Mengubah Pola Pikir Masyarakat, Memanfaatkan Sampah Menjadi Lebih Baik

Tumpukan sampah di TPA Suwung.
DENPASAR – baliprawara.com
Bali sebagai tujuan wisata favorit baik domestik maupun mancanegara, sangat dikenal dengan budayanya yang unik. Tak hanya itu, Bali juga dikenal dengan keindahan alamnya, pemandangan gunung, pantai yang indah, serta sawah terasering yang menawan.
Namun di tengah gemerlap pariwisata Bali yang terus bertumbuh, ada permasalahan krusial yang dihadapi Bali. Salah satunya adalah permasalahan sampah.
Kondisi sampah yang belum tertangani dengan baik, menjadikan Bali semakin darurat sampah. Bahkan ada yang mengatakan Bali akan kiamat akibat sampah.
Terkait hal itu, pemerintah provinsi Bali, telah mengambil berbagai upaya untuk bisa mengatasi permasalahan sampah ini. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan, termasuk sosialisasi yang terus dilakukan. Namun, sejumlah kebijakan solutif yang dikeluarkan, ternyata belum sepenuhnya diterapkan oleh masyarakat.
Justru masyarakat semakin menjadi-jadi. Aturan demi aturan yang dikeluarkan pemerintah, masih saja dilanggar. Masyarakat masih abai terhadap kebersihan lingkungan nya. Banyak masyarakat yang dengan sengaja, membuang sampah rumah tangga mereka ke sungai, maupun saluran air lain. Tempat kosong yang sudah dipasang spanduk larangan pun tak luput dijadikan tempat pembuangan sampah.
Untuk mewujudkan Bali bebas sampah plastik sekali pakai, sudah dilakukan upaya dan program berupa pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, yang diatur ke dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 pada tahun 2018. Selain itu juga diterapkan pengelolaan sampah berbasis sumber yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019. Pergub ini menekankan kepada 636 desa, 80 kelurahan dan 1500 desa adat untuk mensosialisasikan kepada warganya agar aktif membangun desa dan wilayahnya dengan melakukan pemilahan sampah sesuai jenisnya, selain mereka juga harus bertanggung jawab pada sampah yang mereka buat.
Selain dua peraturan di atas yang mengikat untuk bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan, Pemerintah Provinsi Bali juga melakukan upaya perlindungan terhadap danau, mata air, sungai dan laut yang diatur ke dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020.
Untuk mempercepat pencapaian Bali Bersih Sampah, Gubernur Bali memberlakukan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, dengan pertimbangan kewajiban melestarikan ekosistem alam, manusia dan kebudayaan Bali, Bali merupakan destinasi utama pariwisata dunia dan pengelolaan sampah di Provinsi Bali belum berjalan dengan optimal.
Namun, kebijakan ini di masyarakat masih belum sepenuhnya diterapkan. Tentu dalam hal ini, pola pikir masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan termasuk memulai memilah sampah harus terus dilakukan. Ini penting untuk membentuk karakter masyarakat yang taat pada aturan.
Seperti yang disampaikan, I Nyoman Subanda, Dosen FISIP Universitas Pendidikan Nasional. Menurutnya, dalam penanganan sampah, semua komponen masyarakat harus berpartisipasi dan harus terlibat. Oleh karena itu, penanganan sampah ini tidak hanya mengandalkan peran pemerintah saja. Pemerintah dalam hal ini berkolaborasi, bersinergi dengan semua komponen masyarakat, termasuk otoritas tradisional, seperti desa adat, subak, dan sebagainya.
Berkaca dari negara-negara maju yang pemerintahnya tegas, aturannya jelas, kemudian sanksinya juga pasti, dan SOP nya pasti. Sikap lain adalah perilaku masyarakatnya harus diedukasi lebih awal. “Oleh karena itu, sosialisasi yang dilakukan tidak hanya soal metode pembuangan sampah saja, tapi juga edukasi menyangkut perilaku masyarakat dalam rangka untuk pembentukan karakter. Dalam hal ini, bolehlah kita meniru negara-negara maju,” ucapnya.
Hal senada disampaikan. Ketua TPST 3R Desa Adat Seminyak I Komang Ruditha Hartawan. Terkait surat edaran gubernur Bali mengenai pembatasan AMDK di bawah 1 liter, ia menilai hal itu bukan merupakan salah dari botol plastiknya. Namun kita sendiri yang salah, membuang botol plastik sembarangan.
Dalam mengelola sampah kata dia, di semua negara hampir sama, tapi kembali lagi kepada pola pikir masyarakatnya dalam memanfaatkan sampahnya menjadi lebih baik.
“Sekarang sebenarnya kita yang salah, karena membuang botol-botol plastik sembarangan, jadi perilaku kita semua harus diperbaiki. Bagi saya, mengelola sampah di negara lain sama saja. Hal paling susah adalah mengubah pola pikir masyarakat supaya memanfaatkan sampah menjadi lebih baik,” ucapnya.
Untuk di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Seminyak yang dikelolanya, saat ini telah menangani sebanyak 1.800 lebih pelanggan yang ada di Desa Adat Seminyak. Dari jumlah itu, per hari pihaknya menerima sebanyak 179 meter kubik sampah yang berasal dari rumah tangga, hotel, vila, restoran dan cafe.
Diungkapkan, sampah yang masuk ke TPS3R tergantung dari situasi dan kondisi pariwisata. Apabila pariwisata sedang low season, volume sampah akan turun. Begitu sebaliknya, kalau pariwisata sedang high season, tentu volume sampah akan naik. Contohnya seperti libur Natal dan Tahun Baru, Idul Fitri, libur sekolah itu kiriman sampah yang masuk pasti banyak, bahkan bisa sampai overload.
Komang Rudita lebih lanjut menyampaikan karakteristik sampah itu berbeda tergantung situasinya di Seminyak. Karena daerah pariwisata, tentu karakteristik sampahnya lebih banyak yang organik. Kalau dipersentasekan, karakteristik sampah di Seminyak 60 persen organik dan 40 persen anorganik. “Sampah organik di sini kita olah menjadi kompos sedangkan untuk anorganik khususnya sampah jenis botol plastik kita bisa kumpulkan menggunakan alat pres dan dijual kembali,” ucapnya.
TPS3R Desa Adat Seminyak memiliki luas 17,5 are beroperasi sejak tahun 2003 dan saat ini memiliki armada sebanyak 28 unit mobil truk besar dan kecil tetapi yang beroperasi 22 unit dan 6 unit sisanya dijadikan cadangan. Adapun jumlah orang yang dipekerjakan sebanyak 52 orang.
Meski pengelolaan sampah di TPS3 R Seminyak telah berjalan baik, sampai saat ini, sampah residu masih tetap dibuang atau kirim ke TPA Suwung. Untuk itu, yang paling utama diharapkan adalah memiliki sebuah alat atau teknologi untuk mengolah residu atau sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang dan tidak ada nilai ekonomisnya.
Residu yang dikirim ke TPA Suwung itu rata-rata sebanyak 6 truk dengan perhitungan 1 truk itu bisa menampung 2 ton, sehingga total ada sebanyak 12 ton. “Di TPS3R Seminyak, selain sampah organik yang kita jadikan kompos, sampah plastik tidak ada nilai ekonomisnya didaur ulang menjadi papan, balok dan lain sebagainya. Sedangkan, sampah plastik yang mempunyai nilai ekonomis dijual Kembali,” bebernya. (MBP1)