Kuliner Tradisional Bali: Bagaimana Perlindungan Hukumnya dalam Perspektif Pengetahuan Tradisional?

 Kuliner Tradisional Bali: Bagaimana Perlindungan Hukumnya dalam Perspektif Pengetahuan Tradisional?

Putu Aras Samsithawrati, S.H., LL.M. – Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

DENPASAR – Baliprawara.com

Oleh:
Putu Aras Samsithawrati, S.H., LL.M.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

Betutu, sate lilit, lawar dan serombotan sebagai beberapa contoh kuliner tradisional Bali tentunya sudah tidak asing di telinga para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Putu Diah Sastri Pitanatri dan I Nyoman Darma Putra (2016) mengemukakan adanya keterkaitan kegiatan kepariwisataan di Bali dengan pengembangan kuliner tradisional Bali sebagai salah satu ikon baru kepariwisataan. Kuliner tradisional Bali dengan cita rasanya yang original dan disantap secara langsung di tempat asal kuliner ini sambil melihat alam pulau Bali menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan. Tidak hanya itu, dengan kecanggihan teknologi dan pengemasan yang apik, kuliner tradisional Bali seperti Betutu bahkan bisa awet untuk dijadikan buah tangan wisatawan dan dibawa pulang ke kampung halaman setelah berlibur ke Bali.

Di balik kelezatan kuliner tradisional Bali tersebut, sesungguhnya terdapat aspek hukum yang berkaitan dengannya. Pertama, aspek hukum kekayaan intelektual, khususnya Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Jika studi-studi terdahulu banyak mengangkat kajian mengenai Kekayaan Intelektual (KI) yang bersifat individual, namun seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini, karya-karya tradisional yang tercakup dalam rezim KIK juga turut menjadi popular. Kuliner tradisional Bali seperti sate lilit tersebut termasuk sebagai bagian dari perlindungan KIK di bidang Pengetahuan Tradisional. Di Indonesia, pengaturan yang secara khusus membahas mengenai KIK yang di dalamnya termasuk Pengetahuan Tradisional adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuasi Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal (“Permenkumham 13/2017”).

Perlindungan Pengetahuan Tradisional termasuk didalamnya kuliner tradisional maka kuliner tersebut harus mengandung unsur karateristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan dan dipelihara oleh suatu komunitas atau masyarakat tertentu (Pasal 1 ayat (3) Permenkumham 13/2017). Misalnya serombotan jenis makanan tradisional khas Kabupaten Kelungkung, merupakan kuliner tradisional Bali yang dihasilkan dan dikembangkan dari pengetahuan yang merupakan warisan secara turun temurun lintas generasi, secara berkelanjutan dilestarikan, dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Klungkung, Bali. Secara spesifik, kemahiran dalam membuat makanan tradisional, termasuk di dalamnya makanan tradisional Bali, termasuk ke dalam jenis perlindungan Pengetahuan Tradisional yang diberikan perlindungan hukum melalui ketentuan Pasal 3 huruf (p) Permenkumham 13/2017.

See also  Tiga Program Studi di FTP Unud Laksanakan Kuliah Lapangan

Kuliner tradisional yang termasuk dalam salah satu jenis Pengetahuan Tradisional yang mendapat perlindungan dalam rezim KIK ini wajib dilakukan usaha inventarisasinya. Inventarisasi dalam bentuk studi lapangan/kelayakan, kelengkapan administrasi, pengusulan penetapan hasil inventarisasi dan/atau perukaran data ini dilaksanakan oleh Menteri dan dapat dilakukan kerjasama juga dalam prosesnya dengan Kementerian, Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 7 Permenkumham 13/2017).

 

Inventarisasi dan pencatatan pada Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia yang dapat diakses pada website resmi Direktorat Jenderal KI Kemenkumham, memiliki tujuan perlindungan defensif. Artinya, kegiatan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa karya KIK tersebut adalah milik masyarakat pengemban tersebut serta karenanya mencegah pihak lain untuk mengklaim bahwa karya tersebut adalah miliknya. Selain itu, dengan data KIK yang mutakhir tentu saja akan mempermudah berbagai pihak yang berkepentingan, misalnya peneliti, untuk mempergunakan data tersebut secara cepat, efektif dan bertanggung jawab.

Selain KIK, kuliner tradisional Bali sebagai bagian dari Pengetahuan Tradisional juga mendapat perlindungan di aspek yang kedua, yaitu pemajuan kebudayaan (Pasal 5 huruf (e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (“UU 5/2017”). Di Bali sendiri sudah terdapat Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali (“Perda 4/2020”) untuk mewujudkan penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali. Dalam Pasal 7(1)(s) Perda 4/2020, kuliner tradisional ini merupakan objek penguatan dan pemajuan kebudayaan dalam kategori “boga”.

See also  Peringati World and National Hearing Day, RS UNUD gelar Bakti Sosial di Poliklinik Spesialis THT

Terkait Pengetahuan Tradisional yang merupakan salah satu Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 5 (e) UU 5/2017), maka makanan tradisional ini juga wajib dilakukan inventarisasinya melalui tiga tahapan (pencatatan dan pendokumentasian, penetapan dan pemutakhiran data). Perbedaannya dengan rezim KIK yaitu selain Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya yang wajib melakukan inventarisasi dalam hal pencatatan dan pendokumentasian serta pemutakhiran data ini, terdapat juga ruang bagi setiap orang untuk dapat melakukan kegiatan tersebut dengan dapat difasilitasi Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 16 jo. Pasal 17 jo. Pasal 18 UU 5/2017). Data mengenai Objek Pemajuan Kebudayaan ini dapat diakses pada Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu Kemendikbud dalam website resmi Kemendikbud.

Dengan adanya berbagai peraturan hukum yang memberikan perlindungan secara normatif bagi makanan tradisional Bali, maka peran serta masyarakat dalam membantu pemerintah dalam usaha inventarisasi dan pencatatan makanan tradisional Bali baik pada Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal maupun pada Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu Kemendikbud sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat giat perlindungan hukum, khsusnya perlindungan secara defensif atas makanan tradisional Bali tersebut. Tentu saja masyarakat Bali ingin ”Sate Lilit” dan beragam kuliner tradisional Bali lainnya yang merupakan bagian dari Pengetahuan Tradisional mendapat perlindungan hukum dan dikenal berasal dari Bali. (MBP)

 

tim redaksi

Related post