Kedapatan Gunakan Paspor Palsu, Pemuda Irak Dideportasi Rudenim Denpasar
MANGUPURA – baliprawara.com
Seorang pria Warga Negara Asing (WNA) asal Irak, dideportasi pihak Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, setelah kedapatan melanggar Pasal 75 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pria berinisial HMQA (25) ini, kedapatan masuk wilayah Indonesia dengan menggunakan paspor palsu.
Dari informasi yang didapat, HMQA datang ke Indonesia pada 11 November 2024 dengan membeli visa 211A secara walk in melalui Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan menggunakan paspor Kuwait bernama Homoud MJ Al Anazi. Namun, dalam pemeriksaan di bandara, petugas Seksi Pemeriksaan IV Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, menemukan bahwa paspor Kuwait yang digunakan diduga palsu.
Dalam pemeriksaan lanjutan diketahui bahwa sebenarnya ia adalah HMQA yang memegang paspor kebangsaan Irak. Adapun dalam pengakuannya HMQA mendapatkan paspor palsu tersebut kepada temannya di Turki dengan membayar uang sejumlah 10.000 USD.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menjelaskan bahwa HMQA memanfaatkan paspor palsu tersebut untuk mempermudah rencana perjalanannya ke Australia. Namun, paspor tersebut tidak valid dan tidak terdaftar di Kedutaan Besar Kuwait, yang mengonfirmasi bahwa paspor Kuwait bernama HMQA bukanlah warga negara Kuwait dan paspor itu palsu.
HMQA juga sempat mengeluh sakit perut pada 13 November 2024 dan menjalani pemeriksaan di klinik. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bekas jahitan di perutnya, yang menunjukkan bahwa ia pernah menjalani operasi kantung kemih dan membutuhkan perawatan medis yang lebih lanjut, yang dapat dibantu oleh keluarga di negara asalnya.
Setelah menjalani proses detensi selama 15 hari, HMQA akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 29 November 2024, dengan tujuan akhir Bandara Internasional Basra (BSR) di Irak, dan dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar. Kasus ini menjadi peringatan bagi semua WNA agar mematuhi ketentuan keimigrasian Indonesia.
Dudy menambahkan bahwa sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan terhadap orang asing yang berpotensi mengganggu keamanan dapat diberlakukan, bahkan seumur hidup jika diperlukan. “Keputusan penangkalan akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan mempertimbangkan seluruh aspek kasus ini,” ucap Dudy.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa tindakan ini menunjukkan komitmen jajarannya dalam menjaga ketertiban dan keamanan keimigrasian. “Kami akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap pelanggaran keimigrasian. Pelanggaran seperti penggunaan dokumen palsu tidak akan ditoleransi, dan kami akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Pramella. (MBP)