Pemerintah Hormati Putusan MK yang Batalkan Presidential Threshold
JAKARTA – baliprawara.com
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Terkait hal itu, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, menyatakan, pemerintah menghormati putusan tersebut.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir. Putusan itu bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 3 Desember 2024.
Menko Yusril menegaskan, semua pihak, termasuk pemerintah, menghormati terikat dengan Putusan MK tersebut. Pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.
Lebih jauh, Yusril menyebut, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu.
“Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormati dan tidak dapat mengomentari, karena semua itu adalah kewenangan MK yang bersumber dari UUD 45,” ucap Yusril.
Menko Yusril menambahkan, setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pelaksanaan Pilpres tahun 2029.
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujar Yusril.
“Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” pungkas Menko Yusril. (MBP)