Kali Yuga, Jaman Kegelapan dan Kemerosotan Moral

 Kali Yuga, Jaman Kegelapan dan Kemerosotan Moral

Oleh :
‎Ir. I Wayan Sukarsa, M.M.A.
Kala (Kalayasvara rupasya) merupakan sebuah siklus secara material ditandai fenomena alam, secara langsung mempengaruhi kehidupan di alam semesta (Bhag.3.29.4). Agama Hindu mengenal empat zaman disebut ‘Catur Yuga’ yakni Kerta Yuga, Tretayuga, Dwaparayuga, dan Kaliyuga. Kaliyuga adalah zaman terakhir dari siklus yuga, dianggap sebagai zaman kegelapan dan kehancuran. Kebajikan hanya tinggal seperempat, mengindefikasikan alam semesta dikuasai oleh kegelapan.
‎Perubahan zaman dari Satyayuga (zaman keemasan) menuju Kaliyuga), bahwa ajaran kebenaran dan kesadaran sebagai umat beragama lambat laun akan berkurang seiring bertambahnya umat manusia dan perkembangan perubahan zaman.

‎Jaman modern (kali) terlihat dari fenomena alam dan perubahan karater manusia dengan tingkat moralitas manusia menurun drastis, tercermin peningkatan kejahatan, kekerasan, dan perilaku tidak terpuji. Kejahatan dan kekerasan menjadi hal yang umum, dan orang-orang yang berbuat dosa bertambah banyak, hukum dan keadilan ternoda, dan orang-orang dengan kekuasaan mulai bersikap semena-mena, uang menjadi faktor utama dalam segala hal, orang-orang cenderung lebih mementingkan materi dari pada nilai-nilai spiritual, murid-murid melawan guru, anak-anak membantah orang tua, hubungan sosial menjadi renggang, rata-rata usia manusia menjadi lebih pendek, orang-orang cenderung mudah sakit dan lemah, pohon-pohon berhenti berbunga, dan hujan turun tidak pada musimnya.
‎Kekerasan, kepalsuan, dan tindak kejahatan akan menjadi santapan sehari-hari, kesucian dan tabiat baik perlahan-lahan akan merosot, gairah dan nafsu menjadi pemuas hati antara pria dan wanita, wanita akan menjadi objek yang memikat nafsu birahi dan kebohongan akan digunakan untuk mencari nafkah.

‎Kitab Manawa Dharmasastra menyebutkan, pada jaman Kali uang atau harta dapat dikuasai, segala benda pemuas nafsu akan mudah didapatkan. Kekawin Niti Sastra menyebutkan:”Yan Yuganta Kali dateng tan hana mengeluwihaning Sang Maha-dana, Sang Sura Pandita Widagda pada mengayap ring Sang Danesivara” Bila jaman kali datang, tidak ada yang lebih hebat dari orang kaya, Para Ksatria (pejabat), Pendeta dan orang pandai, semua sebagai pelayan orang kaya”.
‎Berbagai fenomena Jaman Kali Yuga telah berjalan dilihat dari berbagai kejahatan yang terjadi, prilaku manusia yang telah menyimpang dari prinsip keadilan, para pemimpin/penguasa yang berprilaku menyimpang dari norma-norma kepemimpinan ibarat tubuh manusia apabila kepala yang menjadi sumber, menyimpang akan berpengaruh terhadap organ tubuh yang lain bergerak tidak harmonis. Hembusan angin Kali Yuga kian deras disetiap sudut kehidupan di bumi, dianggap sebagai zaman kegelapan, juga merupakan waktu yang memberikan kesempatan bagi umat manusia untuk kembali ke jalan yang benar. Hitam kusamnya” zaman Kali, antisipasi-antisipasi yang mungkin masih bisa diupayakan adalah ” back to Re-ligion”, kembali ke jalan Dharma. Dharma secara umum didefinisikan sebagai kebajikan (virtue), kewajiban (duty) dan agama (religion). Kewajiban utama manusia adalah melaksanakan dana punya, dilakukan dengan hati yang suci dan ikhlas bukan dengan jalan pamer untuk mendapatkan pujian.

‎Mempertahankan kewajiban yang hanya tinggal seperempatnya dengan membentengi diri dengan Sradha (keimanan) yang kuat tetap memiliki semangat melayani yang tinggi. Sloka Bhagawadita (11.47)”Kewajibanmu hanyalah pada pelaksanaan kerja, tidak’ pada hasil dari kerja itu. Jangan hasil pekerjaan itu jadi motifmu dalam melaksanakan kerja, dan jangan sekali-kali engkau berdiam diri”. Sebagai umat tidak akan pernah kekurangan/kehilangan tempat berpijak ditataran “landasan Spiritual”, guna meminimalkan pengaruh jaman kali, berbuatlah seperti anak kera (markata nyaya), yang berpegang teguh kepada induknya, agar tidak jatuh, manakala sang induk loncat dari dahan yang satu ke dahan yang lain, berprilakulah seperti anak kucing (Marjara Nyaya), serahkan diri sepenuhnya, kendati sang induk tampak seperti memannya, namun itulah cetusan kasih sayang sang induk kepada anaknya (Widiarsa, WHD. NO. 518 Februari 2010). Selain itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan duniawi (artha), kesenangan (kama), dan kewajiban dharma (Tapa, Yadnya, Kirthi), mengamalkan nilai-nilai Vasudaiva Kutumbakam dan Tat Tvam Asi, pada tingkat sadhanah (pendakian spiritual), pengucapan maha mantra/kirtanam.

Penulis adalah Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.

See also  Puncak Perayaan Dies Natalis ke-56 FEB Unud "Accelerating Growth, Shaping Tomorrow"

Redaksi

Related post