Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana, Tergantung dari Edukasi Soal Mitigasi Bencana

 Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana, Tergantung dari Edukasi Soal Mitigasi Bencana

DENPASAR – baliprawara.com

Sebagai destinasi pariwisata dunia, pemerintah Bali kerap menyuguhkan wajah Bali yang adem, aman dan nyaman sesuai pandangan Sapta Pesona. Kondisi ini juga begitu rekat pada cara berfikir masyarakat. Tujuannya adalah satu, yakni wisatawan bisa datang berlibur ke pulau dewata dan perekonomian di Bali berjalan normal.

Sebagai contoh, peristiwa meletusnya Gunung Agung pada tahun 2017-2018 membuat ribuan warga harus mengungsi. Selain itu, berdampak pada menurunnya pariwisata Bali karena Bandara internasional I Gusti Ngurah Rai yang menjadi pintu gerbang bagi wisatawan juga berulang kali harus ditutup dan tidak beroperasi. Peristiwa Gunung Agung meletus juga pernah terjadi pada tahun 1963. Yang mana letusannya tidak hanya menelan korban jiwa tapi juga berdampak iklim yang dirasakan di seluruh dunia. 

Atas dasar itu semua,  Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar menyelenggarakan webinar bertajuk “Mitigasi Bencana di Destinasi Wisata, Keselamatan atau Keuntungan?” pada Rabu (7/4). Diisi oleh tiga narasumber yakni Devy Kamil Syahbana sebagai Kepala Sub Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Made Rentin sebagai Kepala BPBD Provinsi Bali, dan Yoyo Raharyo sebagai Redaktur Radar Bali.

Kepala Sub Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG yakni Devy Kamil Syahbana menyebutkan, kesiapsiagaan suatu daerah dalam menghadapi bencana tergantung dari edukasi soal mitigasi bencana yang diberikan oleh pemerintah setempat. Sebab, kata Devy, jika berkaca pada pengalaman tahun 2017-2018 saat erupsi Gunung Agung, masyarakat di Bali tak cukup siap dalam hal mitigasi bencana.

“Itu tergantung seberapa siap masyarakatnya menghadapi bencana. Kalau memang masyarakatnya sudah dilatih dan sudah siap, pasti mereka tidak akan panik. Kalau tidak siap pasti mereka akan panik. Refleksinya apa ? ternyata kejadian erupsi tahun 2017 lalu, ternyata kita tidak cukup siap untuk melakukan respon. Saat media menyampaikan ada ancaman, respon dari pentahelix lainnya tidak terkait. Jadi antara pentahelix lainnya malah saling berperang. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi,” kata Devy.

See also  Beri Solusi dan Tuntaskan Aspirasi, Koster-Giri Siap Selesaikan Masalah Air Bersih di Bengkala

Sementara itu, Kepala BPBD Provinsi Bali Made Rentin mengatakan, kesiapan Bali dalam mitigasi bencana belum sepenuhnya siap 100%. Menurut dia, hal itu akan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan oleh BPBD Provinsi Bali agar bisa meminimalisir resiko jika sewaktu-waktu terjadi bencana khususnya erupsi gunung Agung.

“Kalau ditanya siap, siap 100% belum ya, dan itulah tugas kami di pemerintah daerah melalui BPBD, karena salah satu indikator keberhasilan siapapun yang bertugas di BPBD adalah bagaimana membuat kesiapan dari masyarakat bisa maksimal,” kata dia.

Lebih lanjut Rentin menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah skema agar kesiapan masyarakat bisa 100%. Salah satunya dengan menjadikan tanggal 26 setiap bulan sebagai hari simulasi bencana dan menggandeng desa adat. “Gubernur sudah menetapkan. Simulasi bencana itu dilakukan oleh kita semua, setiap tanggal 26 setiap bulan, dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar sampai dengan skup terbesar,” terangnya.

Dikatakan, saat ini pihak BPBD sudah membangun dan berkolaborasi dengan desa adat dengan harapan mulai bergerak dalam kesiapsiagaan bencana, salah satunya melatih diri, melakukan kesiapan bencana. Bahkan untuk kesiapsiagaan ini, pihaknya membuat pemetaan evakuasi berbasis banjar dan berbasi desa. “Kami memetakan ada 28 desa di lingkar Gunung Agung. Dari 28 desa itu tentu ada banjar, dusun, dan kepala dusun, dan disana sudah kami sebar dan proses pendataan sedang berlangsung dan mendekati finalisasi,” bebernya.

Dalam hal ini, disana pasti ada warga yang berada di kawasan rawan bencana. Sehingga evakuasi terstruktur bisa dilakukan dengan baik, dari dusun A ke dusun B.  “Jadi pemetaan itu sedang kami lakukan,” tutur Rentin.

See also  Pandemi Covid-19, Kwarda Bali Gelar Rakerda Secara Virtual dan Tatap Muka Terbatas

Diluar dari dua pemateri itu, ada hal yang juga harus diperhatikan oleh para wartawan saat meliput bencana alam. Yoyo Raharyo Redaktur Radar Bali, menekankan pentingnya pekerja media untuk menambah pengetahuan agar penyampaian informasi kepada masyarakat bisa lebih tepat. 

“Media harus terus meningkatkan pengetahuan terkait dengan kebencanaan dan sumber-sumber harus diperluas agar berimbang dan tidak berat sebelah,” harapnya. (MBP)

prawarautama

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *