LPSK dan BNPT Sosialisasikan Putusan MK Perihal Batasan Jangka Waktu Permohonan Bantuan Korban TP Terorisme
Sosialisasikan Putusan MK Perihal Batasan Jangka Waktu Permohonan Bantuan Korban TP Terorisme, Jumat 11 Oktober 2024, di Kuta.
MANGUPURA – baliprawara.com
Ratusan korban terorisme masa lalu, hingga saat ini, masih banyak yang belum mengajukan permohonan bantuan medis, psikologis, psikososial dan kompensasi. Dari data yang dimiliki Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dari tahun 2020-2021, jumlah korban terorisme masa lalu yang sudah diberikan bantuan, baru sebanyak 572 korban, dengan total nilai kompensasi sebesar Rp 113 miliar lebih.
Namun menurut Wakil Ketua LPSK Mahyudin, secara keseluruhan, baik dari keputusan pengadilan maupun diluar putusan pengadilan, ada sebanyak 785 korban. Sementara, untuk korban bom Bali 1 dan 2 yang sudah total ada sebanyak 129 orang yang sudah menerima kompensasi.
Saat ini, uji materi perihal batasan jangka waktu permohonan bantuan medis, psikologis, psikososial dan kompensasi bagi korban Tindak Pidana (TP) Terorisme masa lalu, telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pasca putusan itu, LPSK dan BNPT bergerak cepat dengan melakukan sejumlah langkah termasuk sosialisasi untuk menjangkau korban TP Terorisme yang belum mengajukan permohonan bantuan.
Lebih lanjut Mahyudin mengatakan, setelah adanya putusan MK itu, LPSK dan BNPT memiliki waktu hingga 2028 untuk menjangkau korban terorisme masa lalu yang belum mengajukan bantuan, baik medis, psikologis, psikososial dan kompensasi dalam kurun waktu 2018-2021 sebagaimana mandat UU No.5 Tahun 2018. “Batasan jangka waktu yang cukup singkat menyebabkan masih ada korban yang belum mengajukan haknya,” kata Mahyudin, saat ditemui di Kuta, Jumat 11 Oktober 2024.
Menurut Mahyudin, korban ingin disamakan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 27 (1) UUD 1945, yang menyebutkan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan”. Batasan jangka waktu itu cukup singkat mengingat peraturan pelaksana baru terbit pada 2020 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2020. “Efektif hanya tersedia waktu satu tahun untuk melakukan sosialisasi, penetapan korban, perhitungan dan penetapan kompensasi,” jelas Mahyudin.
Sementara itu, Direktur Perlindungan BNPT Imam Margono menyatakan, korban terorisme wajib dilindungi negara dan pelaksanaannya dilakukan oleh BNPT dan LPSK. “Aturan lama (memberikan batasan jangka waktu) tiga tahun untuk identifikasi penyintas terorisme. Karena singkatnya waktu, belum semua penyintas berhasil diidentifikasi dan mendapatkan bantuan. Setelah uji materiil dikabulkan MK, BNPT dan LPSK langsung bergerak,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian terhadap uji materiil konstitusionalitas Pasal 43L ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (UU Terorisme).
Dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Kamis (29/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK itu, mahkamah menilai frasa “3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku” dalam Pasal 43L ayat (4) UU No. 5 Tahun 2018 adalah inkonstitusional secara bersyarat. Sehingga batasan jangka waktu diperpanjang menjadi 10 tahun terhitung sejak tanggal UU tersebut mulai berlaku. (MBP)