Desa Adat Kedonganan Kembali Gelar Tradisi Mabuug-buugan, Tahun ini Dirangkaikan Dengan Event Segaralangu

Tradisi Mabuug-buugan, yang biasa digelar di Desa Adat Kedonganan, saat Ngembak Geni.
MANGUPURA – baliprawara.com
Mabuug-buugan atau lasim disebut dengan perang lumpur, kembali digelar di Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung, Bali, tahun 2025. Tradisi unik yang hanya ada di Kedonganan ini, rutin digelar sehari setelah perayaan hari Nyepi atau hari ngembak geni.
Tradisi yang sarat dengan makna filosofi ini, berasal dari kata Buug yang artinya tanah atau lumpur. Mabuug-buugan ini, berarti interaksi dengan menggunakan tanah atau lumpur, yang memiliki makna untuk menetralisir dari hal-hal atau sifat buruk.
Pada tradisi Mabuug-buugan ini, sifat manusia divisualisasikan sebagai tanah atau lumpur sebagai wujud Bhutakala (roh-roh jahat). Kekotoran yang melekat pada manusia itulah kemudian disimbolkan pada perang lumpur ini, yang harus dibersihkan.
Sebagai tradisi tahunan, untuk tahun ini, Desa Adat Kedonganan konsisten akan melangsungkan tradisi Mabuug-buugan saat hari Ngembak Geni. Di tahun ini, pada Minggu 30 Maret 2025, tradisi unik ini kembali digelar yang juga diisi dengan event Segaralangu.
Bendesa Adat Kedonganan, Wayan Sutarja, mengungkapkan, persiapan telah dilakukan dengan matang oleh panitia yang bertanggung jawab atas jalannya Mabuug-buugan dan Segaralangu. Tahun ini, penyelenggaraan kegiatan disebut memiliki perbedaan yakni diisi dengan pemberian hadiah bagi peserta, baik anak-anak, siswa, maupun masyarakat umum, sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi mereka.
“Kita akan usahakan itu dari yang ikut serta mabuug-buugan ada diberikan suatu hadiah baik dari anak-anak, siswa, dan masyarakat. Jadi itu yang bisa kami lakukan, agar ke depan mabuug-buugan tetap ada dan tidak mengurangi makna,” katanya, Kamis 27 Maret 2025.
Lebih lanjut kata Sutarja, yang menarik pada kegiatan tahun ini, panitia berencana menambahkan unsur budaya, yakni pementasan seni, seperti iringan gamelan atau kentongan, untuk memperkuat nuansa sakral dan tradisional dalam prosesi tersebut.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi Mabuug-buugan akan diawali dengan berkumpul di Bale Agung, kemudian peserta berjalan ke arah timur menuju area berlumpur (buug) sebelum akhirnya bergerak menuju pantai untuk melakukan pembersihan diri. Setelah prosesi Mabuug-buugan, acara akan dilanjutkan dengan event Segaralangu. Acara ini merupakan wadah bagi UMKM lokal dan masyarakat Kedonganan, terutama sekaa teruna, untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi kreatif. Tahun ini, kata Sutarja, panitia menyediakan 12 hingga 24 stand bagi para pelaku usaha kecil yang ingin memasarkan produknya. Namun, jumlah stand masih akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
“Kegiatan UMKM di Segaralangu ada dari Sekaa Teruna dan masyarakat. UMKM kami sementara serahkan kepada panitia itu jumlahnya kami sediakan stand sebanyak 12-24 stand. Tetapi kami lihat dulu situasi di lapangan berapa bisa kita bikin,” ucapnya. (MBP)