Kenali Gejala Pubertas Dini Pada Anak

 Kenali Gejala Pubertas Dini Pada Anak

dr. I Nyoman Arie Purwana, Sp.A.

DENPASAR – baliprawara.com

Kondisi kelainan fungsi hormon pada tubuh, terutama pada anak, penting untuk diketahui sejak dini oleh setiap orang tua. Pasalnya, kondisi kelainan fungsi hormon ini, bisa berpengaruh pada kondisi kematangan fungsi yang berpengaruh pada pubertas anak.

Tentu, akibat kelainan pada sistem endokrin ini, dapat berdampak pada kehidupan seorang anak. Setiap gangguan atau kelainan pada fungsi hormonal ini, tentu akan berdampak pada masa depan anak. Hal itu ditegaskan dokter spesialis anak, dr. I Nyoman Arie Purwana, Sp.A.

Menurutnya, Endokrin ini merupakan satu ilmu yang mempelajari fungsi hormonal pada tubuh. Kelainan fungsi hormonal pada tubuh. Bila berbicara endokrin, saat ini memang banyak ditemukan kasusnya kelainan endokrin. Namun, meski kasus bayak, ternyata kondisi seperti ini, tidak disadari oleh keluarga, dalam hal ini orang tua. Adapun kelainan yang disebabkan oleh endokrin yaitu kondisi pubertas dini, yakni suatu kondisi dimana sistem hormonal yang mengaktifkan proses kematangan fungsi sex pada anak, sudah bekerja lebih awal dibandingkan seharusnya atau sering disebut pubertas dini.

“Normalnya pada anak perempuan, ada di usia 8-13 tahun, sedangkan pada anak laki-laki, ada di rentang usia mulai 9-14 tahun,” kata dr. Arie yang bertugas di RS Kasih Ibu Denpasar, Jumat 20 Mei 2022.

 

Lebih lanjut dikatakan, selama pandemi Covid-19, kasus akibat endokrin ini, meningkat tajam. Dari 50 dokter konsultan endokrin anak di Indonesia termasuk 4 ada di Bali, juga mengatakan hal sama. Meningkatnya kasus akibat Endokrin ini terlihat, terutama di kota-kota besar. Karena, di Kota Besar, kesadaran masyarakatnya untuk memeriksakan anak ke dokter konsultan endokrin, lebih tinggi. Sehingga bisa diketahui lebih awal dan diambil tindakan terapi. 

See also  Paiketan Krama Istri dan Pasikian Pacalang Bali Diharapkan Jadi Teladan Baik Bagi Semua Krama

Menurutnya, kasus endokrin di masa pandemi mengakibatkan banyak anak yang mulai puber lebih awal. Hal itu kata dia, disebabkan adanya sistem hormonal yang mengatur itu, dan ada juga  faktor-faktor yang mengganggu. Kondisi ini ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat. Artinya fungsi dari hormon ini, mengalami kondisi tidak normal. Selama pandemi, pada anak perempuan, bila terinfeksi virus Covid-19, sistem hormonal yang mengatur itu, akan bekerja lebih cepat. “Ini (hormon yang mengatur), akan menjadi lebih aktif. Dari seharusnya baru akan aktif setelah usia 8-13 tahun,” ucapnya.

Selam pandemi, aktivitas banyak dilakukan rumah. Dengan kondisi ini, tentu anak-anak lebih mudah mengalami stres. Kondisi stres ini kata dia,  juga memicu anak puber dini. Oleh karena itu, keberadaan keluarga penting untuk membuat anak itu nyaman. Kemudian penggunaan gadget juga berpengaruh. Karena dengan sibuk.bermain gadget anak-anak akan terlalu santai dan tidak banyak aktivitas. 

Terkait pubertas dini, tanda awalnya pada wanita, akan terlihat pembesaran payudara, dan pada anak laki biasanya jarang dicek, yakni terjadinya pembesaran pada testis. “Jadi kalau kita berbicara apakah mereka mengalami pubertas dini, harus ada tanda pembesaran itu,” bebernya.

Adapun dampak dari pubertas dini, adalah pertama, puncak kecepatan pertumbuhan anak itu akan berhenti dan postur tubuh anak bisa pendek.  Kedua, pada perempuan, kemungkinan menopause bisa lebih awal. Artinya risiko osteoporosis bisa lebih cepat. 

Kemudian, dampak Ketiga adalah, anak secara fisik sudah puber, tapi secara emosi belum kelihatan. Ini terkadang menyebabkan anak itu stres, sering menahan diri dari pergaulan, minder. Kecenderungan anak itu akan  mengalami, suka merokok, penggunaan obat-obatan, bullying dan sebagainya. 

See also  Astra Motor Bali Terima Kunjungan SMK Negeri 1 Pleret Yogyakarta, Bentuk Implementasi Link and Match

Selain itu, makanan juga berpengaruh, yakni mengkonsumsi protein hewani yang cukup tinggi, juga merangsang puber lebih cepat. Untuk orangtua, diharapkan selalu mendiskusikan kondisi anak pada dokter anak setiap memeriksakan, serta turin memeriksakan anak ke dokter. Idealnya, 3 tahun pertama, di luar jadwal imunisasi, setiap 6 bulan, harus dilakukan screening. Setelah 3 tahun, selanjutnya, setiap 1 tahun cukup. (MBP1)

 

redaksi

Related post