Jadi Penampil Terakhir di Peed Aya PKB 2025, Badung Akan Bawakan Garapan ‘Wilaheng Tunggal’

Suasana gladi bersih duta Kabupaten Badung, Jumat 20 Juni, sebelum tampil pada Peed Aya, PKB 2025.
MANGUPURA – baliprawara.com
Rangkaian pembuka Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 Tahun 2025, akan diawali dengan Peed Aya (pawai), di depan Monumen Bajra Sandhi, kawasan Niti Mandala, Denpasar, Sabtu 21 Juni 2025, sore. Seluruh kabupaten/Kota di Bali, akan menampilkan garapan dari masing-masing pada Peed Aya ini tak terkecuali duta Kabupaten Badung.
Yang mana pada Peed Aya kali ini, Kabupaten Badung menjadi penampil terakhir di Peed Aya, dengan garapan berjudul ‘Wilaheng Tunggal’. Melalui judul yang diangkat ini, Kabupaten dengan julukan Gumi Keris tersebut menggambarkan bagaimana berbagai elemen masyarakat Badung dapat berdampingan dan bersinergi dalam satu harmoni yang utuh. Formulasi garapan menampilkan puspa ragam kearifan lokal Kabupaten Badung.
Garapan tersebut bahkan telah dimantapkan dalam gladi bersih yang dilaksanakan di depan Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung, pada Jumat 20 Juni 2025 sore. Ada lebih dari 400 seniman terlibat dalam garapan tersebut.
Berbagai identitas Kabupaten Badung disajikan sejak baris pertama, mulai dari bentuk kober, umbul-umbul, gebogan, tari Baris, hingga tradisi Perang Untek, serta barisan pendukung lainnya. Dalam setiap sajiannya, terselip ornamen-ornamen keris sebagai lambang daerah.
Konseptor Peed Aya Badung, I Gusti Darma Putra menjelaskan, beberapa yang ditonjolkan seperti tari Baris, yang mana di Kabupaten Badung memiliki cukup banyak genre tari baris. “Banyak sekali genre tari Baris baik dari ujung utara sampai ujung selatan Badung, tetapi yang kami akan sajikan puspa ragamnya, sari-sari dari berbagai tari Baris itu, kemudian menjadi salah satu ikon tari Baris baru. Selain seniman menari, nanti ada juga visualisasinya dalam bentuk ogoh-ogoh penari Baris,” ujarnya.
Darma Putra melanjutkan, garapan yang ditonjolkan selanjutnya yakni keunggulan desa yang menampilkan tradisi Perang Untek, sebuah tradisi yang lestari di Desa Adat Kiadan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang. Tradisi Perang Untek dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Kiadan setiap Purnama Sasih Kepitu yang melibatkan para Teruna dan Daha yang menyimbolkan pertemuan antara Purusha dan Pradana dengan sarana Tumpeng (purusha) dan Untek/Penek (pradana).
“Perang Untek merupakan tradisi agraris yang berkaitan erat dengan kehidupan pertanian masyarakat Desa Adat Kiadan. Jadi tidak secara sakralisasi yang akan kami tampilkan, melainkan simulasi dalam bentuk garapan seni,” terang Darma Putra.
Kemudian untuk garapan tematik, kata Darma Putra, mengangkat marwah Kabupaten Badung sebagai daerah pariwisata namun tetap kuat menjaga budayanya. Garapan divisualisasikan dengan sejumah Warga Negara Asing (WNA) yang ikut belajar seni budaya Bali. Saat gladi bersih, terlihat WNA memainkan sejumlah alat gamelan dan juga belajar menari.
“Para wisatawan asing belajar dan berkesenian, melebur jadi satu dalam kemajuan kebudayaan di Kabupaten Badung. Kami ingin memberikan gambaran, bahwa modernisasi itu tidak akan merubah tatanan kita, selagi kita mampu untuk berdampingan dengan modernisasi itu. Malahan akan melebur menjadi satu pemajuan kebudayaan,” sebutnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gde Eka Sudarwitha mengaku persiapan untuk tampil Peed Aya sudah cukup matang. Peed Aya kali ini dibawakan oleh seniman muda se-Badung. “Dalam Peed Aya ini mengetengahkan khasanah budaya di Kabupaten Badung yang dikaitkan dengan tema besar PKB 2025 yaitu Jagad Kerthi, Loka Hita Samudaya,” jelasnya.
Dua hal yang menarik menurut Sudarwitha yakni tradisi Perang Untek dan keikutsertaan turis asing belajar seni budaya. Garapan Perang Untek akan dibawakan oleh pelaku aslinya yakni pemuda pemudi Desa Adat Kiadan. “Pengusung asli dari tradisi tersebut kami libatkan untuk melakukan atraksi perang Untek, sehingga dapat penjiwaan dan pemaknaannya,” ungkap mantan Camat Petang ini.
Sedangkan para turis asing yang tertarik belajar seni budaya Bali mencerminkan bahwa kebudayaan Badung terbuka untuk dipelajari siapa saja. “Jadi tradisi budaya Kabupaten Badung itu terdapat proses pembelajaran yang terbuka untuk siapa saja, termasuk turis asing,” pungkasnya. (MBP)