Jaga Situasi Kamtibmas Jelang Pemilu 2024, Polda Bali Gelar Literasi Digital
DENPASAR – baliprawara.com
Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Bali menggelar Diskusi dengan tema “Literasi Digital Terhadap Media Online dan Media Sosial dalam Menjaga Situasi Kamtibmas menjelang Pemilu 2024”, di Hotel Aston, Gatsu Barat, Denpasar, Selasa 13 Juni 2023. Diskusi tersebut dihadiri langsung Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto beserta narasumber Adi Sutrisna dari AMSI Bali dan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Emanuel Dewata Oja atau yang biasa dipanggil Bang Edo dari SMSI, I Gusti Ayu Sukmawati dari Diskominfos Provinsi Bali serta AKP Andi Prasetyo selaku PS. Kanit III Subdit V Ditreskrimsus Polda Bali.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto, dalam sambutannya, mengapresiasi diskusi yang melibatkan AMSI dan SMSI Bali. Diskusi ini kata dia, merupakan ajang memperkaya ilmu tentang Literasi Digital serta memberikan masukan informasi menjelang Pemilu 2024. “Kita berharap Pemilu 2024 bisa berjalan dengan lancar, aman dan damai,” ungkapnya.
Lebih lanjut Kabid Humas Polda Bali menambahkan, selama ini keberadaan Media Sosial, sering menjadi acuan bagi media-media lainnya, baik itu media elektronik, media online dan lainnya. “Seperti beberapa Minggu lalu ada kawan-kawan wartawan meminta mengkonfirmasi terkait video WNA (bugil) yang masuk ke area pementasan tari di Ubud. Pasti mengirimkan link dari media sosial,” kata Satake Bayu.
Dirinya berharap dengan terselenggaranya diskusi Literasi Digital ini, dapat memberikan manfaat yang positif serta menjaga Kamtibmas menjelang Pemilu 2024 agar Bali tetap aman, nyaman.
Narasumber dari AMSI Bali, Adi Sutrisna pada kesempatan tersebut, banyak mengungkap terkait keberadaan platform digital yang bisa menjadi acuan untuk cek fakta. Pasalnya, selama ini, informasi bohong atau hoaks, sangat mudah menyebar. Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat, agar selalu menyaring informasi sebelum di share.
“Sebagai konten kreator, siapapun bisa mendistribusikan konten. Namun sejumlah platform digital yang ada, yang banyak digunakan masyarakat, bisa dijadikan acuan, bagaimana kita mendistribusikan konten yang diperoleh agar menjadi informasi yang benar,” ucapnya.
Ketua SMSI, Emanuel Dewata Oja, Mengatakan, keberadaan media sosial selama ini cenderung mengejar aktualitas. Sementara media mainstream, tidak langsung mempublish karena harus menunggu verifikasi. Inilah yang disebut proses dimana media mainstream, ada proses itu.
Fungsi media, agar bisa menulis sesuatu sekaligus mengedukasi masyarakat. Mana yang namanya kritik, dan mana yang namanya penistaan. “Media dalam narasi tulisannya harus bisa membedakan ini, sehingga bisa mengedukasi masyarakat,” ucapnya.
Ia menegaskan, tidak ada demokrasi yang sehat, tanpa kritik sosial, tidak ada kritik sosial tanpa ada ruang publik, tidak ada ruang publik tanpa media, dan tidak ada media tanpa wartawan. Oleh karena itu, ia menyimpulkan, Intinya tidak ada demokrasi yang sehat tanpa wartawan.
“Pers harus punya tanggung jawab menciptakan rasa aman. Pers harus punya tanggung jawab menghadirkan kerukunan, pers harus punya tanggung jawab menebar kedamaian di tengah masyarakat, Pers harus punya tanggung jawab mendorong pemilu yang bermartabat,” katanya.
Sementara itu, menurut I Gusti Ayu Sukmawati dari Diskominfos Provinsi Bali, selaku narasumber, berbicara media sosial dan media online, terkhusus media sosial, keberadaanya memang betul-betul luar biasa. Karena lewat media sosial inilah arus informasi itu begitu deras mengalir ke masyarakat. Bahkan bisa dikatakan seperti arus “tsunami” informasi ke masyarakat. Yang mana di dalam tsunami informasi itu, didalamnya ada informasi hoaks, ujaran kebencian, judi online, pornografi dan sebagainya, yang keberadaannya tentu bisa menjadi hal negatif bagi masyarakat. “Banyak informasi yang kurang pas menyebar di media sosial,” katanya.
Bila semua masyarakat bebas terpapar media sosial, tentu semua akan terdampak efek negatifnya. Bahkan sampai lembaga pemerintah maupun lembaga hukum ikut terdampak, termasuk institusi kepolisian juga terdampak. Sementara, terkait media online, di tengah begitu hebatnya media sosial, pihaknya di pemerintahan sangat berharap dengan keberadaan media online ini. Pasalnya, media online ini telah berpedoman pada kode etik jurnalistik dan sudah sesuai dengan rambu jurnalistik.
“Kami berharap dengan inilah, media online bisa menjadi penyeimbang bagi masyarakat dalam memperoleh informasi. Media online hampir sama dengan media konvensional atau media cetak. Karena sebelum berita itu di publish, tentu sudah melalui berbagai tahapan klasifikasi,” ucapnya. (MBP1)