Kebijakan Penghentian Alih Fungsi Lahan: Kepemimpinan Berpihak pada Kepentingan Jangka Panjang ala Gubernur Koster

 Kebijakan Penghentian Alih Fungsi Lahan: Kepemimpinan Berpihak pada Kepentingan Jangka Panjang ala Gubernur Koster

Prof. IB Raka Suardana

Oleh Prof. Ida Bagus Raka Suardana

Banjir besar yang melanda Bali pada 10 September 2025 menjadi momen penting dalam arah kebijakan pembangunan daerah. Bencana tersebut meluluhlantakkan sebagian wilayah, terutama Denpasar, dengan korban jiwa sebanyak 17 orang serta kerugian besar berupa rumah, toko, dan perkantoran yang hancur. Salah satu penyebab utama yang teridentifikasi adalah alih fungsi lahan secara masif dan tidak terkontrol untuk kepentingan komersial.

Memperhatikan fenomena itu, Gubernur Wayan Koster tampil dengan gaya kepemimpinan yang berani dan tegas melalui kebijakannya akan menghentikan alih fungsi lahan, terutama lahan produktif, pada tahun 2025 ini.
Kebijakan itu menjadi representasi nyata dari pemimpin yang menempatkan kepentingan jangka panjang rakyat dan lingkungan di atas keuntungan ekonomi sesaat.

Jika dianalisis melalui perspektif teori kepemimpinan modern, gaya kepemimpinan Koster mencerminkan beberapa pendekatan mutakhir.
Pertama, Transformational Leadership menurut Bass & Riggio (2021) menekankan kemampuan pemimpin untuk menginspirasi perubahan fundamental, di mana Koster mendorong pergeseran paradigma pembangunan dari orientasi komersial menuju keberlanjutan.
Kedua, Authentic Leadership dari Walumbwa et al. (2020) menunjukkan integritas dan keaslian sikap pemimpin, yang tercermin dalam keberaniannya menolak tekanan investasi yang merugikan rakyat. Ketiga, Responsible Leadership yang dikemukakan Maak & Pless (2021) menjelaskan pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan, sejalan dengan kebijakan ini yang menekankan perlindungan generasi mendatang dari risiko bencana serupa.
Keempat, Adaptive Leadership oleh Heifetz et al. (2022) menggambarkan kepemimpinan yang mampu membaca kompleksitas situasi dan memberikan solusi tepat, di mana Koster menjawab dilema antara kebutuhan investasi dan ancaman bencana ekologis dengan langkah strategis.
Kelima, Sustainable Leadership menurut Avery & Bergsteiner (2022) menekankan kesinambungan pembangunan, selaras dengan visi menjaga keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan melalui perlindungan lahan produktif.

See also  Gathering Pariwisata, Momentum Untuk Mengevaluasi Kebijakan Strategis di Bidang Pariwisata

Kebijakan ini menunjukkan bahwa meskipun berpotensi mengurangi laju pertumbuhan sektor properti dan investasi komersial, keberanian tersebut memperkuat daya tahan ekonomi Bali dalam jangka panjang. Dengan mempertahankan lahan pertanian, ketahanan pangan masyarakat tetap terjamin, identitas budaya agraris terlindungi, serta risiko bencana ekologis dapat ditekan. Kebijakan ini juga memberi pesan kuat bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan justru berujung pada kerugian yang lebih besar, baik materi maupun nyawa.

Gaya kepemimpinan Gubernur Koster pada 2025 dapat dipahami sebagai kepemimpinan transformatif, autentik, bertanggung jawab, adaptif, dan berorientasi pada keberlanjutan.
Lima teori kepemimpinan tersebut memperlihatkan bahwa keberanian menghentikan alih fungsi lahan produktif adalah langkah visioner yang lahir dari kepemimpinan berkarakter, konsisten, dan berpihak pada kepentingan jangka panjang masyarakat Bali.
Keputusan ini bukan hanya respons atas bencana banjir, tetapi juga fondasi strategis untuk menjaga harmoni antara pembangunan, lingkungan, dan kesejahteraan rakyat. (*)

Redaksi

Related post