Pameran Tunggal di Hotel Maya Sanur, Nyoman Loka Suara Tampilkan Kejujuran

 Pameran Tunggal di Hotel Maya Sanur, Nyoman Loka Suara Tampilkan Kejujuran

Pelukis I Nyoman Loka Suara, berpose di depan karyanya. (ist)

DENPASAR – baliprawara.com

Telah aktif  berpameran senirupa bersama sejak tahun 1993, baik di dalam maupun luar negeri, kini pelukis I Nyoman Loka Suara untuk pertama kalinya berpameran tunggal. Pameran lukisan yang mengusung tema ‘’Shades of Stone in Love’’  tersebut , berlangsung mulai  11 Juli hingga 15 Agustus 2024, di Hotel Maya Sanur, Jalan Danau Tamblingan, Sanur.

Dalam pameran kali ini, Loka Suara menampilkan 20 karya lukisan dengan tema cinta yang visualnya bernuansa batu. Sebab, batu itu bisa dikaitkan dengan  peristiwa cinta. ‘’Karakter batu itu keras, tapi juga bisa meleleh. Jadi, cinta itu keras, tapi sesungguhnya bisa meleleh atau diretakkan,’’ ujar I Nyoman Loka Suara, pelukis kelahiran Denpasar 13 Februari 1971 yang aktif  berpameran karya, melalui keterangannya, Rabu 10 Juli 2024.

Karya-karyanya yang sarat makna telah mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Bahkan karya Loka Suara sempat terpilih dalam pameran Beijing International Art Biennale di China  pada tahun 2015. Lulusan ISI Denpasar ini juga pernah meraih “Gold Award”atau karya terbaik dalam Asian Art BiennaleIII di Hongkong pada tahun 2018.

Wayan Jengky Sunarta, penyair dan penikmat senirupa, dalam tulisan kuratorialnya berjudul ‘’Wajah Muram Cinta’’, mencoba mengupas karya-karya Loka Suara dari dua sisi, yakni kecakapan teknik dan penghayatan tematik,  yang keduanya saling berkelindan untuk melahirkan karya-karya yang kuat secara estetika sekaligus berjiwa.

Karya pelukis I Nyoman Loka Suara. (ist) 

Bagi Jengky Sunarta,  pelukis Loka Suara berupaya menampilkan kejujuran jiwa pada karya-karyanya. Loka Suara menguasai teknik melukis dengan baik dan juga mampu menyuguhkan pengalaman batin yang terepresentasi pada karya-karyanya.

Selain itu, Loka Suara juga seorang pelukis yang berjiwa penyair. Dia menuangkan berbagai kegelisahan batinnya tentang persoalan cinta, kesepian, kemuraman manusia, dan juga persoalan social menjadi lukisan-lukisan metaforis yang memancarkan kedalaman renungan.

See also  Menjadi Inspirasi, Mahasiswa Unud Sumbang Medali pada PON XX Papua

Lukisan-lukisan Loka Suara cenderung terkesan muram dan murung. Bukan karena pilihan warna yang dipakainya, namun lebih pada penghayatannya dalam menyelami kehidupan manusia. Cinta yang muram dan kemurungan manusia menjadi pokok persoalan yang menarik perhatian Loka Suara. Jika kita perhatikan seksama, wajah-wajah sosok dalam lukisannya memang terkesan muram seolah memeram berbagai penderitaan dunia.

Loka menampilkan lukisan-lukisan dengan tematik cinta dan sosial. Ide-ide lukisannya bertitik tolak dari penghayatannya pada realitas kehidupan yang kemudian dikembangkan dengan perangkat-perangkat teknik seni lukis. Misalnya, tematik cinta muncul dari renungannya tentang kerumitan cinta. Tematik sosial muncul dari pengamatan dan pengalamannya bergaul dengan kaum jelata dan orang-orang kalah. Kesukaan Loka Suara nongkrong di warung kopi membuat batinnya peka pada aneka rupa persoalan sosial yang terjadi.

Dalam pameran ini, kemuraman menjadi benang merah yang menghubungkan persoalan cinta dan persoalan sosial. Misalnya, lukisan-lukisan Loka Suara yang bertemakan cinta menampilkan kontradiksi antara keceriaan dan kemuraman. Keceriaan tampak pada penerapan warna-warna hangat, kemuraman tampil lewat warna-warna dingin. Kontradiksi ini membuat lukisan-lukisannya yang bertema cinta menjadi unik. Hal itu, misalnya, tampak pada lukisan berjudul “Sweetnees of Love”. 

Kontradiktif dengan judulnya, Loka menampilkan lambang cinta dari batu. Jika menghayati lukisan ini, kita merasakan suatu cinta yang penuh perjuangan untuk tumbuh dan mekar. Pada masing-masing lambang cinta dari batu dengan latar warna-warna hangat itu tampak setangkai bunga mawar lengkap dengan daun dan durinya, lilin yang menyala redup, gelas wine, dan pisang matang. Lukisan ini menyuguhkan berbagai simbol yang perlu dikupas. Pada hakikatnya, cinta mengandung kelembutan,  kehangatan, sekaligus kekerasan, yang disimbolkan dengan batu.

See also  Bupati Giri Prasta Pastikan Penyerahan BLT Tepat Sasaran Diterima Masyarakat

Lukisan “Woman in Love” juga menampilkan persoalan cinta dan kesepian. Tampak sosok perempuan berwajah muram terhanyut dalam lamunannya. Dua gelas minuman dan selembar surat cinta semakin mempertegas kesepiannya. Mungkin perempuan itu sedang menunggu kekasihnya atau bisa jadi ia baru saja ditinggalkan kekasihnya. Dalam perjalanan cinta selalu ada yang tiada terduga.

Yang menarik, pada lukisan “Love Trap”, Loka Suara secara ironis menampilkan sosok lelaki yang tampak menikmati terperangkap dalam cinta yang membingungkan dirinya. Cinta bisa bermakna luas. Selain kenikmatan, cinta juga menebarkan perangkap kemelekatan.

Karya-karya Loka yang bertema sosial juga tak kalah muramnya. Hal itu, misalnya, tampak pada lukisan berjudul “Dialog Dua Kandidat” yang secara metaforis menggambarkan kemuraman persoalan sosial politik yang terjadi di Indonesia. Lukisan Loka Suara sangat kuat menampilkan kemuraman berjudul “Ekspresi Jiwa”. Tampak sosok-sosok jelata yang muram, kusam, dan hancur didera derita kehidupan. Sosok-sosok yang dikalahkan kehidupan. Kemuraman lukisan ini juga menyiratkan suasana batin sang pelukis ketika menghayati dan merenungi realitas sosial.

Begitulah, pameran ini menampilkan kejujuran Loka Suara menyuguhkan sisi kelam cinta dan realitas sosial. Lewat karya-karyanya, Loka Suara menyublimasikan tematik cinta dan social menjadi renungan kehidupan. (MBP)

 

redaksi

Related post