Pajak Hiburan 40 Persen, Ketua PHRI Badung Sebut Pengusaha Baru Bertumbuh Harus Dikuatkan Bukan “Dihabisi”

 Pajak Hiburan 40 Persen, Ketua PHRI Badung Sebut Pengusaha Baru Bertumbuh Harus Dikuatkan Bukan “Dihabisi”

I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya.

MANGUPURA – baliprawara.com

Di tengah pemulihan kondisi pariwisata pasca pandemi Covid-19, pelaku pariwisata di Bali, khusunya Badung, harus dihadapkan dengan kebijakan penerapan pajak yang dirasa cukup memberatkan. Pasalnya, pemerintah telah menetapkan pemberlakuan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya jasa hiburan sebesar 40 persen. Dengan dikeluarkannya kebijakan kenaikan pajak ini, tentu pelaku pariwisata di Badung, merasa keberatan dengan kenaikan pajak ini.

Kebijakan menaikan pajak di tengah kondisi pariwisata yang baru berangsur pulih pasca Covid-19, bahkan mendapat penolakan keras dari para pelaku pariwisata di Badung. Pasalnya, hal itu dirasa kebijakan yang bukan kebijakan yang tepat.

“Kenapa kita menolak, karena pertama sekarang kita baru dalam fase penguatan ekonomi. Kebijakan ini tentu akan membunuh usaha UMKM, yang notabene hampir 90 persen itu merupakan pengusaha lokal,” kata ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, saat ditemui di Hotel Citadines, Senin 15 Januari 2024.

Ia mengatakan, nasib pariwisata Bali tidak seindah kontribusinya. Yang mana negara lain, seperti Thailand justru menurunkan pajak hiburan 5 persen. “Ironisnya, negara Thailand justru menurunkan pajaknya menjadi 5 persen. Karena mereka menginginkan lebih banyak lagi wisatawan yang berkunjung ke Thailand. Tentu dengan demikian kita akan kalang saing dengan mereka,” katanya menambahkan. 

Lebih lanjut ia berharap pengertian Pemerintah karena saat ini persaingan sangat ketat. Pasalnya destinasi pariwisata bukan hanya Bali, namun ada banyak destinasi wisata yang indah di Dunia. Ia menilai, pengusaha saat ini baru bertumbuh dan berkembang. Justru dalam hal ini harus dikuatkan bukan malah dihabisi.

Untuk itu, pihaknya akan melakukan judicial review atau pengujian kembali UU No. 1 Tahun 2022. Upaya ini akan ditempuh oleh seluruh asosiasi yang terdampak, seperti pengusaha SPA, karaoke, dan beach club. 

Rai Suryawijaya menilai pajak hiburan idealnya ditetapkan 12 persen hingga 15 persen. Angkan ini sesuai dengan kondisi pariwisata Bali yang baru bangkit. “Kami akan tunda menyetorkan pajak, sebelum adanya kepastian,” tegasnya.

Terpisah, Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Badung, Ni Putu Sukarini menegaskan, kebijakan menaikan pajak bukan merupakan kebijakan daerah, melainkan pemerintah pusat. Tentu dalam hal ini, Bapenda harus tunduk dengan regulasi yang ada. 

“Kami hanya sebagai pelaksana amanat Undang-undang no 1 tahun 2022 dan kami mengambil tarif terendah. Karena kami dalam pengawasan tim pemeriksa, sepanjang belum ada keputusan dari pusat kami tetap jalankan aturan sesuai regulasi, yaitu undang-undang dan Perda,” ungkapnya.

Sekretaris Bapenda Badung ini juga menegaskan tidak semua pajak di Badung yang mengalami peningkatan. Bahkan, sejumlah pajak justru turun dari 15 persen menjadi 10 persen. “Pajak hiburan kecuali bar, diskotik, karaoke, mandi uap/Spa malah turun dari 15 persen menjadi 10 persen,” bebernya. (MBP)

 

redaksi

Related post