Menlu Retno : Pandemi Datang Saat Demokrasi di Banyak Negara Mengalami Kemunduran
MANGUPURA – baliprawara.com
Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 tahun 2021, kembali digelar secara hybrid, Kamis 9 Desember 2021, di Nusa Dua. BDF tahun ini merupakan kali kedua atau tahun kedua digelar secara hibrid karena pandemi Covid-19. Dengan mengangkat tema “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic” BDF kali ini diikuti oleh 335 peserta dari 95 negara dan 4 Organisasi Internasional yang hadir baik secara fisik maupun secara virtual.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang membuka kegiatan ini mengatakan kalau tema ini sangat relevan dengan situasi saat ini dan merupakan kelanjutan dari tema BDF sebelumnya, yaitu “Democracy and Covid-19 Pandemic”. Meskipun masih sangat rentan, dunia sudah mulai beranjak pulih dari pandemi.
Menurutnya, ekonomi global diperkirakan tumbuh 5,9% tahun ini. Banyak negara telah melonggarkan kebijakan pengetatan. Namun banyak juga negara yang melakukan pengetatan secara sementara karena munculnya varian baru Omicron. “Mindset kita telah berubah dari bertahan menjadi pemulihan from survival to recovery. Saya sampaikan bahwa pandemi ini datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran,” ucapnya.
Menurut laporan Freedom House tahun 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir dan 75% penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi tahun lalu. “Pandemi semakin memperburuk kemunduran demokrasi tersebut karena telah memaksa kita untuk mengubah cara kita menjalankan pemerintahan,” bebernya.
Untuk itu,kita harus mencari titik keseimbangan antara menegakkan nilai-nilai demokrasi dan menerapkan peraturan untuk mengatasi pandemi. Kita lihat sebagian negara berhasil dengan baik dan sebagian lagi mengalami kesulitan mempertahankan demokrasi di tengah pandemi. “Saya menegaskan tidak dapat dimungkiri bahwa negara-negara yang paling baik menangani pandemi adalah negara-negara demokrasi,” ujarnya.
Pihaknya juga menekankan pentingnya untuk terus menjalankan demokrasi di masa pemulihan. Dalam kaitan ini pihaknya menyampaikan tiga hal, Pertama, harus memegang teguh prinsip kesetaraan untuk memastikan pemulihan yang cepat. Dalam demokrasi, kesetaraan adalah soal fairness. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang setara untuk menang melawan pandemi Covid-19. “Untuk itu, kita harus memastikan akses vaksin yang setara bagi semua. Jurang kesenjangan vaksinasi saat ini masih sangat lebar. 64,94% Populasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis sementara di negara berpendapatan rendah baru 8,06%. Ini tentunya tidak dapat dibiarkan. Kita harus mendemokratisasikan distribusi vaksin ke semua negara utamanya yang penduduknya belum menerima dosis pertama,” ucapnya.
Pihaknya menyampaikan pengalaman Indonesia dimana, seluruh rakyat dipastikanmemiliki akses setara terhadap vaksin. “Hingga hari ini kita telah memvaksinasi lebih dari 142 juta orang dan hampir memenuhi target vaksinasi 40% populasi pada akhir tahun 2021 sebagaimana ditetapkan WHO,” katanya menambahkan..
Pada level global kita juga berkontribusi mendorong kesetaraan vaksin, antara lain dengan menjadi Co-Chair COVAX AMC Engagement Group.
Turut berpartisipasi pada BDF kali ini, Sekjen PBB António Guterres dan 18 pejabat setingkat menteri/wakil menteri, antara lain Menlu AS Antony Blinken, Menlu RRT Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta dan lain sebagainya. Tahun ini BDF dibuat lebih interaktif dengan meminta pandangan para ahli di bidangnya selain tentunya pandangan para menteri, termasuk di antaranya ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz.
Dalam sambutannya, Sekjen PBB menyampaikan bahwa recovery for all depends on equality for all. Pandemi Covid-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. “Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui keringanan hutang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua Equality atau kesetaraan tidak hanya menjadi ruh dari demokrasi, tapi juga sebagai mesin penggerak bagi upaya pemulihan. Equality is an engine for recovery,” ucapnya. (MBP)