Pagerwesi, Payogan Sang Hyang Pramesti Guru

 Pagerwesi, Payogan Sang Hyang Pramesti Guru

Sejumlah krama Hindu hendak melakukan persembahyangan di salah satu pura di wilayah Tabanan beberapa waktu lalu.

DENPASAR – baliprawara.com

Setelah merayakan Hari Suci Saraswati, Banyu Pinaruh, Soma Ribek dan Hari Suci Sabuh Mas, selanjutnya pada Rabu Kliwon wuku Sinta, 10 September 2025 ini umat Hindu merayakan Hari Raya Pagerwesi.
Apa makna filosofisnya?

Guru besar Universitas Hindu Negeri (UHN) IGB Sugriwa Denpasar, Prof. Dr. I Made Surada menyampaikan, Pagerwesi
merupakan suatu rangkaian perayaan Hari Raya Saraswati. Hari Pagerwesi jatuh tiap 6 bulan sekali atau 210 hari pada Buda Kliwon wuku Sinta.

Dalam lontar Sundarigama disebutkan: “Buda Keliwon ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru mayoga, hiniring de watêk Dewata Nawasanga, ngawediyaken huriping sarwa tumitah, tumuwuh ring bhuwana kabeh, wênang sang purohita mangargramaning ngarcana paduka bhatara Prameswara…”
Artinya, pada hari Rabu Keliwon Sinta disebut dengan Pagerwesi, yang merupakan payogan dari sang Hyang Pramesti Guru, yang diikuti oleh para Dewata Nawasanga, untuk menyelamatkan kehidupan segala yang ditakdirkan dan segala yang tumbuh di seluruh alam semesta ini. Maka patutlah sang Purohita (orang yang telah ngloka pala sraya seperti Pendeta, Pedanda dan sulinggih lainnya) melakukan puja penghormatan, dengan mengenakan busana (pakaian) kesulinggihannya secara lengkap dalam hal ngarcana (memuja) Bhatara Pramwswara (Siwa).

Selanjutnya dalam alih aksara lontar gaguritan Dewa Yajña dalam Pupuh Durma disebutkan: “Buda Keliwon wara Sinta ne kaucap, madan Pagerwesi, payogan Bhatara, Hyang Pramesti, Ida Nawa Sanga sami ngiring, Pacang ngawediang, uriping sarwa maurip.”
(Alih Aksara Lontar Geguritan Dewa Yajña, hal. 5)
Terjemahannya: Pada hari Rabu Keliwon wuku Sinta, adalah hari Pagerwesi, merupakan yoganya para Dewa-Dewa, disebut Ida Sang Hyang Pramesti Guru, dan diikuti oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewata), akan membahagiakan kebahagiaan, hidupnya semua kehidupan.

See also  Dorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif, Partisipasi Perempuan Harus Ditingkatkan
Prof. Dr. I Made Surada

Jadi, menurut Prof. Surada, Hari Raya Pagerwesi adalah hari payogan Sang Hyang Pramesti Guru, yang disertai pula oleh Dewata Nawasanga dan para Pitara demi kesejahteraan dunia dengan segala isinya dan demi santosanya kehidupan semua makhluk.
Pagerwesi adalah hari menguatnya jiwa dalam menyucikan diri untuk dapat menerima sinar dari payogan Sang Hyang Pramesti Guru, yaitu Sang Hyang Widhi sebagai Maha Guru dan Maha Pencinta.

Pagerwesi dapat juga dikatakan sebagai perhormatan kepada Guru, setelah pada hari Saraswati merupakan lahirnya ilmu pengetahuan dan pengetahuan itu disampaikan oleh seorang guru kepada manusia, sehingga manusia menjadi tahu, pandai, bijaksana, teguh, kuat seperti pagar dari besi.

Catur Guru

Umat Hindu mengenal catur guru yaitu : Guru Rupaka yaitu orang tua yang melahirkan kita. Guru Pangajian yaitu guru yang memberikan pendidikan rohani dan ilmu pengetahuan suci untuk mendapatkan kesempurnaan.
Guru Wisesa adalah pemerintah yang menjadi abadi kesejahteraan rakyat, tempat rakyat bernaung pada waktu kesusahan.
Guru Swadyaya yaitu Hyang Widhi (Tuhan). Beliau adalah guru yang utama, gurunya segala guru, guru yang maha sempurna yang tidak ada yang melebihi.
“Keempat guru itulah yang patut dihormati, karena berkat catur gurulah kita dapat memiliki dan menguasai pengetahuan. Dengan pengetahuan kita dapat membantu dan mempermulia hidup kita. Pengetahuan bagaikan senjata yang ampuh yang dapat digunakan memerangi kebodohan (awidya). Oleh karena itu kita patut hormat kepada keempat guru tersebut,” ujarnya.

Dikatakan lebih lanjut, penghormatan terhadap guru dalam Silakrama (1976:23) disebutkan: “Nihan ta úilakramaning aguron-guron, haywa tan bhakti ring guru, haywa himaniman, hywa tan úakti ring sang guru, haywa tan sadhu tuhwa, haywa nikelana sapatuduhing sang guru, haywa ngideki wayangan sang guru, haywànglungguhi palungguhaning sang guru.”
Terjemahannya: Inilah tata tertib berguru (menuntut ilmu), janganlah tidak bhakti terhadap guru, janganlah mencacimaki guru, jangan tidak tulus, jangan menentang segala perintah guru, jangan menginjak bayangan guru, jangan menduduki tempat duduk guru. (Puniyatmadja, 1976: 23)

See also  Bule Polandia Tewas di Tulamben dengan Mulut Keluarkan Cairan

Yoga Semadhi

Perayaan Pagerwesi adalah penghormatan terhadap Maha Guru (Sang Hyang Pamesti Guru). Maka dari itu umat Hindu hendaknya melaksanakan yoga semadhi yaitu menenangkan hati dan pikiran serta menunjukkan sembah bhakti ke hadapan Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Beliau sebagai Sang Hyang Pramesti Guru beserta Panca Dewata sebagai penguasa kiblat mata angin (pangider-ideran).
Yakni, Dewa Iswara bersthana di timur (purwa), Dewa Brahma bersthana di daerah selatan (daksina), Dewa Mahadewa bersthana di barat (Pascima), Dewa Wisnu bersthana di utara (uttara) dan Dewa Siwa bersthana di tengah (madhya) sebagai sentralnya.

Meskipun perwujudan Sang Hyang Widhi begitu banyak, namun beliau adalah tunggal (Ekam sat). Ekatwa anekatwa swalaksana Bhatara, artinya: berwujud tunggal dan berwujud banyak adalah sifat dari Hyang Widhi (Siwa).
Dari Panca Dewata itu kita dapatkan pengertian betapa Hyang Widhi (Siwa) dengan lima manifestasinya dilambangkan menguasai, menyelubungi dan meresap ke seluruh ciptaan-Nya (wyapi wyapaka nirwikara).
Juga dengan gerakannyalah Hyang Widhi memberikan hidup dan kehidupan kepada kita semua. Hakikat hidup yang ada pada diri masing-masing adalah bagian dari pada gaya-Nya.
Pada Hari Suci Pagerwesi inilah kita sujud ke pada-Nya, mengenang dan memohon agar hidup kita direstui kesentosaan, kebahagiaan, kemajuan lahir dan batin.

Bagi para pendeta dan sulinggih (orang yang dapat melakukan ngloka phalasraya) dan lain-lain, pada hari ini melakukan puja penghormatan dengan menggunakan bhusana (pakaian) kesulinggihannya dalam hal ngarcana (memuja) Sang Hyang Pramesti Guru.
Selanjutnya setelah tiba tengah malam melakukan renungan suci (yoga samadhi). (MBP2)

Redaksi

Related post