Paradoks Pariwisata Ancaman Kearifan Lokal

 Paradoks Pariwisata Ancaman Kearifan Lokal

Sukarsa

Oleh :
Ir. I Wayan Sukarsa, M.M.A.

Dalam buku “The True Guide for Foreigners Traveling in France, to Appreciate Its Beauties, Learn the Language and Take Exercise” yang ditulis pada tahun 1672 oleh seorang bangsawan Perancis, disebutkan bahwa pariwisata adalah industri jasa.
Undang Undang No.10/2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha dan pemerintah.

Banyak negara atau daerah mengembangkan industri pariwisata sebagai penggerak perekonomian, termasuk Indonesia, khususnya Bali. Pariwisata Bali terus mengalami peningkatan dan perkembangan yang sangat pesat.

Namun, kemajuan dan perkembangan pariwisata menjadi paradoks. Keberlanjutan kehidupan masyarakat, baik aspek sosial, budaya, ekonomi maupun ekologi, sebagai akibat kulturasi budaya luar, mengubah tatanan kehidupan masyarakat lokal secara vertikal maupun horizontal.
Dampak negatif di berbagai aspek menjadi hal penting dan perlu diperhatikan, khususnya dalam memanajemen pengembangan pariwisata.
Peningkatan arus wisatawan seringkali diiringi oleh upaya komersialisasi dan adaptasi budaya untuk memenuhi ekspektasi pasar global, menggeser nilai-nilai lokal dan hilangnya identitas khas suatu komunitas dengan mengadaptasi budaya luar, menyusup ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan sebagai ekses dari perkembangan industri pariwisata, khususnya di Bali yaitu masalah lingkungan, sampah dan kemacetan lalu lintas. Ini menjadi salah satu indikator terjadinya wisata berlebih (over tourism).
Fodor”s situs panduan perjalanan berbasis di Amerika Serikat pernah meliris ada 15 destinasi dunia yang direkomendasikan tidak layak dikunjungi, salah satunya adalah Bali. Over tourism ditandai dengan kompleksitas persoalan seperti kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan produktif, kemacetan lalu lintas dan gangguan kamtibmas dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat.

See also  Bali dan Rumania Perkuat Kerjasama di Berbagai Bidang

Ketua PHRI Bali pernah mengatakan apakah pariwisata budaya masih bisa bertahan atau beralih mengikuti keinginan pasar yang cendrung mematikan pelaku usaha dan mendegradasi budaya lokal. Peningkatan kunjungan wisatawan ke daerah tertentu menyebabkan penurunan signifikan dalam praktik kebudayaan lokal, data statistik menunjukkan bahwa sebanyak 70% dari masyarakat setempat di beberapa daerah melaporkan penurunan praktik budaya tradisional sejak meningkatnya arus pariwisata (Jones et al., 2020).

Kehilangan atau terdegradasinya kearifan lokal bukanlah harga yang patut dibayar untuk kemajuan pariwisata. Untuk mempertahankan kearifan lokal, keterlibatan masyarakat setempat, mendukung inisiatif berkelanjutan dan mempromosikan penghormatan terhadap kebudayaan lokal adalah langkah kunci dalam memastikan bahwa pariwisata tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga melestarikan dan memperkaya warisan budaya.
Keselarasan antara pariwisata dan kearifan lokal bukanlah suatu konsep yang mustahil. Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, pelaku pariwisata, dan masyarakat setempat untuk menciptakan model pariwisata yang menghargai dan mendukung warisan budaya.

Untuk meminimalisir dampak negatif pariwisata langkah yang ditempuh meliputi: Mengembangkan pariwisata berbasis komunitas, mengadopsi praktik ramah lingkungan, menggunakan sumber daya secara efisien, mengurangi limbah, dan melindungi keanekaragaman hayati destinasi wisata, mempromosikan budaya otentik, menghargai dan melestarikan budaya lokal, menghindari eksploitasi, mempromosikan pertukaran budaya yang saling menghormati serta menerapkan prinsip ekowisata. (*)

Penulis adalah Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.

Made Subrata

Related post