Karya Patung Seniman Bali Ketut Putrayasa Hiasi Mandai Rainforest Resort By Banyan Tree Singapura

 Karya Patung Seniman Bali Ketut Putrayasa Hiasi Mandai Rainforest Resort By Banyan Tree Singapura

Seniman Ketut Putrayasa

DENPASAR – baliprawara.com

Dari sebuah desa kecil di Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, lahir sosok pematung yang kini karyanya menembus panggung internasional. Dialah I Ketut Putrayasa, seniman yang karyanya dipercaya menghiasi Mandai Rainforest Resort by Banyan Tree, Singapura.

Sejak dua bulan terakhir, tak kurang dari 14 patung logam karyanya berdiri anggun di resort mewah tersebut. Figur-figur itu bukan sekadar karya seni, melainkan pesan moral tentang konservasi.
“Bentuk yang saya buat adalah hewan-hewan yang hampir punah dan dilindungi, seperti Sunda Pangolin dan Colugo,” ungkap Putrayasa, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, menciptakan patung hewan bukan perkara mudah. Setiap satwa punya karakter berbeda, detail tubuh yang khas, hingga ekspresi yang harus ditangkap dengan tepat.
“Kerumitannya di situ. Tapi saya sangat bersyukur bisa dipercaya membuat karya yang bukan hanya dipajang, tetapi juga diapresiasi di tempat berkelas dunia,” tuturnya.

Karya patung Ketut Putrayasa

Pesan Konservasi

Bagi Putrayasa, patung-patung itu bukan hanya benda hias. Ia ingin masyarakat yang melihat karyanya lebih mencintai hewan sekitar agar tidak punah. “Hewan adalah sahabat manusia yang paling purbawi. Banyak naskah kuno menuliskan sumbangsih hewan terhadap ilmu pengetahuan. Jadi setiap patung saya adalah spirit untuk memahami keberadaan mereka di bumi,” ujarnya penuh makna.

Karya Putrayasa bukan kali pertama dipamerkan di Singapura. Sebelumnya, ia dipercaya menampilkan karya monumental di kawasan konservasi ternama, Mandai Wildlife Singapore.
Salah satunya adalah patung berjudul “Mother & Child”, setinggi 3 meter dengan diameter 5 meter. Patung ini menggambarkan Trenggiling Sunda (Manis javanica) yang melindungi anaknya—sebuah metafora tentang kasih sayang dan perlindungan.

Apresiasi
Pengamat Seni

Pengamat seni sekaligus perupa Tatang B. Sp menilai karya Putrayasa melampaui batas artistik. “Patungnya bukan sekadar representasi visual, melainkan edukasi. Ia mengajak publik lebih peduli terhadap satwa langka, khususnya trenggiling Sunda yang kini terancam punah,” katanya.

See also  Festival Layangan Bali IV Digelar Juli, Koster Apresiasi Konsistensi Seniman

Patung karya Putrayasa.

Menurut Tatang, seni publik seperti yang digarap Putrayasa punya peran besar membentuk kesadaran kolektif. “Melalui patung, publik tidak hanya menikmati estetika, tetapi juga memahami peran ekologis satwa dalam menjaga keseimbangan alam. Patung ini adalah ingatan yang diawetkan,” ujarnya.

Konservasi
dan Spirit Bali

Trenggiling Sunda sendiri kini masuk daftar spesies terancam menurut IUCN sejak 2016, akibat deforestasi dan perdagangan ilegal. Lewat patung berbahan kuningan dengan rangka stainless, Putrayasa menghadirkan detail sisik trenggiling yang tampak hidup, seolah menyampaikan pesan: melindungi hewan adalah melindungi keseimbangan alam.

Bagi Putrayasa, kepercayaan yang diberikan kepadanya di Singapura adalah bentuk tanggung jawab. “Saya berharap karya-karya ini bisa menjadi pengingat, bahwa manusia dan hewan adalah bagian dari satu ekosistem. Seni hanyalah jembatan untuk menyampaikan pesan itu,” pungkasnya.

Kini, dari Bali untuk dunia, karya Putrayasa berdiri sebagai monumen seni sekaligus suara konservasi—mengingatkan setiap orang yang melihatnya bahwa setiap spesies berhak lestari di bumi ini.(MBP2)

Redaksi

Related post