Kasus SPI Unud, Saksi Wayan Antara : Dirjen Anggaran Kemenkeu Terlibat saat Penentuan Alokasi Anggaran

 Kasus SPI Unud, Saksi Wayan Antara : Dirjen Anggaran Kemenkeu Terlibat saat Penentuan Alokasi Anggaran

Saksi, I Wayan Antara. SS., MM., yang saat itu memberi keterangan, pada sidang kasus dugaan korupsi SPI Unud, Selasa 28 November 2023.

DENPASAR – baliprawara.com

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) yang menyeret mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., Selasa 28 November 2023, dilanjutkan dengan menghadirkan saksi-saksi. Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar, menghadirkan sebanyak 5 orang saksi, diantaranya, Drs. I Nyoman Pasek Suarsa, Drs. I Komang Teken, I Wayan Antara SE, MM., I Dewa gede Oka, SE., Ida Bagus Suanda Putra.

Salah seorang saksi, I Wayan Antara. SS., MM., yang saat itu memberi keterangan, memaparkan, terkait penerimaan SPI, semua telah melalui dibahas dengan banyak pihak. Dalam pembahasan, kementerian keuangan juga ikut dalam rapat ini. 

Yang mana, sejak Pagu definitif, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, telah terlibat untuk pembahasan. Pagu definitif itu kata dia, adalah anggaran dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Dalam setiap pembahasan, Dirjen Anggaran mengetahui bahwa itu sumbernya dari SPI,” ucap Wayan Antara yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Unud.

Ketika ditanya, pernahkah kementerian keuangan menanyakan kenapa ada SPI?. Apakah Kementerian keuangan menolak, padahal dalam pembahasan Kementerian Keuangan sudah ikut membahas PNBP, yaitu Pagu Definitif, yang di dalamnya ada SPI, dan Kementerian Keuangan menyetujui?. Wayan Antara menjawab, kalau yang disetujui itu disebut dengan alokasi pagu anggaran. Itu muncul setelah dibahas bersama Unud, kemenristekdikti, inspektorat jenderal, dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. 

“Dirjen anggaran terlibat saat penentuan alokasi anggaran. Setelah pagu definitif itulah nanti akan dibahas lagi untuk menentukan alokasi pagu anggaran. Disitulah ada keterlibatan dari dirjen anggaran Kemenkeu. Setelah itu baru keluar Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa). Pagu definitif itu merupakan anggaran dari PNBP,” bebernya.

See also  Wabup Ketut Suiasa Pimpin Rakor Hasil Tindak Lanjut Monev Migas

Dari penjelasan yang disampaikan, Wayan Antara juga menyebutkan kalau semua dana SPI, telah digunakan untuk kepentingan pembangunan di Unud.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Prof. Anyara, sangat menyayangkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia mengatakan kalau kasus ini benar-benar kasus yang menyakitkan hati. Karena dari kasus ini, inti dari dakwaan itu bahwa kementerian keuangan tidak pernah menyetujui SPI tersebut. 

Tentu melalui keterangan saksi, hal itu terbantahkan. Bagaimana tidak menyetujui, saksi mengatakan telah beberapa kali menghadap, kemudian ada lagi laporan setiap triwulan. Bahkan, Kementerian Keuangan juga tahu, tanpa SPI, universitas tidak bisa hidup, karena anggaran untuk pendidikan cuman sekitar 20 persen dari APBN.

Apalagi kata dia, penerapan SPI ini sudah dilakukan di hampir 50 universitas negeri di Indonesia. “Jadi itu bukan perbuatan tidak halal, tentu ini sangat memalukan sekali kasus ini. Seolah olah ini ada target tertentu. Kalau orang memperkosa, itu jelas perbuatan pidana. Kalau SPI jelas sah ada izin, ada permendikti mengatakan boleh. Sudah ada laporan ke kementerian keuangan. Tanpa SPI universitas tidak bisa hidup. Jadi apa yang dipersoalkan,” kata Hottman mempertanyakan.

Dalam kasus ini, jaksa kata Hotman, memaksakan ada satu peraturan pemerintah mengenai tarif dan imbalan jasa. Tarif dan imbalan jasa kata dia, berbeda dengan SPI. Menurutnya, kalau tarif uang kuliah itu tidak boleh nol, sedangkan SPI boleh nol. 

“Berarti dalam kasus ini, peraturan pemerintah yang dipaksakan itu yakni peraturan pemerintah dan dua PMK dari kementerian keuangan. Itu tidak bisa dipakai. Dia memakai peraturan yang salah, agar seolah olah saksi ini melanggar peraturan,” ucap pengacara Nyentrik ini.

See also  FK Unud Terima Kunjungan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Lebih lanjut ia mengatakan, ini soal peraturan. JPU dalam hal ini, memakai peraturan yang salah dalam unsur dakwaan. Yang mana, peraturan pemerintah tahun 2012 mengatakan bahwa mengatur tentang besaran tarif dan imbalan jasa. Misalkan uang kuliah itu tidak boleh nol. Sedangkan,  SPI baru dimulai tahun 2017. “Jadi nggak mungkin SPI yang lahir 2017, tiba-tiba diatur dengan peraturan tahun 2012. Tapi karena tidak ada peraturan lain, itulah yang dipaksakan. Karena salah satu unsur tindak pidana korupsi itu adalah melanggar peraturan. Maka dipaksakan lah peraturan pemerintah tahun 2012 itu,” kata Hotman menambahkan.

Ia kembali menyayangkan, bagaimana mungkin peraturan pemerintah tahun 2012 dipakai untuk SPI yang baru muncul di tahun 2017. “Empat saksi sudah mengatakan sudah menghadap Kemenkeu. Dan semuanya mengatakan kalau itu kewenangan Kemenristekdikti. Terus ada lagi setiap triwulan, ada laporan ke Kemenkeu. Untuk apa dosen seperti ini harus ditahan,” sentilnya.

Untuk kasus yang menjerat mantan Rektor Unud, Prof. Antara, Ia menegaskan, sebagai pengacara dengan bayaran super mahal, mau menjadi penasehat hukum pada kasus ini tanpa dibayar. Tentu hal itu dilakukan untuk membantu menegakkan keadilan. (MBP)

 

redaksi

Related post