“Escalation Problem”

 “Escalation Problem”

Prof. IB Raka Suardana

Oleh Prof. Dr. IB Raka Suardana, S.E.,M.M.

Demontrasi yang berlangsung tanggal 28 dan 29 Agustus 2025 di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia sebenarnya akibat eskalasi dari berbagai persoalan (problem escalation) yang menurut pakar manajemen Rhenald Kasali merupakan akumulasi ketidakpuasan publik — seperti harga-harga naik, kebijakan fiskal yang dipersepsikan memberatkan, dan respons pejabat yang blunder — dapat berubah menjadi krisis kolektif ketika saluran dialog formal gagal berfungsi.

Peristiwa demonstrasi anarkis itu bukan sekadar ledakan spontan; melainkan puncak dari rangkaian akumulasi masalah dan kegagalan legitimasi yang dipicu oleh kebijakan yang dirasa mengekang kemampuan ekonomi masyarakat serta pernyataan yang memperburuk kepercayaan publik.
Berangkat dari temuan riset terkini, ada tiga kerangka teori yang relevan: teori signaling pada eskalasi komitmen yang menunjukkan bahwa aktor (negara maupun elite) sering mempertahankan posisi untuk menjaga reputasi meski merugikan (Lerner et al., 2022).
Teori kedua menekankan dinamika radikalisasi dan eskalasi protes—bagaimana opportunitas politik, jaringan sosial, dan eskalasi interaksi antara massa dan aparat memicu pergeseran taktik (The Dynamics of Protest Radicalization, 2025). Ketiga, riset tentang de-escalation menunjukkan bahwa intervensi mikro (aktor dewasa, mediator lokal, strategi non-kekerasan) dapat menghentikan momentum kekerasan pada titik kritis (Baylouny & Chatterjee, 2025).
Dilihat dari peristiwa yang terjadi, menunjukkan pola berulang: pertama, tekanan struktural ekonomi menciptakan reservoir ketidakpuasan; kedua, sinyal buruk dari pengelola kebijakan dan retorika elite mengurangi kanal kepercayaan; ketiga, aktor jaringan sosial dan media—termasuk disinformasi—mempercepat polarisasi; keempat, ketika momentum massa bertemu respons represif atau provokatif, eskalasi cepat terjadi dan merusak ruang publik serta ekonomi, terutama sektor pariwisata yang sangat sensitif terhadap citra keamanan.

See also  Perbedaan Devisa SDA dengan Devisa Pariwisata

Dari perspektif manajerial Kasali, pencegahan eskalasi memerlukan: (1) pemulihan kanal dialog yang kredibel antara pemerintah dan masyarakat; (2) kebijakan yang meredam beban ekonomi rakyat serta komunikasi kebijakan yang transparan; (3) pendekatan reputasi yang sadar — elite harus berani merevisi posisi demi kepercayaan jangka panjang; dan (4) penguatan kapasitas lokal untuk de-escalation di tingkat massa.
Dari semua itu, dapat dinyatakan bahwa eskalasi bukan hanya soal emosi massa, melainkan hasil sistemik dari kebijakan, komunikasi publik, dan interaksi taktis di lapangan; menanganinya butuh kombinasi koreksi kebijakan, rekonstruksi legitimasi, dan instrumen de-escalation berbasis komunitas agar stabilitas dan fungsi ekonomi kembali pulih.(*)

Redaksi

Related post