“Dharma Cakra Wastra” Gaya Bebadungan, Meriahkan Parade Busana Adat Khas Daerah se-Bali di PKB ke-46
DENPASAR – baliprawara.com
Duta Kabupaten Badung dengan busana terbaik, tampil pada Parade (Utsawa) Busana Adat Khas Daerah se-Bali, serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46 tahun 2024. Bertempat di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar, Sabtu 6 Juli 2024, duta Kabupaten Badung ini ampil dengan mengangkat tema, “Dharma Cakra Wastra”.
Adapun sebanyak enam jenis busana adat yakni, Busana Mepeed, Busana ke Pura Anak-Anak, Busana Menek Kelih, Busana Kerja Adat, Busana Mepandes dan Busana Pawiwahan.
Koordinator Tim Penata Busana Kerja Adat dan ke Pura, I Gusti Ngurah Agung Sasmitra Wiguna mengatakan, tema yang diangkat tahun ini adalah Dharma Cakra Wastra, dan menggunakan pakem yang sudah ada di Badung. “hari ini Kabupaten Badung mengangkat tema Dharma Cakra Wastra, harapan kami bahwasannya, pakem busana di Badung akan terus berlanjut tanpa mengubah sedikit pakemnya, namun yang bisa diubah adalah materinya, seperti kain yang digunakan,” ucapnya.
Lebih lanjut Sasmitra Wiguna berharap, ke depan, material tenun di Bali bisa terus berlanjut tanpa harus menghilangkan ciri khas. Meski diakuinya, untuk proses pengerjaan busana, membutuhkan waktu yang lama dari mulai menenun, serta perlu banyak hal yang dipersiapkan.
“Terkait dengan tema, penggunaan material tenun di Bali itu bisa terus berlanjut tanpa meninggalkan ciri khas dari bali itu sendiri. Untuk busana adat ke pura dan adat kerja prosesnya sekitar 2 bulan, dikarenakan proses menenun kain itu butuh waktu lama. Sedangkan untuk payas agung prosesnya sampai 3 bulan, dikarenakan banyak hal yang harus dipersiapkan seperti, aksesoris, bunga, wastra, dan prada,” bebernya.
Sementara itu, Menurut Penata Busana Kawya, Ni Nyoman Budawati, S.Sn., dengan gaya Bebadungan mengungkapkan, selendang Brahmara menjadi ciri khas di Kabupaten Badung dan menjadi pembeda antara kabupaten lainnya.
“Yang membedakan riasan Kabupaten Badung lainnya adalah terlekat dalam sebuah selendang bernama selendang Brahmara. Nah, dalam selendang Brahmara ini mencerminkan riasan Kabupaten Badung yang diambil dalam riasan khas Puri Mengwi. Selain selendang Brahmara, juga terletak pada kain kamen yang menggunakan motif bun kacang, yang menandakan kita di Kabupaten Badung memiliki Puri yang sangat terkenal dan tersohor pada masanya yaitu, Puri mengwi,” ungkapnya.
Selain itu, dalam payasan khas di Kabupaten Badung, payas utama yang kita beri nama Kawya yang kita ambil dari julukan lain dari Puri Mengwi. Ini diperuntukan untuk laki-laki yang menggunakan udeng sebagai ciri khasnya. Dan ciri khas untuk perempuan diberi nama pusung tanduk gaya Mengwi, tambah Penata Busana Kawya Gaya Bebadungan itu.
Sedangkan, I Wayan Awi Marwida, S.S., M.M, selaku Penata MUA Kabupaten Badung merasa sangat senang diberikan kesempatan untuk berkarya dan juga mengembangkan lagi tradisi yang sudah ada khususnya di Kabupaten Badung.
Dengan mengambil tema “Dharma Cakra Wastra”, para perancang ingin menyampaikan pesan yaitu keberlangsungan busana dalam kehidupan adat Bali terus berputar, sesuai dengan perkembangan zaman tanpa merubah pakem yang ada. Bali boleh maju dengan perkembangan jaman. Bali boleh ikut dalam arus globalisasi, namun jangan sampai akar adat, budaya Bali tergerus oleh semua itu. (MBP)