Malam Pangerupukan di Kuta, Ini Harapan Saat Parade Ogoh-ogoh
MANGUPURA – baliprawara.com
Malam pangerupukan atau sehari menjelang hari raya Nyepi Caka 1946, menjadi momentum untuk kembali menggelar parade ogoh-ogoh. Seperti yang digelar di Desa Adat Kuta, Badung, Bali, Minggu 10 Maret 2024, puluhan ogoh-ogoh diarak keliling Kuta.
Tentu parade ogoh-ogoh ini, menjadi tontonan yang paling ditunggu-tunggu ribuan wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara. Sejak Minggu siang, persiapan telah dilakukan para pemuda di Desa Adat kuta sebelum malamnya digelar parade.
Dari pihak pemerintah Kabupaten Badung, sebelumnya telah meminta agar membatasi pelaksanaan parade sampai pukul 22.00 Wita atau jam 10 malam. Namun demikian, gal itu dirasa cukup memberatkan bagi Desa Adat yang memiliki jumlah banjar cukup banyak, seperti di wilayah Kuta. Pasalnya, selain parade, pengarakan ogoh-ogoh juga diisi dengan fragmen tari, yang pada kesempatan itu, dikemas dalam bentuk pagelaran Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta.
Atas pertimbangan itulah, untuk di Kecamatan Kuta, disepakati bahwa pelaksanaan pengarakan Ogoh-ogoh, maksimal selesai sampai pukul 24.00 Wita. Hal itu juga sesuai dengan kebijakan dari Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta yang disampaikan kepada Majelis Desa Adat Kabupaten Badung. Bahkan, kebijakan itu telah dibahas dalam rapat koordinasi (Rakor) pelaksanaan hari raya Nyepi di Kecamatan Kuta, pada Rabu 6 Maret 2024.
Seperti yang disampaikan Ketua Majelis Alitan Desa Adat Kecamatan Kuta, Wayan Wasista, Minggu 10 Maret 2024, dari Rakor yang digelar, dari Dinas Kebudayaan (Disbud) Badung memang diminta agar pawai ogoh-ogoh dapat dilaksanakan tidak sampai lewat dari jam 10 malam. Namun kata dia, Bupati Nyoman Giri Prasta kemudian memberi kebijakan, dengan melihat kondisi di lapangan.
Pada parade itu, Bupati Giri Prasta tidak menginginkan para yowana yang sudah mempersiapkan ogoh-ogoh, kecewa dengan terbatasnya waktu pelaksanaan ajang kreatifitas pemuda di Badung itu. Sehingga kemudian akhirnya diberi kebijakan sampai jam 12 malam. Namun tetap dengan catatan, agar semua pelaksanaan dapat berlangsung dengan aman dan nyaman.
Oleh karena itulah, Wasista yang juga mantan Bendesa Adat Kuta ini, berharap kepada petugas di lapangan, agar tidak langsung memakai acuan kesepakatan jam 10 malam. Apabila waktu pelaksanaan parade lewat, namun prosesi masih berlangsung, petugas diharapkan tidak langsung menghentikan, namun agar diimbau. “Jangan langsung penyetopan, karena rawan menimbulkan resiko gesekan dengan pemuda yang merasa kecewa karena kreatifitasnya tidak bisa tersalurkan. Petugas kami harapkan mengedukasi dengan bijaksana, terkait batasan sampai jam 12 malam sesuai arahan Bupati Badung,” harapnya. (MBP)