Gepeng dan Pedagang Bermobil Marak, Pol PP Bali Gencar Awasi Jelang Open Border

 Gepeng dan Pedagang Bermobil Marak, Pol PP Bali Gencar Awasi Jelang Open Border

Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi.

MANGUPURA – baliprawara.com

Kondisi pandemi yang sudah hampir dua tahun melanda dunia termasuk Bali, membuat sektor pariwisata sangat terpuruk. Untuk itulah, banyak masyarakat yang dirumahkan bahkan tidak digaji, hal ini tentu akan memunculkan permasalahan sosial.

Masalah sosial terutama keberadaan gepeng dan pedagang bermobil yang selama ini marak di masa pandemi, mulai menjadi perhatian serius pihak Satpol PP Provinsi Bali. Apalagi menjelang Open Border atau dibukanya penerbangan internasional ke Bali, tanggal 14 Oktober ini, tata perwajahan pulau Bali tentu menjadi atensi.

“Kita ingin dengan dibukanya penerbangan internasional ke Bali, wajah Pulau Bali menampilkan kondisi sesungguhnya dan pesonanya. Yaitu bersih, indah tertib, tentram, dan nyaman untuk dikunjungi sebagai destinasi wisata,” kata Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Selasa 12 Oktober 2021 saat ditemui di Kuta.

 

Terkait kegiatan penertiban masalah sosial tersebut, pihaknya bersinergi dengan Satpol PP kabupaten/kota. Dari penertiban yang selama ini dilakukan, jumlah temuan gepeng, mengalami peningkatan, di masa pandemi. Yang mana sebagian besar dari mereka, yang beraksi di persimpangan jalan Bypass Ngurah Rai, dari Jimbaran sampai Sanur. 

Dirinya memperkirakan, kondisi meningkatnya gepeng tersebut, akibat imbas berkurangnya lapangan pekerjaan, karena sektor pariwisata yang saat ini sedang mati suri. Namun hal tersebut juga terkadang dijadikan pembenaran atas aktivitas gepeng yang berlangsung lama.

See also  ASAI Kyoto Shijo Hadirkan Pusat Makanan Jalanan Thailand di Kyoto

“Kebanyakan dari mereka itu merupakan orang yang sudah tidak ada pekerjaan. Namun ada juga pemain lama yang beberapa kali pernah terjaring. Bahkan ada yang mengeksploitasi anaknya dengan menyuruh mereka mengemis,” bebernya.

Sejak pandemi terjadi, pihaknya mengaku mengamati adanya pergeseran fenomena gepeng. Saat ini gepeng tersebut ada yang berupa manusia silver, gepeng berpakaian adat dan membawa sound untuk menyanyikan lagu Bali. Dari penertiban tersebut, ternyata pelaku bukan hanya dilakukan oleh orang Bali, melainkan juga orang yang berasal dari luar Pulau Bali. Ketika hal tersebut dilakukan penertiban, hal itu kadang mengundang pro dan kontra karena dinilai tidak manusiawi. Padahal budaya semacam itu tidak ada di Bali dan penertiban itu dilakukan atas dasar peraturan yang berlaku.

Diakuinya, upaya penanganan gepeng memang bukanlah hal yang mudah. Selain terkendala daya tampung tempat penanganan sementara, hal itu juga sudah menjadi kebiasaan pelaku yang sulit dibina. Ketika mereka dikenakan denda berupa uang yang memberatkan, hal itu sulit mereka penuhi. Sedangkan ketika mereka dipulangkan ke daerah asal, mereka akan kembali datang melakukan hal yang sama. Padahal sebelumnya mereka telah dibina dan diberikan paket sembako.

Ketika diserahterimakan kepada desa asal setempat, pihaknya mengaku sudah mengimbau agar perangkat desa setempat ikut memonitor warganya yang dipulangkan karena menggepeng. Namun perangkat desa setempat diketahuinya juga cukup kesulitan mengatensi, karena mereka kembali ke kota dengan alasan mencari kerja. Pihak desa setempat tentu tidak bisa mengontrol sejauh itu, untuk memastikan apakah warganya itu bekerja atau menggepeng di kota. (MBP)

See also  Sempat Jadi Angin Segar, Open Border Ternyata Belum Berpengaruh Bagi Pemulihan Pariwisata

 

redaksi

Related post