaimana cara untuk menghasilkan suling yang berkualitas. Akhirnya ayah dari dua anak ini mulai mencari bambu terbaik untuk suling. Ia mendatangkan langsung bambu buluh dari beberapa kabupaten di Bali, seperti Bangli, Buleleng, hingga Tabanan.
Dalam proses pembuatan tentunya tidak mudah, lantaran perlu bahan terbaik. Untuk itu ia menyeleksi kembali bahan yang akan digunakan. Awalnya bambu yang didatangkan akan didiamkan selama tiga bulan. Kemudian bambu tersebut dipotong setiap ruasnya, dan langsung dikeringkan kembali selama tiga bulan. Proses ini juga dilakukan sebagai seleksi untuk mendapatkan bambu terbaik. Setelah bambu benar-benar siap, barulah digunakan untuk pembuatan suling.
Saat ini suling hasil karyanya itu, mulai banyak diminati dan dijual di workshop yang ada di rumahnya yakni Manil Suling Collection. Selain itu, untuk pemasaran, ia mulai menjualnya secara online, baik itu melalui media sosial maupun e-commerce yang ada.
Untuk harga bervariasi, kalau suling profesional itu dari Rp 70 ribu, Rp 90 ribu, Rp 150 ribu, hingga Rp 200 ribu. Sedangkan, untuk suling anak-anak harganya mulai dari Rp 35-50 ribu. (MBP1)