Kerinduan Penonton Terobati, Drama Gong Banyuning “Sampik-Ingtay” Tampil dengan Wajah Baru

Figur Sampik dan Ingtay dalam pementasan rekonstruksi drama gong pakem Banyuning.
DENPASAR – baliprawara.com
Kerinduan masyarakat terhadap kesenian drama gong pakem Banyuning Singaraja terobati Kamis 3 Juli 2025 malam di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali Art Center Denpasar.
Betapa tidak, kesenian drama gong yang sangat populer di era 1970 – 1980-an itu berhasil direkonstruksi dan dipentaskan oleh Sanggar Nong Nong Kling Banyuning Buleleng dalam ajang PKB ke-47 tahun 2025 ini.
Dulu, saking populernya, drama gong khas Banyuning — yang diperkenalkan Sekaa Drama Gong Puspa Anom Banyuning– sempat pentas sampai ke Lombok. Tampil dengan lakon sama selama seminggu di tempat yang sama, penontonnya tetap ramai. Begitulah, magnet drama gong begitu kuat pada zamannya.
Sekarang, daya pikat drama gong sudah menguat, termasuk pakem Banyuning.
Terbukti pada Kamis (3/7) malam itu, Kalangan Ayodya, tempat dipentaskan drama gong pakem Banyuning, dipadati penonton.
Banyak penonton yang rindu terhadap drama gong pakem Banyuning itu sehingga suntuk menyaksikan pagelarannya sampai akhir cerita. Terlebih lakon yang ditampilkan sudah tak asing lagi di kalangan pecinta drama gong lawas, yakni “Sampik – Ingtay”.
Penonton seolah-olah larut dalam cerita romantisme Sampik dan Ingtay yang cinta sejatinya sampai dibawa mati. Bahkan ada yang terisak sedih ketika memasuki adegan Sampik (yang diperankan Gede Aditya Simpati Aji) luka hati, karena mengetahui kekasihnya, Ingtay (diperankan Luh Made Tia Kusmirah Dewi) dijodohkan dengan Subandar Macun (diperankan Gede Mas Budayasa, S.Ag, M.Pd.), lelaki kaya raya. Sampik sakit kemudian tutup usia.
Ketua Sanggar Seni Nong Nong Kling, Kelurahan Banyuning, Buleleng Nyoman Suardika alias Mang Evo menyampaikan apresiasi terhadap Pemprov Bali melalui Disbud yang telah memberikan kesempatan untuk merekonstruksi drama gong pakem Banyuning. Terwujudnya drama gong pakem Banyuning ini juga berkat bimbingan sesepuh drama gong Puspa Anom yang bersedia berkolaborasi dengan pemain dan penabuh generasi muda.
Pagelaran di PKB kali ini melibatkan sekitar 75 penari dan penabuh, dengan persiapan yang cukup matang, sekitar 3,5 bulan.
Sebelum pentas di PKB, Sanggar Nong Nong Kling juga sudah pernah memainkan drama gong Banyuning hasil rekonstruksi ini di Buleleng.
Dikatakan, drama gong Banyuning memiliki pakem yang khas. Misalnya, saat menampilkan lakon Sampil Ingtay, ada dekorasi dan propertinya, seperti peti mati, kuburan dan sebagainya. Dekorasi itu mengikuti adegan cerita. Pakem lainnya, ada adegan romantis, adegan sedih, tegang dan lawakan.
Nyoman Suardika yang dosen Institut Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja ini berharap, tak hanya di PKB, drama gong pakem Banyuning ini bisa dipentaskan dalam hajatan pemerintah dan sebagai. Sebab melalui pementasan yang durasinya bisa diperpendek, pemerintah bisa menyelipkan program edukasi.
Cerita “Sampik Ingtay”
Alkisah, Sampik mohon kepada kedua orangtuanya untuk melanjutkan sekolah di Hangciu. Begitu pula
dengan Ingtay memiliki tujuan yang sama. Mereka bertemu di perjalanan menuju Hangciu dan akhirnya berangkat bersama menuju tempat sekolah tersebut.
Singkat cerita, mereka berhasil menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun. Setelah tamat , di situlah Sampik baru menyadari bahwa Ingtay yang selama ini diajak bermain, menuntut ilmu, dan bahkan tidur bersama, adalah seorang wanita. Mereka akhirnya jatuh cinta.
Sebelum kembali ke rumah masing-masing, mereka mengikat janji agar kelak Sampik meminang Ingtay dengan selang waktu sepuluh hari lagi.
Namun Sampik mendatangi Ingtay setelah 30 hari. Keterlambatan ini disayangkan oleh Ingtay, karena Sampik keliru menghitung hari. Selain itu Sampik juga merasa sedih karena Ingtay telah dijodohkan dengan sorang yang kaya raya bernama Subandar Macun. Sampik pun pulang dengan perasaan sedih dan hancur.
Sesampainya di rumah, Sampik jatuh sakit kemudian meninggal dunia. Kabar tentang kematian Sampik tersebar luas hingga Ingtay mengetahui. Mendengar kabar itu hatinya pun hancur.
Akhir cerita, tibalah hari saat Subandar Macun menikahi Ingtay. Subandar Macun membuat pernikahan besar-besaran dan diarak keliling negeri. Di tengah perjalanan, arak-arakan mereka melewati kuburan Sampik. Di situlah Ingtay meminta izin kepada suaminya untuk bersembahyang di kuburan Sampik.
Tanpa rasa curiga, Subandar Macun mengijinkan Ingaty. Saat sembahyang itulah Ingtay memanggil-manggil nama Sampik. Tak lama kemudian kuburan Sampik terbuka dan Ingtay masuk ke dalamnya. (MBP2)