Kejanggalan Terus Terkuak, Sejumlah Dana Proyek Pembangunan dan Penarikan Cek Ternyata Tak Dimasukkan Dalam Audit YDP

 Kejanggalan Terus Terkuak, Sejumlah Dana Proyek Pembangunan dan Penarikan Cek Ternyata Tak Dimasukkan Dalam Audit YDP

Suasana persidangan kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura, Selasa 25 Juni.2024. (ist)

DENPASAR – baliprawara.com

Persidangan kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura (YDP), semakin menarik untuk disimak. Pasalnya, dalam beberapa kali persidangan, semakin menguak sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh pihak pelapor.

Penasehat Hukum Terdakwa 1, Sabam Antonius Nainggolan, SH., mengatakan, pada sidang lanjutan yang digelar Selasa 25 Juni 2024, kembali terkuak sejumlah kejanggalan dari hasil audit yang dilakukan pihak Kantor Akuntan Publik (KAP) Ramantha. Yang mana, dari hasil audit tersebut, tidak dimasukkan proses audit terhadap pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp 12 miliar lebih.

Proyek pembangunan tersebut kata dia, tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti dalam perkara ini. Meski demikian, ternyata dalam rekening koran, proyek itu justru ada dalam BAP lembar hasil audit yang dilakukan KAP Ramantha.

“Yang kita hitung, dari hasil audit, tidak dimasukkan terkait pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp 12 miliar lebih. Itu bahkan tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti,” bebernya.

Selain itu, kejanggalan lain juga terkait dengan pencairan cek, sudah sepatutnya menjadi pertanggung jawaban yang mencairkan. Dari hasil konfirmasi, terkait pencairan cek dimaksud, dilakukan atas nama-nama di unit-unit masing-masing. “Ketika ditanya, pencairan cek di unit-unit maising-msing, yang melakukan rekap dilakukan rekap konsolidasi dan pertanggung jawaban ke unit masing masing,” ucapnya.

Ia juga menemukan adanya penarikan cek dari setiap unit yang jumlahnya sekitar Rp 18 Miliar, dan itu tidak dimasukkan ke dalam kolom pengeluaran cek. Dengan demikian, hal inilah yang mengakibatkan terjadinya selisih yang sangat besar pada hasil Audit dimaksud.

Dengan adanya kejanggalan tersebut, saksi yang dihadirkan pada persidangan, justru tetap pada keyakinannya kalau kasus ini merupakan kasus penggelapan. Padahal, sudah jelas adanya kejanggalan-kejanggalan. Namun demikian pihaknya sebagai penasehat hukum, akan tetap berusaha untuk memempertimbangkan upaya hukum.

See also  Unjuk Rasa Menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Ricuh, Seorang Pewarta Foto Terluka

Ketiga saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan yakni, Pdt. Dr. I Ketut Siaga Waspada, I Made Darmayasa, SE,MM, I Nyoman Agustinus, M.Th, ternyata tidak mengetahui terkait dana-dana yang keluar dari Yayasan. Baik itu untuk proyek pembangunan, maupun dana uang melalui penarikan cek. Tentu hal ini sangat janggal apalagi mereka ini merupakan pengurus yayasan. Begitu juga saat dilakukan audit, tentu sangat disayangkan kalau mereka tidak tahu terkait dana-dana yang keluar, sampai ditetapkan hasil audit.

Khusus untuk saksi Agustinus, yang sebelumnya selaku anggota pembina yayasan YDP periode 2016-2020, dan berlanjut sebagai ketua pembina 2020-2024, justru tidak tahu terkait permasalahan ini. Hal itu juga kembali terlihat, saat dilontarkan pertanyaan dalam persidangan, dia justru lebih banyak menjawab tidak tahu. Tentu ini sangat janggal karena ia sebagai Pembina pada YDP.

“Yang menarik lagi, hakim pada saat persidangan, sempat menanyakan kepada saksi pelapor, terkait selisih dana yang ditimbulkan itu, apakah dinikmati terdakwa?, ternyata Saksi ini tidak bisa menjawab. Ini artinya perkara ini seharusnya tidak bisa disidangkan. Karena perlu dikaji lagi tentang independensi hasil audit, Audit ini dibiayai oleh siapa?,” sentilnya.

Dari penelusuran pihak penasehat hukum, kasus dugaan ini sebenarnya tidak bisa disidangkan. Karena berdasarkan Undang-undang, Pasal 50 ayat 3 uu no 16 th 2001 tentang Yayasan, begitu juga dalam AD-ART Yayasan, ketika telah dilakukan serah terima laporan kepada pembina, maka pertanggung jawaban pengurus dalam kepengurusannya tidak dibebankan lagi atau dilepaskan pertanggungjawabannya.

Sehingga dengan ini pengurus tahun 2020-2024 telah melanggar AD-ART dan Undang-undang. Inilah kata dia, yang terungkap di dalam persidangan. “Kalau kita menafsirkan,ada beberapa poin yang dilanggar, yakni Undang-Undang, AD-ART Yayasan, Independensi, dan Hasil Auditnya,” bebernya.

See also  Peduli Peningkatan Perekonomian Masyarakat Buleleng, PLN Serahkan Bantuan 160 Juta

Hai itu karena, saat audit dilakukan, bahkan tanpa didampingi pengawas dan pengurus tahun 2016-2020. Seharusnya ketika mengaudit anggaran di tahun 2016-2020, sebagai pengurus saat periode itu, tentu harus dihadirkan, dan bertanggung jawab menyajikan data. Kemudian dari hasil audit, kedua terdakwa juga tidak pernah dimintai klarifikasi tentang temuan, dan audit bisa dikatakan dilakukan sepihak.

Ia juga menyayangkan, hasil audit yang dijadikan dasar laporan di kepolisian, tanpa adanya konfirmasi kepada semua pihak pemangku kepentingan, serta tanpa ditunjang data-data yang lengkap dan valid. “Sungguh suatu hal berbahaya karena hal tersebut bisa berakibat fatal bagi orang yang dituduhkan,” tutup Rudi Hermawan,SH, didampingi Anindya Primadigantari, SH.,MH, I Putu Sukayasa Nadi,SH.,MH, dari Kantor Hukum SYRA LAW FIRM. (MBP)

 

redaksi

Related post