Kasus Kematian Mahasiswa Unud, Menteri HAM Serahkan Sepenuhnya Proses Penyelidikan Kepada Kepolisian
Menteri HAM RI Natalius Pigai, saat kunjungan ke Universitas Udayana, Bali, Jumat, 24 Oktober 2025.
DENPASAR – baliprawara.com
Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menteri HAM RI) Natalius Pigai, melakukan kunjungan ke Universitas Udayana, Bali, Jumat, 24 Oktober 2025. Kunjungan tersebut dilakukan pasca meninggalnya seorang mahasiswa universitas tersebut.
Tiba di kampus negeri tertua di Bali sekitar pukul 11.00 Wita, langsung disambut Rektor Universitas Udayana (UNUD), Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D., beserta jajaran. Menteri HAM kemudian menggelar rapat tertutup bersama pihak terkait.
Dalam kunjungannya, Pigai menyampaikan bahwa kehadirannya di kampus bukan hanya sebagai bentuk formalitas, melainkan sebagai wujud empati dan komitmen pemerintah untuk mendengarkan setiap aspirasi. Dalam kesempatan yang sama, Pigai turut menyampaikan rasa duka cita dan belasungkawa kepada keluarga almarhum mahasiswa Universitas Udayana.
Ia juga telah menemui pihak kampus, aparat penegak hukum, serta komunitas mahasiswa untuk membicarakan langkah-langkah penanganan kasus ini. “Pemerintah turut berempati dan bersimpati atas musibah ini. Kami berkomitmen memastikan adanya keadilan bagi korban serta seluruh masyarakat,” ujarnya.
Dalam pernyataannya, Natalius Pigai menuturkan bahwa terdapat dua hal penting yang kini tengah menjadi fokus perhatian. Pertama, penyelidikan terhadap penyebab meninggalnya mahasiswa. Kedua, dugaan adanya tindakan perundungan atau bullying yang mungkin berkaitan dengan kasus tersebut.
Ia menegaskan bahwa dirinya menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak kepolisian. Menurutnya, hanya kepolisian yang berwenang menentukan apakah ada kaitan antara kematian korban dengan dugaan tindakan perundungan yang ramai dibicarakan di media sosial.
“Semua yang bisa menghubungkan antara dua peristiwa ini, namun semua hanya bisa dijawab oleh penyelidikan polisi. Mereka telah melakukan langkah konvensional dan kini sedang melaksanakan scientific investigation,” jelas Pigai.
Scientific investigation atau penyelidikan ilmiah yang dimaksud meliputi pemeriksaan ponsel korban, riwayat komunikasi terakhir, hingga penelusuran perangkat digital lain yang dapat memberikan bukti pendukung maupun fakta baru dalam kasus ini.
Selain menyoroti proses hukum, Pigai juga menekankan pentingnya penanganan kasus perundungan di lingkungan pendidikan. Ia mengingatkan bahwa bullying bukan hanya terjadi di universitas, tetapi juga di berbagai jenjang pendidikan lainnya, mulai dari sekolah dasar hingga masyarakat umum.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi Nomor 55 Tahun 2024 yang mengatur tentang pencegahan dan penindakan terhadap kekerasan, termasuk tindakan perundungan di kampus.
Menurut Pigai, penerapan sanksi atas pelaku bullying sepenuhnya menjadi kewenangan rektor. Ia menyampaikan keyakinannya bahwa Rektor Universitas Udayana akan mengambil keputusan yang adil dan transparan.
“Saya yakin Rektor akan mengambil keputusan yang berkeadilan. Rasa keadilan itu harus dirasakan oleh korban, keluarga korban, dan juga seluruh civitas akademika,” ujarnya.
Natalius Pigai menyebut bahwa proses hukum terhadap kasus ini masih berjalan, baik melalui penyelidikan konvensional maupun ilmiah. Ia meminta agar aparat kepolisian menuntaskan penyelidikan secara profesional untuk menemukan apakah kematian korban benar terkait dengan tindakan bullying atau ada penyebab lain.
Ia menegaskan pentingnya transparansi hasil penyelidikan bagi pihak keluarga korban. Informasi yang valid dan berbasis fakta, menurutnya, dapat memberikan ketenangan dan keyakinan bagi keluarga yang ditinggalkan.
“Informasi yang jelas dan berdasar fakta sangat penting bagi keluarga korban agar mereka mendapatkan kepastian dan keadilan,” ujar Pigai.
Pigai juga menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Ia berharap kejadian seperti ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik institusi pendidikan maupun masyarakat umum, untuk lebih peduli terhadap tindakan perundungan.
Selain itu, ia juga meminta agar seluruh komponen kampus ikut aktif menciptakan lingkungan akademik yang sehat, menghormati perbedaan, dan mengedepankan rasa saling menghargai antar mahasiswa. (MBP)