DED Konservasi Teluk Benoa Mulai Disusun, Diharapkan Tak Ada Upaya “Terselubung” ke Arah Reklamasi

 DED Konservasi Teluk Benoa Mulai Disusun, Diharapkan Tak Ada Upaya “Terselubung” ke Arah Reklamasi

Suasana Rakor penyusunan DED Konservasi Teluk Benoa, Selasa 12 Agustus 2025, di kantor Kelurahan Benoa.

MANGUPURA – baliprawara.com
Kawasan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, saat ini sedang menghadapi sejumlah permasalahan yang perlu perhatian serius. Kawasan yang dikenal dengan wisata bahari ini, tidak hanya menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, juga mengalami permasalahan lingkungan hingga ancaman hilangnya Pulau Pudut di kawasan Teluk Benoa akibat abrasi.

Kawasan Teluk Benoa yang merupakan retarding basin (kawasan cekungan), menjadi kawasan tangkapan sedimen semua aliran sungai yang bermuara di Teluk Benoa. Selain itu, Akibat terjadinya erosi dan perubahan iklim yang memicu peningkatan muka air laut (sea level rise), sehingga sedimentasi yang tinggi berdampak pada terjadinya pendangkalan pada alur-alur yang biasa digunakan oleh nelayan maupun kapal-kapal wisata. Sehingga pada saat surut perahu/kapal tidak dapat beroperasi.

Meningkatnya kawasan wisata dan aktivitas ekonomi yang berkembang menyebabkan terbatasnya ketersediaan lahan untuk fasilitas publik. Hal itu juga berdampak pada kepadatan lalu lintas, akibat menurunnya daya tampung dan daya dukung jalan akses.

Terkait permasalahan tersebut, saat ini Pemerintah Kabupaten Badung, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), kembali melanjutkan rencana penataan kawasan Tanjung Benoa termasuk pembangunan jalan lingkar barat Tanjung Benoa. Meski sempat tertunda dua periode di masa kepemimpinan Bupati Giri Prasta, rencana ini akan dilanjutkan di masa kepemimpinan Bupati Wayan Adi Arnawa, yang diawali dengan Rapat Koordinasi (Rakor) penyusunan Detailed Engineering Design (DED) untuk konservasi Teluk Benoa, Selasa 12 Agustus 2025.

Rakor yang digelar di Kantor Kelurahan Benoa ini, dihadiri dari pihak Dinas PUPR, Konsultan, dan juga Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya, Bendesa Bualu I Made Mudita, Bendesa Tengkulung I Gede Eka Surawan, dan juga tokoh Masyarakat. Dalam Rakor tersebut, sejumlah usul dan saran disampaikan oleh pihak Bendesa, serta Tokoh masyarakat kepada pihak Konsultan.

See also  Kunjungan Wisatawan ke Bali Masih Menggembirakan

Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made (Yonda) Wijaya, yang hadir pada Rakor ini, menyoroti terkait penyusunan DED, untuk Teluk Benoa, diharapkan agar dikeluarkan oleh pemerintah terlebih dulu, bukan oleh pihak swasta. Yang mana untuk penataan dimaksud, tidak hanya disusun untuk jalan lingkar saja, namun juga mencakup penataan secara keseluruhan wilayah Tanjung Benoa dan Teluk Benoa.

Yonda yang juga Wakil Ketua II DPRD Badung ini, mengharapkan, yang paling utama memang terkait permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Pratama. Satu-satunya harapan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pembangunan jalan lingkar barat Tanjung Benoa. “Ini harus diwujudkan (jalan lingkar barat-red) sebagai solusi. Mudah-mudahan ini semua kewenangan di kementerian, tidak ada hambatan karena tujuannya adalah untuk bersama,” katanya.

Terkait penataan kawasan konservasi Teluk Benoa, Yonda kembali menegaskan, dalam perencanaan DED ini, harus jelas, agar tidak ada upaya terselubung, ke arah reklamasi Teluk Benoa. “Masukan dalam penyusunan DED akan kami dukung kalau memang pemerintah Badung yang menyiapkan. Dengan catatan pihaknya bersama bendesa lain akan membahas lebih lanjut,” ucapnya.

Hal Senada disampaikan Bendesa Adat Bualu, I Wayan Mudita, SH. Pihaknya sangat setuju dan mengapresiasi terkait rencana penataan kawasan Tanjung Benoa termasuk rencana pembangunan jalan lingkar barat, serta konservasi di kawasan Teluk Benoa. Terkait rencana konservasi untuk memperbaiki, pihaknya berharap agar tidak ada rencana lain di balik itu. “Ini harus dibicarakan dengan maksimal, supaya tidak terjadi sesuatu yang terjadi, yang ujung-ujungnya ada reklamasi. Jangan ada hal-hal yang dikamuflase, konservasi penataan namun ada upaya untuk reklamasi,” ucapnya.

Tokoh Masyarakat Desa Adat Bualu, Made Reta, mengungkapkan, penyusunan DED ini sangat penting dilakukan kajian matang. Seperti halnya untuk penataan pulau pudut dan juga akan dilakukan pengerukan sedimentasi, diharapkan agar lebih memperhatikan dampak yang bisa ditimbulkan. Apakah efeknya sudah diperhatikan. Jangan hanya memperhatikan penyelamatan pantai saja, tetapi justru keselamatan manusianya yang diabaikan. “Untuk pengerukan sedimentasi, ini untuk penyelamatan laut apa penyelamatan orang?. Pengerukan sedimentasi ini perlu pertimbangan dan kajian yang matang,” ucapnya.

See also  Perilaku Korupsi Lebih Tinggi Dibandingkan di Kota, KPK Gencarkan Program Desa Anti Korupsi

Sementraa itu, dari perwakilan Tim SDA Dinas PUPR Badung, Sastrawan Wiguna, menyampaikan, morfologi perairan teluk menunjukkan kecenderungan
stabil/tidak banyak berubah dari tahun 1981 – 2025. Yang mana, alur-alur alami tetap terjaga meskipun terjadi perubahan kedalaman akibat tingginya laju sedimentasi dan semakin luasnya area sedimentasi. Perubahan signifikan justru terjadi akibat pengembangan pelabuhan dan reklamasi Pulau Serangan (BTID), serta dampak dari pengerukan alur pelayaran. Selain itu, perubahan morfologi juga terjadi pada Pulau Pudut yang tererosi.

Adapun konsep konservasi Teluk Benoa hasil dari Feasibility Study (FS) tahun 2024, untuk jenis pekerjaan yang akan dilakukan adalah, pengerukan/pembersihan sedimen Teluk Benoa (sebagai salah satu upaya untuk mencegah banjir di daerah hulu). Penimbunan material hasil pengerukan/pembersihan sedimen di Pantai Barat Tanjung Benoa. Pembuatan Jalan Lingkar Sisi Barat Tanjung Benoa, Pembuatan Sarana Pendukung, Pengembalian Luasan Pulau Pudut yang dilengkapi dengan penangkaran Penyu.

Menurut Sastrawan Wiguna, kajian ini lahir dari kekhawatiran masyarakat adat atas perubahan drastis kondisi Teluk Benoa dibandingkan era 1990-an. “Dari tim konsultan Dinas PUPR telah menunjuk tim konsultan untuk melakukan kajian atas kondisi tersebut, dan hasilnya memang terjadi abrasi di Teluk Benoa. Wilayah abrasi terjadi di sekitaran Pulau Pudut,” ujarnya ditemui usai rapat.

“Perlu dicatat bahwa ini baru tahap awal. Rencana yang kami paparkan baru berupa gambaran citra satelit, belum menyangkut luasan ataupun gambar konstruksi teknis. Itulah mengapa kami mengundang desa-desa adat terdekat dengan Pulau Pudut, agar bisa langsung menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi. Ini penting agar perencanaan ke depan benar-benar matang,” tambahnya.

Setelah tahapan awal dan pengumpulan masukan selesai, Dinas PUPR disebut akan mulai menyusun rencana detail secara teknis, termasuk desain konstruksi dan metode kerja.

See also  Dewi Klungkung Culinary Dimeriahkan Belasan Artis Pop Bali

“Setelah ini nanti kita akan bertemu lagi disini dengan pemangku kepentingan yang ada untuk menyampaikan detailed engineering desainnya. Jika masih ada kekurangan akan kita sempurnakan, sampai itu matang baru kita sosialisasikan,” imbuhnya. (MBP1)

 

redaksi

Related post