Genggong Khas Batuan, Kesenian Langka yang Eksis di Abad ke-15 Dipentaskan di PKB ke-46

 Genggong Khas Batuan, Kesenian Langka yang Eksis di Abad ke-15 Dipentaskan di PKB ke-46

Penampilan kesenian rakyat Genggong persembahan Sanggar Tri Pusaka Sakti, Desa Batuan, Gianyar.

DENPASAR – baliprawara.com

Atraksi kesenian rakyat Genggong persembahan Sanggar Tri Pusaka Sakti, Desa Batuan, Gianyar mengundang gelak tawa penonton di Panggung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke- 46, Selasa 25 Juni 2024.

Genggong, sebuah alat musik terbuat dari  bambu yang dibunyikan dengan mendekatkan rongga mulut itu, mengeluarkan bunyi seperti suara enggung atau katak besar yang saling bersahutan. Iringan genggong ini  didukung seperangkat gamelan geguntangan, kendang, suling , kempul, cengceng  tampil apik dan padu saat mengiringi tarian dan cerita rakyat di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali, Denpasar.

Diawali dengan tabuh petegak, kemudian disajikan sebuah tari penyambutan, Sanggar yang dibina Maestro I Made Djimat itu membawakan cerita Jenggala dan Daha dari  abad ke-10 dan ke-11 Kerajaan Hindu Jawa Timur yang terkenal.

Tokoh Godogan dimainkan apik, dengan tingkah lucu, imut dan mampu membuat suasana cair. Bahkan, pemain godogan sesekali mengajak penonton ke panggung. Diantaranya ada seorang bule yang diajak menari, si bule pun merepotkan dengan baik bahkan dirinya diminta cium pipi godogan. Tak pelak, membuat riuh penonton  yang memadati panggung sebelah selatan Ardha Candra itu.

Cerita godogan memang tak asing dalam sajian pementasan kesenian arja klasik di Bali. Tokoh ini dikenal lekat dengan penikmat seni sejak dulu, khususnya dalam pementasan seni godogan dalam arja maupun drama Gong.  Ceritanya ada  seorang Pangeran Jenggala di masa kecil yang sangat gemar menangkap capung atau Ngonang. Pada suatu ketika Pangeran Jenggala mengejar capung hingga teramat jauh dan menghilang di kaki Gunung Kelud. Beberapa tahun kemudian munculah seekor katak besar (Godogan) yang diyakini sebagai penjelmaan pangeran yang hilang bernama Wanong Sari.

See also  Gamelan Inovatif Sanggar Seni Bade Mas Duta Kabupaten Badung Meriahkan PKB ke-46

Lanjut, suatu hari beranjak dewasa Wanong Sari bertemu dengan seorang putri dari Kerajaan Daha yang kecantikannya membuatnya terpesona. Dia pun jatuh cinta akan tetapi tetapi Raja Daha hanya bersedia menikahi putrinya jika dia bisa melalui persyaratan yang diberikan oleh sang Raja, dan sangat mengejutkannya Wanong Sari pun dapat melewati persyaratan tersebut.

Ia kemudian masuk ke dalam fase pertapaan guna merubah wujudnya kembali menjadi manusia, dan atas karunia Dewa Wisnu melalui manifestasinya ia kembali menjadi pemuda tampan yang menyerupai pangeran Jenggala yang lama hilang. Akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia di  Kerajaan Kahuripan, yaitu nama baru dari Kerajaan Jenggala.

I Gede Agus Hendra Arta Dinata, mewakili sanggar mengungkapkan proses latihan dilakukan kurang lebih 2 bulan. Menurutnya  cukup bersyukur bisa menyajikan  kesenian klasik kerakyatan yaitu genggong di panggung PKB tahun ini . Dimana kesenian ini sangat langka dan  telah eksis sejak lama, sekitar abad ke 15. “Ini sebuah kebanggan saya sebagai generasi muda, dengan melibatkan generasi  anak-anak dan remaja di lingkungan desa Batuan, kita masih bisa melestarikan kesenian rakyat ini,” ungkap Agus Hendra yang juga cucu dari meastri topeng I Made Djimat itu.

Lebih lanjut Agus sebagai pionir, kesenian ini akan tetap lestari dan  terdepan  tentunya  mendapat pendampingan dari para senior sebagai penerus kesenian genggong. “ Saya yakin  dengan didorong rasa antusias yang sangat tinggi dari anak-anak, para senior juga memiliki semangat yang sama , kesenian klasik ini akan tetap eksis di Bali khususnya di Batuan,” pungkasnya. (MBP)

 

redaksi

Related post