Happy Salma Senang Dapat Kesempatan Baca Cukilan Novel Karya Prof. Dibia

Happy Salma
GIANYAR – baliprawara.com
Gedung Geoks Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Sabtu (11/10/2025) ramai didatangi budayawan, seniman, perupa, akademisi, sastrawan, awak media dan sebagainya. Di art space itu, Asosiasi Seniman Singapadu meluncurkan tiga buku karya budayawan Prof. Dr. I Wayan Dibia. Ini menjadi momen istimewa, karena bertepatan dengan peringatan 50 tahun atau tahun emas pernikahan Prof. Dibia dengan sang istri tercinta, Dr. Ni Made Wiratini.
Tiga buku yang diluncurkan terdiri atas kumpulan puisi Bali berjudul “Gumi Inguh Tan Pasuluh”, kumpulan puisi berbahasa Indonesia “Temali Batin: Gitakara Panca Dasa Warsa Grhasta”, serta novel berjudul “Satu Kapal Dua Cinta.” Karya-karya ini menambah panjang deretan produktivitas Prof. Dibia yang kini telah menulis 65 buku, dengan 17 di antaranya berupa karya sastra.
Di usianya menjelang 78 tahun, maestro seni yang bereputasi internasional itu memang tak henti-hentinya berkarya.
Selain menghadirkan tiga narasumber sebagai pembedah, peluncuran dan bedah buku itu juga mengundang Jro Happy Salma, artis kenamaan Indonesia yang kini telah menjadi warga Ubud, untuk tampil membaca satu adegan novel “Satu Kapal Dua Cinta” karya Prof. Dibia.
Membaca cukilan novel dengan penuh penghayatan, Happy Salma menjadi pusat perhatian para hadirin.
Lalu, apa komentar Happy Salma tentang novel karya Prof. Dibia?
”Novel ‘Satu Kapal Dua Cinta’ karya Prof. Dibia sangat menarik. Saya pengagum karya-karya Prof. Dibia. Saya selalu menunggu karya-karya Prof. Dibia, karena bisa mengikuti jaman. Beberapa dekade ia selalu hadir dalam kekaryaannya. Dalam dunia sastra, ia selalu memberi kontribusi, ” ujar Happy Salma dihubungi usai membaca cukilan novel.
Dalam kekaryaannya Prof. Dibia, Hapy Salma mengaku selalu menemukan lika liku manusia Bali. Di novel “Satu Kapal Dua Cinta” ia menemukan romantisme yang tak kalah indahnya di jaman sekarang. “Saya bisa menemukan kehalusan, cinta yang berani, cinta yang terkendala oleh takdir dan sebagainya. Jadi saya senang sekali mendapat kesempatan membacakan cukilan novel Prof. Dibia,” katanya.
Menurutnya, kekuatan novel Prof. Dibia tersebut bisa membuka ruang imajinasi kita. Bahasanya dekat dengan keseharian kita, tetapi punya makna yang sangat mendalam. Bahasanya tidak rumit. Walaupun ada istilah bahasa daerah, tetapi penjelasannya cukup kuat, sehingga kita langsung tahu maksudnya.
Ia berharap Prof. Dibia selalu sehat dan terus memberikan api dalam kekaryaannya. Semangat Prof. Dibia itu semakin meyakinkannya bahwa sastra Indonesia dan kekayaan yang ada di tanah air, masih kuat dan masih relevan. (MBP2)