Jelang Puncak Karya Ngenteg Linggih di Desa Adat Karangsari, Mepeed Iringi Ida Sesuhunan Melasti ke Segara

 Jelang Puncak Karya Ngenteg Linggih di Desa Adat Karangsari,   Mepeed Iringi Ida Sesuhunan Melasti ke Segara

MEPEED – Prosesi Mepeed mengiringi Ida Sesuhunan melasti ke segara, Senin (18/8).

SEMARAPURA – baliprawara.com

Sebuah tradisi unik di Bali, yaitu Mepeed dilakukan krama istri Desa Adat Karangsari, Nusa Penida, Senin (18/8). Mepeed yang dilakukan pertama kali ini bukan sekadar parade budaya biasa, melainkan sebagai pengiring Ida Bhatara Sesuhunan melasti ke segara atau pantai serangkaian Upacara “Ngenteg Linggih, Mamungkah, Mapadudusan Agung, Menawa Ratna, dan Tawur Balik Sumpah”, di Pura Puseh dan Desa Bale Agung desa adat setempat.

Sebanyak 260 krama istri berjalan beriringan dalam 3 baris lurus sembari menjunjung gebogan yang berisi buah dan aneka jajan tradisional Bali yang dihiasi janur di atasnya. Mereka terlihat anggun dan senada dengan busana kebaya putih yang dibalut dengan kamben dan selendang berwarna kuning. Mereka berjalan kaki dari Pura Puseh dan Desa Bale Agung menuju pantai tempat melasti.

Ada tiga warna gebogan yang dibawa dari masing-masing banjar tempekan. Gebogan warna merah dari Banjar Pidada, warna hijau dari Banjar Karangsari, dan warna orange dari banjar Pupuan. Namun, alasnya seragam menggunakan dulang berwarna silver.

Bendesa Adat Karangsari, I Wayan Wiranata mengungkapkan bahwa mepeed menjadi bagian dari upacara melasti serangkaian dengan Upacara “Ngenteg Linggih, Mamungkah, Mapadudusan Agung, Menawa Ratna, dan Tawur Balik Sumpah”, di Pura Puseh dan Desa Bale Agung Desa Adat Karangsari yang puncaknya akan digelar pada Rabu, 20 Agustus 2025. Mepeed dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur umat Hindu Bali kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dikatakan, mepeed bukan sekadar tradisi Bali yang dilestarikan, namun dibaliknya terkandung berbagai nilai kehidupan. Yaitu, nilai sradha dan bhakti kepada sesuhunan di Pura Puseh dan Desa Bale Agung Desa Adat Karangsari. Selain itu, mepeed juga merupakan bagian dari pelaksanaan yadnya yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Mepeed juga mengajarkan etika yang berlandaskan ajaran Tri Kaya Parisudha yang menekankan pentingnya berpikir, berkata, dan berbuat baik.

See also  Pelajar Asal Sumedang Hilang Terseret Ombak di Pantai Kelingking Nusa Penida

Di samping juga memiliki nilai estetika. Ini terlihat dari gebogan berwarna-warni yang ditata dengan rapi dan serempak diusung oleh krama istri. Juga memiliki nilai kebersamaan. Hal ini tampak dalam setiap tahapannya. Mulai dari pembuatan banten hingga selesai pelaksanaan upacara muncul rasa persaudaraan dan kebersamaan.

Selain upacara melasti yang bertujuan untuk pembersihan dan penyucian yang diiringi dengan mepeed, pada hari yang sama juga dilakukan berbagai proses upacara suci. Yaitu, upacara memasar, memendak siwi, dan ngaturang dapetan.

Wiranata menjelaskan upacara memasar bertujuan untuk memohon keselamatan dan kemakmuran bagi masyarakat, terutama dalam konteks pertanian dan kehidupan sehari-hari. Maknanya adalah untuk memohon berkat dan hasil yang melimpah. Sedangkan, upacara upacara memendak siwi dilakukan untuk memohon keselamatan dan kekuatan bagi seluruh krama Desa Adat Karangsari. Maknanya adalah untuk memohon perlindungan dan berkat dari Ida Bhatara Sesuhunan.

Sedangkan, upacara ngaturang dapetan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil yang diperoleh, seperti panen yang melimpah atau keberhasilan lainnya. Maknanya adalah untuk menghaturkan terima kasih dan memohon agar hasil tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik.

“Upacara-upacara yang kami lakukan ini dilakukan untuk memohon keselamatan, kemakmuran, dan berkat dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa Sesuhunan yang melinggih di Pura Puseh dan Desa Bale Agung, serta untuk menghormati tradisi dan budaya Bali,” ujar Wiranata, Senin (18/8).

Seluruh rangkaian upacara ini dipuput oleh 2 orang sulinggih. Yaitu, Ida Rsi Bhagawan Darma Sadu Siddhi dan Ida Pandita Mpu Darma Satya Nata Sogata. (MBP2)

Redaksi

Related post