Efektifkah Stimulus Ekonomi Pemerintah?
Prof. IB Raka Suardana
Oleh: Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E.,M.M.
(Guru Besar FEB Undiknas Denpasar)
Pemerintah kembali meluncurkan stimulus ekonomi terbaru yang diumumkan di Jakarta pada 17 Oktober 2025, dengan dua fokus utama yaitu perpanjangan Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Desember 2025 dan perluasan program magang nasional bagi lulusan baru. BLT akan menjangkau 35,04 juta keluarga penerima manfaat, atau setara 104 juta jiwa dengan asumsi empat anggota dalam satu rumah tangga. Nilai bantuan kali ini disebut lebih besar dibanding periode sebelumnya, sehingga diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sementara itu, kuota program magang nasional ditingkatkan dari 20 ribu menjadi 80 ribu peserta, dengan gelombang pertama sebanyak 20 ribu orang sudah mulai bekerja pada Oktober 2025. Kedua program ini menjadi bagian dari paket stimulus keempat pemerintahan Prabowo-Gibran sejak Oktober 2024, melanjutkan tiga paket sebelumnya dengan nilai total Rp 79,2 triliun.
Pertanyaan utama adalah efektivitas stimulus tersebut? Dari pengalaman sebelumnya, BLT terbukti memiliki dampak positif dalam menjaga konsumsi rumah tangga pada masa pandemi Covid-19. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada periode 2020–2024, bantuan tunai mampu mencegah penurunan drastis konsumsi dan menjaga inflasi tetap terkendali. Oleh karena itu, perpanjangan BLT kali ini berpotensi kembali memainkan peran yang sama, yaitu menahan daya beli agar tidak tergerus oleh kenaikan harga kebutuhan pokok. Namun, pengalaman masa lalu juga memperlihatkan bahwa dampak BLT bersifat jangka pendek. Ketika program berakhir, kelompok rentan kembali menghadapi risiko penurunan kesejahteraan karena tidak ada peningkatan produktivitas yang signifikan.
Program magang nasional dapat dipandang sebagai upaya pemerintah merancang dampak jangka panjang. Dengan memperluas kuota hingga 80 ribu peserta, pemerintah berusaha mengatasi masalah pengangguran terbuka di kalangan fresh graduate yang masih tinggi. Jika dibandingkan dengan program serupa di masa lalu, misalnya Program Kartu Prakerja yang diluncurkan pada 2020, dampaknya relatif positif dalam meningkatkan keterampilan peserta. Namun kritik yang muncul saat itu adalah belum meratanya kualitas pelatihan dan lemahnya penyerapan ke dunia kerja setelah program selesai. Hal ini menjadi catatan penting bagi efektivitas program magang 2025, karena tanpa keterlibatan industri secara serius, risiko magang hanya menjadi kegiatan sementara tanpa membuka peluang kerja berkelanjutan tetap ada.
Stimulus keempat ini juga memperlihatkan konsistensi pemerintah dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi. Dengan memadukan program konsumtif seperti BLT dan program produktif seperti magang, pemerintah mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan jangka pendek dan strategi jangka panjang. Akan tetapi, efektivitasnya masih sangat bergantung pada implementasi di lapangan. Distribusi BLT harus tepat sasaran agar tidak menimbulkan ketimpangan, sementara pelaksanaan magang harus didukung kurikulum relevan serta peluang rekrutmen nyata dari perusahaan.
Jika melihat sejarah, stimulus ekonomi seringkali berhasil menahan guncangan, tetapi jarang menghasilkan transformasi struktural tanpa reformasi pendukung. Oleh karena itu, meskipun paket stimulus terbaru patut diapresiasi karena responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dampaknya kemungkinan besar akan terbatas pada menjaga daya beli dan memberi pengalaman kerja sementara bagi lulusan baru.
Kesimpulannya, stimulus ekonomi pemerintah efektif sebagai solusi jangka pendek untuk menjaga stabilitas sosial-ekonomi, tetapi efektivitas jangka panjang hanya dapat dicapai apabila program ini dipadukan dengan strategi struktural yang lebih mendalam dalam meningkatkan produktivitas, memperkuat daya saing, dan memperluas kesempatan kerja yang berkelanjutan. (*)